Pekerja Indonesia minta kompensasi $5,5 juta dari Uniqlo
Belum lama ini, pekerja garmen Indonesia meminta perusahaan mode Uniqlo dan s.Oliver untuk membayar kompensasi yang menjadi hak mereka dalam sebuah surat terbuka.
Pada April 2015, pabrik garmen Indonesia Jaba Garmindo gulung tikar dan merumahkan lebih dari 2.000 pekerja. Terlebih lagi, kompensasi sebesar $5,5 juta masih belum dibayarkan.
Dalam surat terbuka, para pekerja langsung menunjuk ketua Fast Retailing, yaitu grup yang menaungi Uniqlo, dan pemegang saham terbesar Tadashi Yanai, serta CEO s.Oliver Claus-Dietrich Lahrs.
“Apa yang terjadi pada kami bukanlah rahasia dari Anda, bahkan terdapat film dokumenter yang dibuat berdasarkan kasus kami, dan Anda pasti mengetahui laporan Asosiasi Keadilan Buruh (Fair Labor Association atau FLA) yang merekomendasikan agar kedua merek Anda membayar kompensasi kami. Tetapi tetap saja Anda tidak akan melakukannya. Anda mengklaim bahwa Anda tidak berutang apa pun kepada kami, meskipun kami tetap membuat produk Anda. Apa yang Anda perlukan untuk membayar kami? Seberapa putus asa Anda menginginkan kami, hingga Anda melakukan hal yang benar?” demikian bunyi surat terbuka yang dimuat di situs Clean Clothes Campaign.
Dilansir dari FashionUnited, s.Oliver menegaskan bahwa perusahaan telah menanggapi semua tuduhan dengan serius selama bertahun-tahun hingga saat ini perusahaan sedang berdiskusi untuk memenuhi kewajiban moral.
Secara hukum, setelah penyelidikan Asosiasi Keadilan Buruh, s.Oliver tidak memiliki kewajiban apa pun dan telah membayar semua tagihannya.
“Grup s.Oliver mengakui tanggung jawab umum terhadap semua orang yang bekerja dalam rantai nilainya, termasuk dalam kasus khusus ini. Oleh karena itu, perusahaan telah melakukan kontak erat dengan FLA dan Yayasan Fair Wear untuk membahas proses dan keterlibatan dengan mantan pekerja pabrik Jaba Garmindo untuk berkontribusi memberikan dana bantuan bagi mereka,” kata s.Oliver dalam surat pernyataan pada Rabu (20 April).
Fast Retailing belum memberikan tanggapan terkait kasus ini. Namun, perusahaan tersebut telah mengkonfirmasi dalam sebuah surat pernyataan pada 2018 bahwa mereka telah menghentikan hubungan bisnis dengan Jaba Garmindo karena masalah kualitas dan pengiriman, serta telah melunasi semua pembayaran saat itu.
“Meski Fast Retailing tidak memiliki kewajiban hukum, ia berempati dengan mereka yang terkena dampak situasi Jaba Garmindo. Oleh karena itu, perusahaan telah menawarkan untuk bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk memfasilitasi pekerjaan bagi setiap pekerja yang masih menganggur,” kata Fast Retailing dalam keterangannya pada 18 Januari 2018.
“Selain itu, Fast Retailing tengah berdiskusi dengan para pemangku kepentingan di seluruh industrinya tentang metode yang dapat melindungi pekerja industri pakaian di masa depan berdasarkan skenario serupa,” lanjut perusahaan.
Belum ada tanggapan lebih lanjut dari Fast Retailing terkait kasus ini.