Wacana belanja online di atas Rp5 juta menggunakan meterai Rp10 ribu
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan berencana menarik bea meterai Rp10.000 untuk dokumen elektronik berupa Terms and Conditions (T&C) pada transaksi di platform digital, termasuk e-commerce dengan nilai di atas Rp5 juta.
Rupanya, rencana pengenaan bea meterai untuk T&C e-commerce ini diatur pada Pasal 3 ayat (2) huruf G UU Bea Meterai. Pasal tersebut menyatakan bahwa dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai lebih dari Rp5 juta, baik penerimaan uang atau pengakuan utang, dikenakan bea meterai.
Melansir Katadata (13/6), Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA), Bima Laga menjelaskan, T&C adalah salah satu bagian layanan yang melekat pada seluruh platform. Fungsinya menjelaskan hak dan tanggung jawab dari seluruh pihak yang mengakses layanan digital.
Menurut Bima, rencana pemerintah mengenakan bea meterai justru akan menciptakan hambatan kepada proses digitalisasi yang sedang berjalan. Sebab, pengenaan bea meterai Rp10.000 akan memberatkan pengguna, baik pembeli maupun penjual.
"Padahal mereka belum transaksi. Apalagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), laku saja belum, tapi sudah harus bayar meterai," terang Bima.
Bima juga menjelaskan, kebijakan ini tidak sejalan dengan program pemerintah yang menargetkan 30 juta UMKM berjualan online atau go-digital pada 2024.
Maka itu, idEA pun merekomendasikan agar pemerintah memberikan pengecualian khusus bahwa T&C tidak menjadi objek bea meterai. Sebab, dampaknya dinilai cukup signifikan dalam menghambat digitalisasi.
Di sisi lain, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu berpendapat pengenaan bea meterai ini hal wajar karena ada minimum transaksi, yakni di atas Rp5 juta. Menurutnya, hal ini tak akan mengganggu ekosistem ekonomi digital.
Hingga kini, Direktorat Jenderal Pajak bersama idEA pun masih terus berdiskusi untuk menentukan mekanisme pemeteraian atas T&C tersebut.