Bisnis jasa sewa pacar, penawar kesepian yang memanusiakan
Ditulis oleh Aghnia Hilya | Read in English
Setelah hampir tiga tahun pandemi COVID-19 melanda, masyarakat Indonesia makin kreatif dalam bertahan hidup. Bukan hanya mengenai memenuhi kebutuhan finansial, tetapi juga bagaimana melawan kesepian saat interaksi langsung tidak semudah dulu, misalnya dengan jasa sewa pacar.
Pasalnya, meski kini masyarakat sudah mulai berinteraksi langsung dan beraktivitas ke luar rumah, nyatanya sebagian tetap memilih untuk tinggal di rumah jika tak harus keluar.
Itu karena kini kita menyadari banyak hal yang bisa dikerjakan dari jarak jauh tanpa interaksi langsung. Namun, yang demikian kadang tidak cukup untuk menghilangkan kesepian yang kadang melanda.
Survei Into The Light dan Change.org terkait kesehatan mental masyarakat Indonesia (2022) mengungkap bahwa 98% dari 5.211 responden di enam provinsi di pulau Jawa pernah merasa kesepian.
Inovasi bisnis kesepian: Jasa sewa pacar
Nah, jika pada Valentine 2021 lalu TFR membahas bisnis “kesepian” seperti jasa cuddle hingga layanan mendengarkan curhat, kali ini kami mengulik jasa sewa pacar yang ramai sejak beberapa tahun lalu.
Rental pacar belakangan ini makin populer, apalagi usai sebuah akun gosip mengunggah potongan video obrolan Gritte Agatha dengan seorang talent di salah satu jasa sewa pacar pada Oktober lalu.
Video itu mengungkap bahwa untuk memesan pacar sewaan, klien perlu menyediakan dana sekitar Rp300.000 untuk kencan offline dan menambah Rp20.000 jika ingin melakukan kontak fisik.
Jika segitu biaya untuk klien, sebenarnya, bagaimana para pebisnis rental pacar ini melihat jasa yang mereka tawarkan? Apakah segitu menguntungkannya? Atau ada yang dikejar selain uang?
Pacar sewaan, tempat klien ekspresikan perasaan
Pelanggan atau klien menjadi fokus utama dalam bisnis jasa sewa pacar ini. Pasalnya, bukan sekadar cari gandengan, rental pacar juga dimaksudkan untuk mendengarkan perasaan yang kerap sulit tersampaikan.
Hal itu pula yang dipercayai oleh Deeptalk, layanan online yang hadir sejak Juli 2022 dan memosisikan diri sebagai virtual support system kliennya.
“Deeptalk hadir karena menemukan ada kebutuhan masyarakat untuk punya seseorang yang bisa mendengarkan, mendukung, dan jadi tempat mengekspresikan diri serta perasaan. Di mana, nggak semua orang cukup beruntung punya teman yang bisa dipercaya ataupun significant others,” terang Nada (bukan nama sebenarnya), External Affair Deeptalk.
Selain menjangkau Deeptalk, TFR pun berbincang dengan Daisuke (28) yang menjadi talent sekaligus pemilik bisnis rental pacar Koibito. Bagi Daisuke, klien menjadi fokus utama dalam layanannya.
“Jujur saja Koibito mungkin lebih mahal daripada (rental pacar, red.) yang lain, tetapi kita cari pasar yang mencari kualitas. Kami mengutamakan kualitas untuk para klien,” tegasnya.
Proses berlapis untuk jadi talent aka pacar rental
Demi kualitas dan keamanan klien serta talent, setiap bisnis jasa sewa pacar memiliki proses rekrutmen yang ketat, syarat karakter yang perlu dipenuhi, dan background checking berlapis.
Bahkan, baik Koibito dan Deeptalk mengungkap bahwa sejauh ini talent yang menjadi pacar sewaan dipilih dari orang-orang yang sudah diketahui dan dikenal sosoknya di kehidupan nyata.
Jika Deeptalk sejak awal mematok tidak ada talent yang usianya di bawah 20 tahun, Koibito punya proses wawancara sampai tes online dan offline. Ya, koibito menyediakan layanan kencan offline.
“Kalau online date, tesnya bisa nggak melayani klien lewat chatting. Kalau offline, kita lihat apakah dia kaku ketemu orang asing, bisa adaptasi atau nggak,” terang Daisuke yang menaungi 20 talent.
Talent di Deeptalk dan Koibito ialah pekerja lepas dan hanya menjadikan pekerjaan ini sebagai sampingan, bukan penghasilan utama. Hal ini memengaruhi jam layanan mereka.
Persona talent sesuai target konsumen
Menariknya, kerahasiaan identitas klien dan talent pada bisnis ini dijamin amat ketat. Setiap talent memiliki nama samaran dan dalam setiap interaksi pun dilarang keras membahas urusan personal.
Nah, agar klien terbayang bagaimana sosok pacar sewaan sebelum merental, persona talent pun dibangun. Hal tersebut disesuaikan dengan target konsumen dari bisnis jasa sewa pacar itu sendiri.
Sejak awal, pasar utama Koibito adalah orang-orang yang suka anime. Maka, desain media sosialnya untuk memperkenalkan persona dan karakter tiap talent dibuat dengan animasi khas Jepang.
Deeptalk memiliki cara berbeda, mengingat layanan yang ditawarkannya hanya virtual.
“Kami ingin klien punya bayangan orang yang akan berbicara dan mendengarkannya. Dengan begitu mereka bisa memilih karakter talent yang sesuai dengan preferensi mereka seperti apa,” ujar Nada.
Jika Koibito menampilkan visual, Deeptalk memberikan konsumen imajinasi lewat audio. Ya, selain deskripsi kepribadiannya, tiap talent menunjukkan persona lewat rekaman suara di Instagram.
Peran admin demi keamanan pacar sewaan
Meski sudah ada bayangan mengenai sosok talent yang menjadi pacar sewaan, setiap pemilik bisnis jasa sewa pacar tak bisa menghindari bahwa klien yang memesan layanannya ialah orang asing.
Maka dari itu, demi keamanan talent dan klien, ada tindakan preventif yang dilakukan pemilik bisnis rental pacar. Pertama ialah memaksimalkan peran admin sebagai penyaring lapis pertama.
Baik Koibito maupun Deeptalk menegaskan betapa besarnya peran admin. Bahkan percakapan calon klien dengan admin menjadi salah satu tolok ukur, selain memeriksa silang nomornya di aplikasi Get Contact.
Di samping memberi konsultasi kepada calon klien soal siapa pacar sewaan yang cocok dengan preferensinya, admin punya suara besar untuk melihat apakah klien itu aman atau mencurigakan.
Jika ada klien yang baper, maka admin juga yang akan menghadapinya. Nada pun mengaku hal itu pernah terjadi hingga layanannya harus mengambil tindakan dengan menghentikan klien itu.
“Jika sudah dianggap berlebihan, maka intensitasnya akan dikurangi dari pelayanan talent terlebih dahulu,” terang Nada.
Tindakan preventif penyedia layanan rental pacar
Tindakan preventif lain yang diambil Deeptalk ialah fokus ke layanan online. Soalnya, jika ada layanan offline, maka Deeptalk harus bisa cek klien lebih ketat dan punya penanggung jawab di tiap kencan.
“Banyak yang nanya kenapa kami nggak buka offline, alasannya karena kami nggak bisa kontrol banyak kemungkinan. Lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya, menurut kami,” aku Nada.
Koibito pun menerapkan aturan ketat jika klien ingin mencoba kencan offline. Kontak fisik yang bisa dilakukan pun terbatas, hanya boleh pegangan tangan, rangkulan, dan elus kepala.
“Koibito pun tidak menyarankan pindah tempat janjian. Kalau klien sudah sering rental dan aman, boleh pindah tempat asal sama-sama tempat umum dan naik kendaraan umum,” ujar Daisuke.
Tidak hanya itu, demi memastikan kontrol kualitas pada layanan, Koibito yang talent-nya kini tersebar di enam kota ini juga memilih untuk melebarkan jasanya ke kota lain dengan perlahan.
Tantangan dan miskonsepsi jasa rental pacar
Selain keamanan, miskonsepsi juga menjadi problema bisnis ini karena masih ada yang berpikir bekerja sebagai pacar sewaan itu sama dengan “melonte” atau klien yang menyewa jasa ini adalah para wibu.
“Tantangan waktu awal banyak yang nggak percaya di awal sama jasa ini. Masa orang mau dirental buat jadi pacar? Terus disangkanya penipuan. Bahkan, sampai sekarang banyak yang berpikir (bisnis) rental pacar ini konotasinya ke arah yang negatif (prostitusi, red.),” ungkap Daisuke.
Makanya, Daisuke tidak memungkiri ada saja jasa sewa pacar yang takut kalau bisnisnya terlalu terekspos dan harus tutup. Alhasil, bisnis jasa sewa pacar ini tampak dijalankan dengan diam-diam.
Deeptalk pun mengakui hal yang sama terkait stigma masyarakat terkait jasa rental pacar. Maka, edukasi yang benar dan secara perlahan ke masyarakat terus dilakukan.
“Ada juga tantangan dari kompetitor. Mereka nyamar jadi klien terus ngulik internal perusahaan, yang sebenarnya boleh saja, cuma menurut kami kurang ethical,” ungkap Nada. Mirisnya, hal tersebut tidak hanya dialami Deeptalk satu kali.
Bisnis sudah balik modal
Sebagai jasa sewa pacar yang bentuknya seperti agensi, Koibito mengaku bahwa sebenarnya bisnis ini tidak menguntungkan secara signifikan. Apalagi, jika dibandingkan agensi lain.
“Kalau kita, untuk sekarang (omzet) kotornya Rp20 juta sebulan. Agensi ambil 25% dan 75% untuk talent. Kalau sudah ada di seluruh kota di Indonesia, Rp100 juta bisa dicapai,” ungkap Daisuke.
Sedangkan bagi Deeptalk, Nada mengungkap bahwa modal awal yang dikeluarkan untuk bisnis ini berasal dari kantong sang pemilik dan sudah kembali. Namun, jika disebut menguntungkan, menurutnya relatif.