TFR

View Original

Pameran foto “Asih Itu Hening: Kerja Kesehatan yang Tak Kasat Mata” apresiasi kader kesehatan

Ketika mengupas dunia kesehatan di Indonesia, peran nakes atau tenaga kesehatan profesional makin diapresiasi masyarakat. Sayangnya, apresiasi dan pengakuan serupa belum dilayangkan kepada kader kesehatan, yang juga memiliki peranan penting sebagai penggerak kesehatan di layanan kesehatan primer masyarakat. 

Mereka bekerja sukarela dan kebanyakan menjalankan berbagai peran dalam kesehariannya, mulai dari menjadi ibu rumah tangga, mahasiswa, hingga pensiunan, sembari melaksanakan tugasnya.

Untuk mengangkat kisah mereka, Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) bekerja sama dengan Arkademy Project menggelar pameran fotografi bertajuk “Asih Itu Hening: Kerja Kesehatan yang Tak Kasat Mata” pada 5-16 November di Perpustakaan Nasional RI, Jakarta.

Kolaborasi pameran foto ini merupakan kerja sama dari salah satu program yang dikelola CISDI, Pencerah Nusantara Puskesmas Responsif-Inklusif Masyarakat Aktif Bermakna atau dikenal sebagai PN-PRIMA.

Lewat pameran foto tersebut, CISDI ingin menampilkan kisah perjalanan kader kesehatan di wilayah penempatan program PN-PRIMA melalui karya fotografi dari 12 fotografer yang sebelumnya berpartisipasi dalam lokakarya bersama Arkademy pada Juli hingga Agustus lalu.

“Kita berusaha melebur hal-hal yang bersifat non-fotografi. Tujuannya nggak hanya untuk memperluas narasi tentang fotografi, tetapi juga memperdalam cerita-cerita dari para fotografernya itu sendiri,” jelas Ben Laksana, akademisi yang juga salah seorang mentor untuk Arkademy Project, kepada TFR saat ditemui di lokasi pameran, Senin (7/11).

Pada pameran fotografi ini, ditampilkan sisi kemanusiaan para kader kesehatan dari tiga wilayah, yakni Kabupaten Bekasi, Kota Depok, dan Kota Bandung, dalam menjalankan tugas hariannya yang beraneka ragam.

Maka itu, pameran “Asih Itu Hening: Kerja Kesehatan yang Tak Kasat Mata” hadir dengan harapan agar para kader kesehatan yang merupakan pekerjaan sukarela ini dapat memperoleh dukungan sekaligus apresiasi yang layak, baik dari segi finansial, pengakuan kompetensi, sampai bekal ilmu pengetahuan.

Proses pengambilan foto yang dilakukan tiap fotografer mengusung konsep fotografi kritis dan reflektif untuk mengangkat cerita unik dan personal dari masing-masing kader kesehatan.

Penuh pertimbangan dan perhitungan, konsep fotografi kritis dan reflektif berfokus pada kesadaran bagaimana sebuah foto tidak hanya mampu mempengaruhi masyarakat, tetapi juga dipengaruhi masyarakat itu sendiri, sehingga terciptalah hasil foto yang memiliki cerita mendalam.

Intinya, bagaimana fotografer dapat melihat secara kritis dan membedah kehidupan orang yang dijadikan subjek fotografi agar dapat memahami apa saja cerita yang bisa diangkat dan diabadikan dalam sebuah potret.

“Jadi, selain fotografinya bisa mengangkat cerita lebih kritis dan reflektif soal kisah hidup kader yang lebih multidimensional dan sangat berlapis, semoga yang datang ke pameran bisa mendapatkan pengetahuan bahwa kader hidupnya cukup kompleks, sehingga mereka perlu diapresiasi secara layak,” tambah Rara Sekar, musisi yang hobi fotografi dan juga mentor Arkademy Project, dalam kesempatan sama.

Di samping itu, foto-foto yang dapat dilihat para pengunjung di Perpusnas itu pun telah melalui proses kurasi panjang oleh Arkademy. 

Tak hanya dikurasi berdasarkan visualisasi dan kesesuaian foto dengan tema yang diusung, tetapi juga bagaimana foto-foto tersebut bisa memberikan pengalaman berharga bagi pengunjung yang hadir.

“Kita berusaha agar masing-masing cerita memiliki identitas visualnya sendiri, mulai dari penampilan sampai tata letak. Jadi bagaimana kita bikin audiens tetap engage dan nggak bosan. Harapannya orang tertarik dulu, baru membaca ceritanya,” ujar Kurniadi Widodo, kurator lain dari Arkademy.

Lebih jauh, pameran fotografi ini diharapkan bisa menjadi ruang edukasi untuk mendidik masyarakat umum yang berkunjung mengenai kader kesehatan.

“Harapan yang lebih besar bagaimana pengunjung terdampak secara empati, bagaimana mereka tergerak dan tersentuh, serta mendapatkan pengetahuan baru tentang kader ini. Selain itu juga mendapatkan pengalaman baru terkait cara melihat dan mendalami fotografi,” pungkas Rara.

Sementara itu, Intan yang merupakan salah satu fotografer dan karyanya ditampilkan dalam bentuk multimedia, berharap pameran ini bisa lebih mengapresiasi peran para kader kesehatan yang selama ini dianggap kasat mata.

“Kita pengen orang-orang tahu dan ke depannya membantu kita agar kader-kader ini bisa masuk menjadi angkatan kerja yang punya banyak peran membantu isu-isu kesehatan yang ada di akar bawah,” tutur Intan.

Menariknya lagi, pada Sabtu (12/11) mendatang, Arkademy akan menggelar sharing session mengenai proses di balik layar program fotografi kritis dan reflektif bersama Ben Laksana dan Rara Sekar, serta tiga fotografer terpilih yang karya fotonya dipamerkan.

Jadi, kalau penasaran dan ingin tahu lebih dalam mengenai fotografi kritis dan reflektif, bisa mendengarkan langsung penjelasan dari kolektif fotografi Arkademy di Perpusnas pada Sabtu nanti, ya!