Feng shui: Desain berbasis nilai pada abad ke-21
Ditulis oleh Siti Fatimah Ayuningdyah | Read in English
Kita sekarang memasuki era Industri 4.0, tetapi seberapa sering kita masih melihat tombol '3A' alih-alih tombol '4' di lift? Atau bagaimana rumah di ujung pertigaan (atau 'tusuk sate' dalam bahasa Indonesia) jauh lebih sulit untuk dijual?
Se-modern apa pun kita, nilai dan kepercayaan masih memainkan peran utama dalam bagaimana kita membangun dan merancang rumah kita.
Feng shui biasanya adalah hal pertama yang terlintas dalam pikiran ketika kita berbicara tentang desain berbasis nilai. Feng shui adalah seni Cina kuno dalam menata bangunan, benda, dan ruang dalam suatu lingkungan untuk mencapai keselarasan dan keseimbangan dengan cara yang akan membawa kedamaian dan kemakmuran.
Cina mungkin tempat asalnya, tetapi aplikasi feng shui telah menyebar ke negara-negara, bahkan benua lain. Misalnya, Museum Louvre di Paris dirancang dengan prinsip dasar feng shui oleh arsitek Cina-Amerika I.M. Pei.
Prinsip-prinsip penting feng shui termasuk posisi memerintah, bagua, dan lima elemen. Posisi memerintah adalah tempat di sebuah ruangan yang terjauh dari pintu dan tidak sejajar langsung dengannya – atau diagonal ke pintu. Di posisi itulah kita ingin menghabiskan sebagian besar waktu kita ketika kita berada di ruangan tersebut. Setelah posisi dominan terbentuk, kita dapat menempatkan tempat tidur, meja kerja, atau kompor secara diagonal jika memungkinkan.
Masing-masing dari ketiganya mewakili bagian penting dari hidup kita; tempat tidur melambangkan kita sebagai pribadi, meja adalah perpanjangan karir kita, dan kompor melambangkan kekayaan dan makanan.
Selanjutnya, ada peta bagua. Kata 'bagua' berarti 'delapan area'; delapan bidang ini berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan seseorang, seperti keluarga, kekayaan, kesehatan, orang-orang yang dapat membantu kita, anak-anak, pengetahuan, kemitraan, ketenaran, dan karier. Masing-masing area ini memiliki bentuk, warna, musim, jumlah, dan elemen duniawi yang sesuai. Ada beberapa aliran pemikiran feng shui, dan meskipun semuanya menggunakan bagua, mereka menggunakannya dengan cara yang berbeda.
Terakhir, ada lima elemen: tanah, logam, air, kayu, dan api. Unsur-unsur itu adalah lima fase yang saling terkait dalam kehidupan yang bekerja sama untuk menciptakan sistem yang lengkap. Biasanya, praktik feng shui bekerja untuk menyeimbangkan lima aspek ini di rumah dan setiap area kehidupan atau bagua.
Sebelum memasukkan unsur-unsur ini, kita harus memilih aspek kehidupan yang ingin ditingkatkan. Kemudian, kita dapat memperkuat energi kita dan energi rumah dengan menambahkan warna atau bentuk yang disarankan di ruangan itu.
Kembali ke Museum Louvre. Bangunan ini memiliki struktur piramidal, yang dianggap sebagai struktur api klasik dalam feng shui, sementara dasarnya datar dan persegi, mewakili unsur bumi. Kombinasi tersebut mendorong semangat melalui elemen api untuk mendorong kebutuhan seni untuk terus berkembang, sementara elemen tanah membantu membumikan tempat itu.
TFR mewawancarai Maryati Gunawan, seorang konsultan feng shui, dan dia menjelaskan manfaat feng shui dalam kehidupan sehari-hari.
“Feng shui menyeimbangkan energi sebuah rumah, yang membuat kehidupan orang-orang yang tinggal di rumah itu harmonis. Misalnya, mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang baik, menjaga kesehatan, hubungan keluarga yang baik, dan lain-lain,” ungkapnya.
Dia kemudian menjelaskan apa yang harus dipertimbangkan ketika merancang atau membangun rumah, “Semua orang termasuk dalam salah satu dari dua kelompok ini: timur atau barat. Rumah yang cocok untuk setiap individu tergantung pada kelompok mana mereka berasal. Kita juga perlu mengamati energi di sekitar rumah. Energi negatif yang mengelilingi sebuah rumah dapat sangat memengaruhi kehidupan seseorang.”
TFR juga berbincang dengan Ayu Ageng Annisaa, desainer utama Estetik Galeri, sebuah perusahaan kontraktor dan desain interior, yang menemukan bahwa nilai-nilai masih relevan dengan proyek-proyek yang dia kerjakan, baik itu feng shui atau kepercayaan lain.
Banyak kliennya memiliki nilai yang memengaruhi permintaan desain mereka. Dia mengatakan bahwa beberapa prinsip feng shui sebenarnya selaras dengan apa yang dianggap sebagai prinsip desain yang baik.
“Beberapa prinsip feng shui telah terbukti secara ilmiah dapat diterapkan pada desain. Misalnya, berdasarkan feng shui, pintu depan dan belakang tidak boleh saling berhadapan, karena bisa jadi menandakan keberuntungan yang datang dengan mudah bisa juga mudah pergi. Oleh karena itu, pintu harus ditempatkan secara diagonal. Secara teoritis, penempatan pintu secara diagonal memang bagus untuk sirkulasi udara.”
Feng shui bukan satu-satunya prinsip panduan berbasis nilai dalam arsitektur dan desain, dan Indonesia khususnya memiliki beberapa prinsip, mengingat negara ini adalah rumah dari beragam etnis. Misalnya, rumah tradisional Bali menampilkan desain yang unik dengan bagian-bagian rumah yang dibangun secara terpisah satu sama lain, dan setiap bagian memiliki fungsi dan makna filosofis tersendiri.
Rumah adat Bali pasti memiliki dinding atau pagar sebagai pemisah. Hal ini dikarenakan masyarakat Bali percaya bahwa pagar dapat melindungi mereka dari roh jahat. Pagar tidak dibangun terlalu tinggi, yang dapat menghalangi pandangan, tapi tetap menawarkan privasi.
Mengingat Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, ajaran Islam juga memengaruhi cara masyarakat menyikapi arsitektur dan desain. Misalnya, ada anggapan bahwa dilarang menghadap kiblat – arah Ka’bah – tempat umat Islam menghadap saat shalat, saat buang air besar atau kecil di tempat terbuka.
Meski kepercayaan yang diterima secara luas adalah diperbolehkan jika ada dinding atau perisai antara diri sendiri dan kiblat, banyak Muslim masih memilih untuk berhati-hati dan menghindari membangun toilet yang menghadap kiblat ketika mendesain rumah mereka.
Kemudian, ada berbagai kepercayaan populer di Indonesia yang tidak diketahui asal usulnya, misalnya kepercayaan bahwa sebidang tanah berbentuk botol dengan area depan yang lebih besar lalu mengecil di belakang akan membawa kemalangan bagi penghuninya. Sebaliknya, tanah dengan bentuk lebih kecil di depan lalu membesar di bagian belakang akan menarik keberuntungan bagi penghuninya.
Tampaknya desain berbasis nilai masih memiliki tempat di dunia modern, dan industri dengan senang hati mematuhinya. “Sebagai profesional, kami menghormati nilai-nilai yang dianut orang lain, selama itu sesuai dengan teori yang kami pelajari. Kami akan beradaptasi. Sekali lagi, klien yang memiliki uang, dan mereka adalah pengguna, jadi semua yang kami lakukan harus mengakomodasi mereka,” tutup Ayu Ageng.