TFR

View Original

Telah dibuka, pameran Seventh BaCAA sajikan karya terkini seni kontemporer Indonesia

Jika kamu suka menikmati karya seni bersamaan dengan udara sejuknya Kota Kembang, maka datanglah ke pameran Bandung Contemporary Art Awards ketujuh (Seventh BaCAA). Pameran yang dibuka untuk publik ini ada hingga 18 September di Lawangwangi Creative Space, Bandung.

Pasalnya, itu adalah pameran 15 finalis terpilih Seventh BaCAA, termasuk tiga pemenang yang telah mengalahkan ratusan pendaftar. Tiga seniman yang dinobatkan sebagai pemenang BaCAA ialah Victoria Kosasie dari Bali, Patriot Mukmin dari Bandung, dan Perempuan Pengkaji Seni dari Surabaya.

Selain pameran, ketiganya mendapat hadiah yang berbeda satu sama lain, mulai dari uang tunai Rp100 juta, residensi seni di Intermondes, la Rochelle, Perancis, hingga art trip ke pusat seni rupa internasional. 

Lantas, apa karya yang membuat mereka bisa menang? 

Nah, kamu bisa melihat karya Patriot Mukmin yang membahas kondisi psikis masyarakat secara umum pada masa pandemi sangat dipengaruhi oleh peredaran informasi, termasuk melalui media sosial. 

Sedangkan, Perempuan Pengkaji Seni sajikan penampilan yang memancing diskusi tentang buruh garmen yang kebanyakan adalah perempuan.  Selanjutnya, Victoria Kosasie sajikan performance art berisi petatah-petitih keharusan dan larangan bagi seorang perempuan, terutama dalam budaya Jawa. 

Meski dua pemenang adalah perempuan, sayangnya jumlah perempuan perupa jauh kalah jauh dari laki-laki yang mendaftar, sehingga para juri mengharapkan peningkatan jumlah perempuan perupa dalam seni kontemporer. Namun, karya perempuan perupa dalam Seventh BaCAA tampak begitu kuat.

Selain Victoria Kosasie dan Perempuan Pengkaji Seni yang menampilkan performance art, pada salah satu sudut ruang pamer di pembukaan, tampak pula Fransisca Retno yang tengah tampil. 

Fransisca Retno memparodikan gaya kuliner warganet yang kadang dilakukan untuk menunjukkan status sosial, lewat review makanan. Sedangkan, finalis perempuan lain, Kartika Oktorina mengadaptasi tentang kemutakhiran teknologi. Hal yang dilakukan Kartika pun selaras dengan Aditya DP dan Amajid Sinar.

Selain itu, ada pula bahasan tentang fenomena kabar bodong atau hoaks diangkat Arief Budiman dan sentilan tentang tabiat manusia hari ini oleh Muhammad Sabiq, yang dapat kita saksikan. 

Tidak ketinggalan, ada pula yang bercerita tentang pengalamannya sebagai seorang penyintas pengungsian perang dari Afghanistan, dua perupa lainnya berbicara tentang sosok ibu, sedangkan kita juga dapat menemukan karya yang membagikan pandangan perupa terhadap wabah COVID-19.

Rupanya, setiap penyelenggaraannya, BaCAA dibantu sederet dewan juri yang merupakan praktisi di bidang kesenian. Dewan juri tahun ini adalah perupa berpengaruh FX Harsono, direktur art fair Tom Tandio, direktur Museum MACAN Aaron Seeto, serta kolektor seni Evelyn Halim dan Wiyu Wahono. 

Sejak 2010, Artsociates telah menginisiasi BaCAA yang menjadi ajang penghargaan karya seni kontemporer perupa muda Indonesia. Menurut Wiyu Wahono, kolektor ternama asal Jakarta yang telah menjadi dewan juri sejak BaCAA dibuat, ajang ini menjadi tolak ukur pencapaian seni kontemporer terbaik di Indonesia. Bahkan Ia menambahkan, mungkin BaCAA menjadi yang terbaik di Asia Tenggara.

Menanggapi perkembangan karya dan seniman dari BaCAA, “Para juri sangat terkesan dengan kualitas dan keragaman dari karya para seniman Indonesia yang terdaftar, yang menyuarakan beragam suara baru. Kami menyadari bagaimana para seniman mengeksplorasi pengalaman mereka selama pandemi lewat penampilan serta format-format tampilan karya yang baru,” pungkas Aaron Seeto.