Beyond Batik: Menjelajahi keragaman kain tradisional Indonesia
Ditulis oleh Ilman Ramadhanu | Read in English
Indonesia merupakan sebuah lumbung budaya penuh dengan tradisi-tradisi yang ceritanya tersimpul di dalam benang kain-kain tradisionalnya. Ada lebih dari lima puluh jenis kain tradisional yang berasal dari Indonesia, masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Namun, beberapa kain terkesan lebih populer daripada lainnya.
Contohnya adalah batik, kain tradisional Indonesia yang dapat dikatakan paling sering dikenakan oleh masyarakat kita. Sering dibilang bahwa batik merupakan wajah mode Indonesia, namun faktanya, banyak kain tradisional Indonesia lainnya yang sama indahnya dan juga memiliki kisah-kisah unik yang layak diceritakan.
Songket
Songket adalah kain tenunan tangan mewah yang memiliki paduan kilau benang emas atau perak. Nama songket pun terinspirasi dari benang-benang yang memiliki efek gemerlap tersebut.
Kata songket berasal dari kata Melayu, sungkit, yang berarti “mengait”, yang mengacu pada bagian terpenting dalam proses pembuatan songket, yaitu proses pengaitan benang sutra atau katun, yang merupakan bahan utama songket, dengan benang emas atau perak. Tidak jarang benang-benang emas yang digunakan mengandung emas asli, yang menambah nilai moneter kain songket.
Benang-benang metalik itu ditenun mengikuti motif-motif rumit yang biasanya berbentuk bunga dan hewan atau bentuk-bentuk geometri yang simetris. Setiap motif memiliki makna filosofis tersendiri, tergantung dari mana asal songket tersebut. Misalnya, motif nago besaung yang berasal dari Palembang.
Motif ini terdiri dari campuran ragam kelopak bunga dan naga yang dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai perlambangan dari spiritual, kebaikan, perlindungan, kemakmuran, serta kebijaksanaan.
Palembang dan daerah sekitar lainnya di Sumatera Selatan dikenal erat dengan produksi kain songket. Hal ini berdasarkan temuan penggunaan kain songket di daerah tersebut yang tercatat sudah dilakukan sejak abad ke-9, tepatnya pada masa kerajaan sriwijaya. Namun, daerah-daerah lain di Indonesia seperti Bali, Lombok, dan Makassar juga memiliki kain songket khas mereka tersendiri.
Ulos
Bagi masyarakat Batak di Sumatera Utara, ulos memiliki kegunaan yang menyeluruh pada kehidupan sehari-hari. Fungsinya beragam, mulai dari simbol status sosial dan cara pengungkapan rasa terima kasih, kasih sayang, ataupun duka cita, hingga fungsi-fungsi biasa seperti untuk menggendong bayi.
Terdapat berbagai macam kain ulos, seperti ulos ragi hotang, ulos ragi hidup, ulos sibolang, dan ulos pinuncaan. Masing-masing memiliki makna tersendiri dan waktu kegunaan yang berbeda. Misalnya, ulos ragi hotang, yaitu kain ulos dengan motif kotak yang dilengkapi dengan motif tribal dengan tepi-tepi kain yang terjumbai.
Kain ini sering digunakan pada acara pernikahan dan untuk hadiah bagi pengantin. Kain ulos dengan motif tersebut dianggap sebagai perlambangan cinta dan harapan bagi pasangan tersebut agar memiliki pernikahan yang langgeng.
Pembuatan kain ulos terdiri dari proses produksi yang dapat memakan waktu hingga berbulan-bulan. Kain ini biasanya dibuat menggunakan bahan katun yang dipintal menjadi benang menggunakan sebuah alat yang bernama sorha. Benang tersebut kemudian diwarnai dengan menggunakan pewarna alami, misalnya kunyit yang digunakan sebagai pewarna kuning.
Warna-warna gelap seperti hitam dibuat dengan mencampurkan tanaman mengkudu dan nila. Benang yang sudah diwarnai kemudian ditenun menggunakan mesin tenun manual dan tradisional.
Endek
Gambaran masa lalu dan masa depan ditenun dengan indah ke dalam kain tradisional asal Bali ini, yang dikenal dengan nama endek. Penggunaan kain ini pada zaman dahulu terbatas hanya pada upacara keagamaan, namun sekarang kain ini menjelma sebagai pakaian sehari-hari yang modern dan dengan sempurna melambangkan identitas budaya masyarakat Bali.
Keberadaan kain endek dapat ditelusuri sejak masa pemerintahan Dalem Baturenggong pada abad ke-16. Pada masa itu, endek digunakan dalam berbagai ritual keagamaan. Namun, sejak 1980-an, kain tersebut dimodernisasi dan dijadikan pakaian sehari-hari atau tanda mata untuk memenuhi permintaan industri wisata.
Walaupun demikian, masyarakat Bali masih menjaga kesucian kain ini. Motif-motif endek biasanya menentukan fungsi dan pada acara apa kain tersebut dapat dikenakan. Contohnya, kain endek dengan motif patra dan encak saji yang masih digunakan khusus untuk ritual agama. Motif-motif lain, yang biasanya terinspirasi dari alam dan mitologi Bali, dibentuk menjadi kemeja modern.
Endek terus diterjunkan ke dalam dunia mode modern tidak hanya pada kancah lokal, tetapi juga internasional, ketika kain ini diubah menjadi mantel-mantel gemulai, gaun-gaun maxi, dan tas mewah oleh Maria Grazia Chiuri untuk rumah mode asal Perancis, Dior, dalam koleksi musim semi dan musim panas 2021 mereka.
Tais
Bagi masyarakat Kepulauan Tanimbar, Maluku bagian selatan, tenun merupakan suatu bentuk seni yang sering disamakan sebagai suatu keahlian bertahan hidup yang diturunkan oleh seorang ibu kepada putrinya. Pertama kali diperkenalkan ke masyarakat setempat pada abad ke-3, kegiatan menenun telah digunakan oleh kaum perempuan di Tanimbar untuk membuat kain yang disebut tais.
Sama halnya dengan kain-kain tradisional Indonesia lainnya, tais seringkali digunakan pada saat upacara adat atau acara-acara formal lainnya, seperti pernikahan, kelahiran, atau pemakaman. Setiap motif pada kain ini juga memiliki makna masing-masing, seperti simbol status.
Sebagai contoh, tais matin, yaitu kain bermotif mata manusia, khusus digunakan untuk membungkus jenazah. Sementara, motif yang menggambarkan kekayaan atau kekuasaan seperti tais susui (motif rumah atau menara), tais lelesroi (campuran motif mata dan tombak), dan tais marin (motif ikan sebagai perlambangan kekayaan biota laut di Maluku) dikenakan khusus oleh kalangan bangsawan.
Terfo
Terfo adalah kain tenun yang berasal dari Sobey, Papua, yang cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun pada garis keturunan perempuan Sobey.
Karakteristik kain terfo yang paling menonjol adalah garis-garis vertikal berwarna putih, kuning, hitam, biru, dan putih yang menghiasi kain tersebut serta tepi-tepinya yang berjumbai. Kain terfo sering digunakan sebagai selendang, handuk, atau rok pada upacara adat tertentu.
Sasirangan
Dikenal dengan corak garis-garis vertikal dan warna-warnanya yang cerah, kain sasirangan merupakan kain tradisional asal Banjar, Kalimantan Selatan, yang dulu sempat dipercaya memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Ketika masih dipercaya dapat menyembuhkan penyakit, warna kain sasirangan adalah suatu penentu atas penyakit apa yang dapat disembuhkan dengan kain ini. Misalnya kain sasirangan berwarna kuning dipercaya dapat menyembuhkan penyakit kuning. Warna merah dipercaya dapat menyembuhkan sakit kepala atau insomnia, hijau dipercaya dapat menyembuhkan stroke serta kelumpuhan, hitam untuk demam, ungu untuk sakit perut, dan coklat untuk penyakit-penyakit mental.
Tidak ada penjelasan khusus mengapa mitos itu ada, namun terdapat satu teori yang menjelaskan bahwa kepercayaan ini muncul karena sebelum dikenal dengan sasirangan, kain ini dikenal dengan nama langgundi, yaitu kain tenun berwarna kuning yang pada masa lalu sering digunakan dalam praktik medis alternatif. Kemudian, warna kuning secara khusus digunakan karena dipercaya memiliki kekuatan untuk mengusir roh jahat.
Nama sasirangan berasal dari kata dalam bahasa Banjar, sirang, yang berarti jelujur atau suatu teknik menjahit lurus yang meninggalkan jahitan sementara. Dalam pembuatannya, sepotong kain katun biasanya dijahit dengan teknik jahit jelujur yang mengikuti pola tertentu sebelum diikat dan dicelupkan ke dalam pewarna alami. Selanjutnya, jahitan jelujur tersebut dilepas dan akan meninggalkan kain dengan motif yang diinginkan.
Lipa saqbe mandar
Berasal dari Mandar, Sulawesi Barat, lipa saqbe mandar merupakan kain tenun berbahan sutra yang terkenal dengan motif kotak-kotaknya yang penuh warna. Kain ini juga sering dihiasi dengan motif-motif tertentu, seperti motif bunga atau binatang. Penempatan motif-motif tersebut biasanya menentukan status sosial dan status ekonomi seseorang.
Motif kotak-kotak yang dapat ditemukan di hampir seluruh kain lipa saqbe mandar pun memiliki arti khusus yang mencerminkan kehidupan masyarakat Mandar. Motif tersebut dimaksudkan sebagai suatu perlambangan dari aturan hukum yang tegas dalam kehidupan mereka. Bahkan tiap garis vertikal dan horizontal pada kain ini memiliki interpretasi yang berbeda. Garis vertikal melambangkan hubungan antara pemimpin dengan masyarakat, dan garis horizontal melambangkan hubungan antara satu orang dengan lainnya.
Pembuatan lipa saqbe mandar masih menggunakan proses tradisional yang bisa memakan waktu berbulan-bulan. Pembuatannya dimulai dari proses ma’unnus, yaitu pengambilan bahan sutra dari kepompong, diikuti pewarnaan dalam proses yang disebut macingga. Setelah diwarnai, benang sutra tersebut akan menjalani proses persiapan tertentu sebelum masuk ke proses manette atau proses tenun.