TFR

View Original

BPI akan bentuk Dewan Etik ciptakan industri film yang sehat

Ketua Umum Badan Perfilman Indonesia (BPI) Gunawan Paggaru akan membentuk Dewan Etik, termasuk kode etik di dalamnya. Salah satu tujuannya adalah untuk menciptakan ruang aman bagi pekerja film.

"Salah satu mandat dari peserta kongres yang ada di AD/ART BPI itu mengamanatkan kepengurusan periode saya harus membentuk Dewan Etik. Jadi, di periode kepengurusan saya nanti ada Dewan Etik yang mengurus hal-hal yang seperti itu (pelecehan seksual) karena itu juga persoalan etika dan moral," kata Gunawan pada Kamis (21 April), dilansir dari ANTARA.

Kongres BPI yang diadakan pada Maret telah menetapkan Gunawan Paggaru sebagai ketua umum BPI periode 2022-2026. Kongres BPI juga menetapkan anggota Dewan Pengawas, antara lain Agung Sentausa, Putut Widjanarko, Derry Drajat, Gerzon R. Ayawaila, dan Alex Sihar.

Gunawan bersama BPI tengah menyusun pembentukan Dewan Etik dan akan menyusun kode etik bersama seluruh pemangku kepentingan yang nantinya ditetapkan oleh pengurus serta Dewan Pengawas BPI.

Kode etik akan digunakan sebagai pedoman untuk memutuskan pelanggaran-pelanggaran etika yang terjadi antar-asosiasi profesi film. 

Meskipun, beberapa asosiasi telah memiliki kode etik, kode etik tersebut hanya dapat melayani persoalan di internal masing-masing asosiasi. Menurut Gunawan, kehadiran kode etik menjadi penting dalam skala BPI yang menaungi sekitar 62 asosiasi film. Terlebih lagi, para pekerja film selalu bekerja secara lintas-asosiasi.

"Misalnya, asosiasi Karyawan Film dan Televisi (KFT). Dia hanya bisa menyelesaikan persoalan internal. Tetapi bagaimana kalau ada pelanggaran etika tentang hubungannya dengan pemain (aktor) yang punya asosiasi sendiri. Nah, ini menjadi hambatan kalau ada pelanggaran etik antar-asosiasi," kata Gunawan.

BPI juga tengah mendorong pemerintah agar melahirkan peraturan menteri, khususnya dari Menteri Ketenagakerjaan, yang dapat mengatur hubungan industrial yang mencakup pengaturan jam kerja hingga jaminan sosial.

"Sekarang kami sedang giat-giatnya mendorong bagaimana jam kerja itu jangan betul-betul 24 jam. Meskipun di dalam realita pekerjaan film kadang mau tidak mau harus bekerja 24 jam, itu harus diakumulasi di dalam satu minggu sehingga tetap ada waktu istirahat. Itu yang coba kami dorong," kata Gunawan.

Dengan adanya peraturan menteri, Gunawan mengatakan bahwa hubungan antara pemberi dan penerima kerja di dalam industri film Indonesia dapat lebih sehat.