Drama audio jadi tren terkini Korsel, tawarkan lebih banyak ruang untuk berimajinasi

Ketika drama Korea (drakor) sepenuhnya disajikan dalam format audio lewat permainan intonasi, napas, dan suara dramatis, maka pendengar pun dapat mengimajinasikan visual yang diinginkannya sendiri.

Ternyata, format audio itu sebenarnya telah mendunia selama satu dekade terakhir. Salah dua platform yang berkontribusi membuat format tersebut populer antara lain Spotify dan BBC radio channels.

Akan tetapi, menariknya menurut laporan The Korea Herald (14/11), ternyata drama audio makin hari semakin populer dan menjadi format paling trendy yang dilirik industri hiburan Korea Selatan (Korsel). 

Betapa tidak, mulai dari sutradara film “Friend” (2001) Kwak Kyung-taek yang merilis audio drama di Naver VIBE pada 26 September kemarin. Langkah tersebut pun dilanjutkan dengan audio film “Reverse” yang dibintangi Lee Sun-bin, Lee Jun-hyuk, dan Dasom yang akan rilis Jumat (18/11) ini. 

Tidak hanya itu, layanan e-book terkemuka Korsel Millie's Library bahkan telah meluncurkan tiga audio drama, yang terbaru adalah “Welcome to the Hyuman-dong Bookshop” pada 6 Oktober lalu. Selain itu, Kakao Page milik Kakao Corp. juga telah merilis sederet audio drama sejak 2020.

Pasalnya, industri audiobooks di Korsel menunjukan proyeksi yang menjanjikan. Berdasarkan laporan Statista, pada 2019 telah audiobooks menghasilkan ₩25,6 miliar dan diperkirakan mencapai ₩111 miliar pada 2024 mendatang. 

Namun, berbeda dengan audiobooks dan bentuk narasi audio yang pernah ada sebelumnya, drama audio berfokus pada emosi, “Fokusnya ke drama lewat permainan peran yang menyoroti penyampaian emosional,” ujar Kwon Boh-youn, profesor Dongguk University (7/11), dikutip dari The Korea Herald.

Drama audio itu pun umumnya berisi 10 episode berdurasi 10-14 menit saja. Dibanding berfokus pada permainan visual, format itu memaksimalkan musik dan efek suara untuk membawa pengalaman terbaik bagi pendengarnya.

Nilai jual utama drama audio adalah kemampuannya memberi ruang lebih bagi pendengar untuk membangun visual cerita dari imajinasinya sendiri. Lebih lanjut, drama audio lebih mudah diakses dan bisa dinikmati sembari multitasking.

Menurut kritikus budaya Korsel Lee Yung-hee, format itu juga mampu menarik pendengar dari segala umur, tak hanya mereka yang berusia 20 hingga 30-an.

Di sisi lain, drama audio menurut Lee dapat memaksimalkan perkembangan teknologi. Seperti penggunaan suara berbasis Artificial Intelligence (AI) yang digunakan delapan dari 19 pengisi suara drama audio “Welcome to the Hyuman-dong Bookshop” Millie's Library. 

Industry, TechHaiza PuttiComment