Dianggap membahayakan, importir pakaian bekas terancam penjara dan denda Rp5 M
Belakangan jual-beli pakaian bekas atau yang kerap disebut dengan thrifting semakin marak di Indonesia. Namun, ternyata hal ini mengkhawatirkan dan dianggap membahayakan.
Pasalnya, kekhawatiran ini pun telah diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo yang menyebut peredaran pakaian bekas mengganggu industri tekstil domestik dan harus dihentikan.
Bahkan, melansir CNN Indonesia (17/3), pemerintah tengah mengusut dan mencari tahu siapa pelaku importir yang menjual pakaian-pakaian bekas tersebut ke Indonesia.
Tidak hanya itu, para importir tersebut juga terancam mendapat hukuman pidana maksimal lima tahun penjara dan dikenakan denda uang sebesar Rp5 miliar.
Rupanya, sanksi tersebut telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Bahkan, dalam Pasal 47 diatur bahwa barang yang dibawa importir harus baru.
Baca juga: Kebangkitan dan kejatuhan pasar barang mewah bekas
Bukan penjual yang dihukum, tetapi importir
Melansir sumber yang sama, Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba berharap bukan penjual baju bekas yang dihukum, tetapi importirnya.
“Kita ingin biang keroknya, importirnya (dikenakan sanksi). Kalau UKM-nya ini kan kecil, tapi tolong diingatkan,” kata Hanung dalam sebuah diskusi tentang thrifting pada Kamis (16/3).
Pasalnya, melansir Kontan (16/3), produk tekstil bekas telah membanjiri pasar Indonesia sejak tahun lalu dan sebagian besar berasal dari Eropa, Amerika Serikat, hingga Australia.
Tak bisa dimungkiri, hal tersebut berdampak pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) domestik, baik dari hilir maupun hulu. Terutama bagi pengusaha yang tak punya modal sebesar korporasi.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartika Sastraatmaja juga mengungkapkan sudah banyak pebisnis yang mengeluhkan hal ini kepadanya, apalagi sebentar lagi momen lebaran.
Baca juga: Thrifting: Pedang bermata dua dalam isu lingkungan
Pedagang pakaian beralih jadi reseller pakaian bekas
Tren impor pakaian bekas ini dinilai API sangat merugikan industri TPT. Apalagi industri ini masih berusaha untuk pulih dari pandemi COVID-19 dan ancaman PHK terus menghantui.
Sedihnya, “Karena volume impornya besar, ada beberapa pedagang pakaian jadi yang malah beralih menjadi reseller pakaian impor bekas,” ungkap Wakil Ketua API Ian Syarif kepada Kontan.
Pasalnya, bukan tanpa alasan produk TPT bekas impor masih ada peminatnya. Salah satunya ialah pakaian-pakaian tersebut dijual dengan harga yang murah.
Nah ternyata, harganya bisa murah karena umumnya itu merupakan produk yang tidak layak digunakan sehingga dijual kembali oleh pemiliknya.
Selain itu, ada juga modus impor pakaian bekas yang kedok awalnya berupa pengumpulan atau donasi pakaian ke organisasi sosial nirlaba
Namun, kenyataannya pakaian-pakaian tersebut malah dijual ke negara lain. Bahkan, hal ini tidak berlaku hanya pada pakaian karena belum lama ini sepatu daur ulang dari Singapura dijual di Indonesia.