DPR resmikan RKUHP, yang terdampak tak hanya individu tapi juga industri
Meski tuai kritik masyarakat akibat sejumlah pasal kontroversial, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Selasa (6/12) pagi, telah resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang.
“Kita patut berbangga karena berhasil memiliki KUHP sendiri, bukan buatan negara lain,” ujar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly, lewat keterangannya (6/12), dikutip dari detiknews.
Pasalnya, KUHP merupakan aturan yang pertama dibuat pemerintah Hindia Belanda pada 1918, pada era kolonial. Menurut Yasonna, KUHP buatan Indonesia yang disahkan dalam Sidang Paripurna DPR RI Ke-11 pagi ini, “sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia.”
Meski Yasonna mengklaim KUHP yang telah disahkan relevan dengan kondisi Tanah Air hari ini, banyak pasal di dalamnya yang dianggap kontroversial. Setidaknya ada 14 pasal yang menjadi sorotan publik, lantaran dianggap mengancam kebebasan berpendapat, berekspresi, hingga mencampuri ranah pribadi.
Berikut adalah pasal kontroversial yang disoroti, lantaran dapat dengan mudah memidana pelaku industri kreatif hingga praktik-praktik jurnalistik;
Kritik terhadap pemerintah dan presiden;
Pasal 218 RKUHP disampaikan adanya ancaman hukum penjara selama tiga tahun. Dijelaskan bahwa siapa pun yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden dapat dibui.
Pada butir pasal lainnya, yakni Pasal 349 dikatakan bahwa setiap orang yang secara lisan atau tulisan, “menghina kekuasaan umum atau lembaga negara,” dapat dipidana hingga 1,5 tahun penjara. Lebih lanjut, Pasal 350 RKUHP menyebut bahwa penghinaan yang dilakukan terhadap DPR, DPRD, Kejaksaan, hingga aparat kepolisian melalui media sosial dapat membuat pidana diperberat hingga 2 tahun.
Menyebarkan ‘berita bohong’, tanpa parameter ‘bohong’ yang jelas;
Dalam pasal 263 dan 264, disebutkan bahwa siapa pun yang menyebarkan, “berita bohong dan mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat”, dapat dipidana dengan durasi paling panjang selama enam tahun. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengungkap bahwa pasal ini dapat mengancam praktik jurnalistik.
Corat-coret dinding alias vandalisme;
Tindakan mencoret-coret dinding atau vandalisme diatur dalam Pasal 331 RKUHP, dan dikategorikan sebagai bentuk kenakalan yang dapat dipidana denda kategori II atau maksimal sebanyak Rp10 juta.
Demo tanpa pemberitahuan.
Tertuang dalam Pasal 256, siapa pun yang menyelenggarakan demonstrasi tanpa pemberitahuan dapat dikriminalisasi dengan penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. Kebijakan itu dikritik lantaran dalam praktiknya, masyarakat sipil melihat bahwa aparat kepolisian kerap mempersulit izin demo sehingga aturan ini dapat membungkam kebebasan berpendapat.
Merespon kencangnya penolakan masyarakat sipil atas RKUHP, Menteri Hukum dan HAM Yasonna mengatakan, “RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100%. Kalau masih ada yang tidak setuju, dipersilakan melayangkan gugatan ke MK (Mahkamah Konstitusi).”
Lebih lanjut, setelah rapat paripurna yang mengesahkan RKUHP berlangsung, Yasonna mengungkap bahwa pemerintah akan melakukan sosialisasi pasal-pasal RKUHP selama tiga tahun ke depan sebelum Undang-Undang itu resmi berlaku.
Sebagai informasi, berdasarkan laporan TEMPO.CO, sejak 14.30 WIB Aliansi Reformasi KUHP telah melanjutkan aksi simbolik penolakan pengesahan RKUHP di depan gedung DPR pada hari rapat paripurna (6/12).