Mulai Mei, transaksi kripto akan dikenai PPN dan PPh
Mulai 1 Mei 2022, pemerintah akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh). Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022.
Berita ini dikonfirmasi oleh Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama. Ia menyebutkan bahwa pemungutan pajak dalam transaksi aset kripto dilakukan karena kripto bukan alat pembayaran.
“Kripto itu kena PPN juga. Kenapa? Karena itu bukan uang. BEI (Bursa Efek Indonesia) tidak pernah mengatakan itu alat pembayaran. Bappepti Kemendag (menyebut kripto) itu komoditas,” kata Hestu.
Ia juga menyampaikan bahwa tujuan dikenakannya PPN final terhadap aset kripto adalah untuk memberikan kemudahan bagi para wajib pajak. “Nanti yang pungut (PPN) adalah exchanger namanya. PPN final 0,1% ," ujar Hestu dalam media briefing pada Jumat (1 April) lalu.
Pemungutan pajak terhadap transaksi aset kripto didasarkan atas UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Penjual juga akan dikenai PPh Pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1%. PPh Pasal 22 bersifat final tersebut dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh penyelenggara perdagangan. Jika penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2%.
Mengenai pengenaannya, Hestu memastikan bahwa pemerintah bakal mengatur sesederhana mungkin dan memberikan kepastian hukum kepada yang memotong, memungut, dan melaporkan PPN final.
“Jadi memang kita implementasikan PPN final. Kemudian untuk pengenaannya kami akan atur, kesederhanaan menghitung pajak dan menyetor,” sebutnya.