TFR

View Original

Demi bikin konten untuk bisnis, Sonia Basil keluar dari zona nyaman

Jika melihat media sosial sosok Sonia Basil, boleh jadi kamu menemukan konten-konten bersifat storytelling. Rupanya, pembuat kue sekaligus pendiri toko kue Cakeology dan Keku itu telah melewati banyak eksperimen hingga menemukan jenis konten yang sesuai dengan bisnis dan dirinya.

“Aku coba berbagai macam konten kayak transition, terus konten tutorial gitu. Sampai aku nemu pattern di mana ketika kita masuk social media platform yang khusus video, people tend to mencari video yang sifatnya entertainment atau educational gitu. Jadi, mereka pengen kayak ketika nonton video, mereka bisa belajar dan bawaannya tuh gak terlalu berat. Intinya, tetap sesuatu yang ringan sifatnya,” kata Sonia.

Saat berbincang dengan TFR dan Google belum lama ini, Sonia pun bilang, “Dari situ, aku juga belajar dari kreator lain. Aku tuh pernah lihat satu video yang sebenernya sama-sama tentang kue juga oleh kreator luar. Kebetulan, aku tau creator ini dari YouTube Shorts karena emang suka nontonin.”

“Dia juga kasih lihat proses bikin kue dari awal sampai akhir, tapi bukan tutorial. Dia lebih storytelling, ceritain proses behind kuenya. Menurut aku, itu menarik banget karena aku sebagai tukang kue, bisa sambil belajar dan pas liat proses pembuatan kue sampai akhir dan juga satisfying,” tambahnya.

Dari sana, Sonia terinspirasi untuk tak hanya membuat konten yang sifatnya menghibur tapi juga mengedukasi. Katanya, “Setiap konten, harus gak cuman cerita, tapi selalu ada pembelajaran yang aku dapetin dari kue yang satu ini dan itu yang aku pengen share ke teman-teman di luar sana.”

Rupanya, ketika pertama kali membuat konten storytelling, Sonia tak langsung menggunakan voice over. Sebagai seorang introvert, ia lebih memilih pakai teks untuk menceritakan proses pembuatan kuenya. 

Cuman pas aku memposisikan diri sebagai audiens, it’s a bit merepotkan. Kita pengin ikutin ceritanya, tapi kita gak bisa cuman nonton karena kita perlu nge-pause terus menerus untuk baca teksnya,” akunya.

Belajar dari sana, Sonia tahu tiap konten ada lebih dan kurangnya. Akhirnya, Sonia berusaha untuk keluar dari zona nyamannya dan pelan-pelan mulai menggunakan voice offer, bukan lagi voice effect.

“Lama-lama aku ngerasa kayak kalau kita enggak pede sama diri kita sendiri atau sama apa yang kita buat, kita gak bisa expect orang lain untuk menghargai konten kita. Karena kita sama konten sendiri aja gak pede gitu, apalagi orang lain yang bisa ngerasain energy dari kontennya,” ungkap Sonia.

Sonia pun lebih percaya diri dan melakukan voice over dengan suara sendiri. Lebih lanjut, ia pun semakin berani dengan tantangan baru untuk terus belajar dan membagikan pengalamannya dengan audiens.

“Aku mulai berani terima konten-konten yang challenging, seperti yang kemaren viral banget itu, yang bening kuenya. Karena menurutku, di luar sana banyak replika kue yang ditutup fondant, tapi orang gak pernah bikin sesuatu yang bening. Jadi, ini sesuatu yang baru dan gak ada salahnya untuk coba terima dan mikir gimana caranya creating kue yang satu ini,” terang Sonia dengan antusias.

Pasalnya, Sonia enggak menyangka kontennya bakal pecah. Dirinya hanya ingin berbagi proses pembuatan kue, mulai dari masalah, pelajaran yang dipetik, hingga solusi yang akhirnya diambil.

Walaupun telah memperoleh 453 ribu pengikut di YouTube dan salah satu videonya di YouTube Shorts pun tembus lebih dari 2 juta kali ditonton, Sonia bilang tak semua kontennya selalu viral atau mendapatkan antusiasme yang sangat banyak dari audiens dan menurutnya itu adalah hal yang wajar.

“Namanya algorithm itu pasti naik dan turun, tapi menurut aku it’s okay karena gak ada sesuatu yang selalu naik terus,” pungkas Sonia.