TFR

View Original

Mengenal etnomusikologi dan peran pentingnya untuk melestarikan budaya bangsa

Jika antropologi mempelajari manusia lewat tingkah lakunya, maka etnomusikologi mempelajari manusia dari seni musik tradisionalnya. Ilmu ini berperan penting di masyarakat, meskipun masih jarang terdengar.

“Sebenarnya ini gabungan dari tiga, dari secara etimologinya ada etno, yaitu etnik atau tradisi. Terus, musik dan ada ekologi. Jadi, ini intinya mempelajari manusia melalui seni musik tradisional secara harfiahnya,” kata Rayhan Sudrajat, seorang musisi sekaligus etnomusikolog.

Rayhan mengatakan bahwa ilmu etnomusikologi bukan sekadar mengkaji musiknya, melainkan juga manusianya. Sebab, jika tidak tidak ada manusia, maka musiknya pun tidak akan tercipta. 

“Vokal seperti teriakan ataupun nyanyian pun termasuk. Jadi, selama bunyi itu berasal dari manusia dan instrumen, itu masuk dalam ranah etnomusikologi,” kata Rayhan.

Seperti yang diungkapkan di awal, etnomusikologi memiliki peran yang penting di seluruh dunia. Bahkan, ilmu ini sudah berkembang pesat di Eropa, Australia, dan Amerika.

“Etnomusikologi juga bisa dipelajari dari segi budaya dan geografisnya. Ilmu ini mempertahankan budaya dengan mendokumentasikan, mengarsipkan, kita pun menulis, nyanyiannya seperti apa, di desa apa, tahun berapa, dan kemudian dikaji,” kata Rayhan.

“Harapannya di masa depan saat anak cucu kita udah berkembang terus dan teknologi modern semakin maju, kita nggak kehilangan identitas kita,” lanjutnya.

Sayangnya, ilmu etnomusikologi juga kerap disalahartikan dan digampangkan. Menurut Rayhan, hal tersebut wajar sebab masih banyak orang yang belum mengetahui ilmu ini.

“Kalau ada salah sangka mungkin kayak ‘oh cuman ke kampung, teliti musik, terus pulang, dan selesai’, padahal lebih kompleks. Sebagian besar berangkat dari ketidaktahuan akan ilmu ini,” kata Rayhan.

Etnomusikolog adalah museum berjalan

Jika ditanya bagaimana pentingnya, menurut Rayhan, seorang etnomusikolog dapat menjadi museum berjalan. Sebab, waktu yang didedikasikan untuk melakukan penelitian tidaklah sebentar.

“Bahkan ada yang sebagian hidupnya, seperti profesor yang mengajar saya dulu. Hampir setengah hidupnya dia gitu, bahkan tiga per empat, habis untuk meneliti musik ini. Dia meneliti musik Sumatera selama 50 tahun,” ujar Rayhan yang mengambil S2 jurusan Etnomusikologi di Monash University.

Lebih lanjut, Rayhan menjelaskan, seorang etnomusikolog melakukan penelitian yang disebut sebagai etnografi, yaitu ilmu sejarah yang mempelajari kelompok etnis, tempat tinggal, juga budaya material dan spiritual mereka.

“Jadi kita masuk ke satu daerah, kita lihat berbagai aspek, hubungan antara yang satu dengan yang lain. Contohnya, saya sekarang masih di Kalimantan, saya di satu desa, dan ada beberapa desa. Saya tinggal di sana,” kata Rayhan.

“Dan nggak bisa kita hanya datang, lihat-lihat, ngambil catatan, terus pulang. Itu sama sekali nggak akan bisa terasa karena tujuannya untuk menjadi salah satu bagian dari mereka. Jadi, harus tinggal di sana, dedikasikan hidup di sana, dan akan sangat bagus kalau bisa menguasai bahasa mereka,” tambahnya.

Menurut Rayhan, jika seorang etnomusikolog menggunakan bahasa Indonesia atau dengan bantuan penerjemah, maka akan ada jarak yang menjadi hambatan ketika berinteraksi dengan masyarakat lokal.

“Jadi saya pribadi, sebisa mungkin saya kuasai bahasa daerah di tempat saya meneliti. Sekarang saya bisa bahasa Dayak, tiga dialek untuk bisa langsung ngobrol,” ungkap Rayhan.

Adapun hal yang perlu dilakukan sebelum memulai penelitian, yaitu melakukan tinjauan pustaka sebagai acuan seorang peneliti untuk mengkaji kelebihan dan kekurangan dari penelitian terdahulu.

Selain itu, tinjauan pustaka berguna sebagai dasar pemikiran peneliti terkait topik tertentu dan juga menghindari adanya penelitian berulang.

“Misalnya di musik Sunda siapa aja sih yang udah meneliti kecapi Sunda? Siapa tahu udah pernah ditinjau oleh peneliti lain dan kalau ada gap-nya itu bisa diteliti,” kata Rayhan.

“Cuman masalahnya kalau di Kalimantan Tengah ini, belum pernah ada etnomusikolog yang meneliti musik Kalimantan Tengah. Jadi sampai saat ini, mungkin saya satu-satunya yang meneliti musik ini terkait musik ritual kematian di suku Dayak,” tambahnya.

Selain itu, Rayhan menjelaskan bahwa dalam etnomusikologi tidak ada batasan musik yang bisa dikaji, sehingga musik modern pun dapat dikaji. Bahkan, bisa musik tradisional dari kota atau negara lain.

“Ada orang Jerman, dia ke Bali dan jatuh cinta sama gamelan Bali, akhirnya diteliti deh. Ada juga orang Perancis, teman saya, dia liburan sama suaminya ke Sulawesi dan ternyata suka banget sama musik Toraja. Jadilah dia etnomusikolog di musik Toraja. Nggak ada batasan, selagi punya akses,” kata Rayhan.

Terdapat hal menarik yang menjadi kesamaan oleh kebanyakan etnomusikolog. Menurut Rayhan, orang-orang yang menjadi etnomusikolog biasanya berangkat dari hati, yaitu kecintaan mereka terhadap budaya dari suatu daerah. Oleh karena itu, kesulitan berkarya sebagai etnomusikolog pun dapat diatasi.

“Kalau kita nggak pakai passion, pasti ada aja ganjalan di hati. Tapi kalau udah suka, cinta, itu semua hambatan pasti bisa selesai. Pasti kita bisa cari 1001 cara untuk menyelesaikan masalah,” aku Rayhan.

Meski demikian, tentunya ada kesulitan yang Rayhan hadapi, khususnya untuk menyebarluaskan ilmu dan pengetahuan terkait etnomusikologi Kalimantan Tengah.

“Saya dulu juga pernah coba buat blog, jurnal. Saya juga sempet buat festival kampung di sini memang impact-nya belum terlalu besar dibanding festival musik pop. Jadi, memang kendalanya itu,” ujar Rayhan.

“Nulis jurnal penelitian, kan, untuk orang-orang akademik. Nah, saya masuk ke musik populer dengan buat konten olah vokal di Instagram. Itu jadi salah satu bekal kalau followers-nya udah lumayan, saya sisipkan materi tentang etnomusikologi. Saya cari cara soft-selling agar orang bisa nerima,” lanjutnya.

Mengingat peran etnomusikologi yang penting untuk melestarikan budaya, khususnya budaya Indonesia yang beragam, Rayhan berharap agar di masa depan ada orang-orang yang tertarik dengan ilmu ini.

“Saya juga banyak banget target ke depannya ingin buat buku, konten. Cuman semoga, harapannya, angkatan-angkatan berikutnya bisa termotivasi untuk ambil ilmu ini,” tutupnya.