Baliho lukisan Taring Padi di “documenta fifteen” diturunkan atas tuduhan anti-semitisme
Akhir pekan lalu, pemberitaan terkait penurunan karya baliho “People’s Justice” (Keadilan Rakyat) oleh Taring Padi di “documenta fifteen” menghiasi sejumlah media. Tudingan anti-semitisme (anti-Yahudi) dalam karya Taring Padi bertebaran hanya beberapa hari setelah dibukanya “documenta fifteen” di Kassel, Jerman. Penurunan karya Taring Padi pun diputuskan oleh pengelola documenta beserta direktur artistiknya, ruangrupa, pada 21 Juni 2002.
Kritik keras atas pembacaan anti-semitisme dalam lukisan yang berisi kritik Taring Padi terhadap 32 tahun pemerintahan Soeharto tersebut didasari oleh temuan simbol-simbol yang dianggap menyentuh isu sensitif berkaitan dengan luka lama dari kaum Yahudi di Jerman. Contohnya adalah gambar wajah babi dengan syal Bintang Daud dan sosok yang mengenakan helm dengan tulisan “Mossad”, badan intelijen Israel.
Menteri Kebudayaan dan Media Jerman Claudia Roth bahkan menyatakan, "Kebebasan artistik telah menemukan batasannya". Ia pun menindaklanjuti kasus ini dengan surat tertulis yang menyatakan dibutuhkannya reformasi struktural yang fundamental terhadap documenta yang diumumkan dalam laman Twitter resmi Kementerian Kebudayaan dan Media Jerman.
Taring Padi menjelaskan bahwa simbol dan figur dalam “People’s Justice” sepenuhnya dipilih atas kaitannya dengan konteks sejarah dan politik Indonesia. "Taring Padi adalah kolektif progresif yang berkomitmen untuk mendukung dan menghormati keragaman. Karya kami tidak mengandung konten yang bertujuan untuk menggambarkan populasi mana pun secara negatif. Karakter, tanda, karikatur, dan kosa kata visual lainnya dalam karya adalah budaya yang secara khusus terkait dengan pengalaman kita sendiri," tulis Taring Padi dalam unggahan penjelasan penutupan karyanya.
Taring Padi adalah sebuah kolektif seni asal Yogyakarta yang telah berdiri sejak masa awal reformasi, tepatnya pada 21 Desember 1998. “People’s Justice” pertama kali dipamerkan di South Australia Art Festival di Adelaide pada 2002 dan telah dipamerkan di banyak tempat dengan konteks sejarah yang berbeda. “documenta fifteen” menjadi kali pertamanya ditampilkan di Jerman, bahkan Eropa.
"Saya ingin tegaskan sekali lagi bahwa karya tersebut tidak dibuat untuk Kassel, bukan untuk documenta lima belas, tetapi dibuat dalam konteks gerakan protes politik di Indonesia dan ditampilkan di sana serta di lokasi non-Eropa lainnya. Ini adalah pertama kalinya karya tersebut akan ditampilkan di Jerman dan di Eropa," jelas General Director documenta Sabine Schormann.
Kecaman yang bergulir bahkan sebelum dipasangnya karya Taring Padi
Sejak awal 2022, ruangrupa sebagai direktur artistik documenta pertama yang berasal dari Asia telah mendapat tudingan serupa. ruangrupa pun angkat suara melalui surat terbuka pada 7 Mei 2022.
ruangrupa menjelaskan bahwa tudingan berawal dari unggahan tulisan milik Alliance Against Anti-Semitism Kassel (Aliansi Menentang Anti-Semitisme Kassel) yang menganggap pihak kurator dan beberapa seniman “documenta fifteen” bersikap anti-semitisme. Ini berawal dari asumsi adanya usaha “mempromosikan kebencian terhadap Israel” yang dinilai dari penandatanganan surat terbuka “Nothing Can Be Changed Until Faced” (Tidak Ada yang Dapat Diubah Sebelum Dihadapi) oleh pihak kurator dan seniman “documenta fifteen”. Pada kenyataannya, surat pernyataan tersebut ditandatangani oleh 1.500 orang lainnya yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk kaum Yahudi dan warga negara Israel.
Kecaman keras dari aliansi yang sama juga dilayangkan atas partisipasi kolektif asal Palestina The Question of Funding (TQoF) dalam “documenta fifteen”. Dalam pernyataan ruangrupa, disebutkan bahwa TQoF dituduh sebagai “preman anti-semit” atas dugaan dukungannya terhadap gerakan anti-semitisme Boikot Israel, BSD. Seluruhnya terangkum dalam pernyataan ruangrupa.
Anggota Lumbung “documenta fifteen” juga telah memberikan pernyataan dan dukungan terhadap ruangrupa yang diunggah dalam laman e-flux.
Sebuah pengingat untuk membuka ruang dialog yang produktif
Menanggapi kecaman yang membanjiri perjalanan “documenta fifteen” terhadap ruangrupa dan Taring Padi, Farah Wardani (kurator seni, Indonesia) memberikan tanggapannya. “Sebagai rekan dalam kesenian, baik bagi ruangrupa maupun Taring Padi, saya yakin betul bahwa tidak ada ideologi anti-semit di dalamnya,” ujarnya.
Meskipun ia menyadari bahwa bahasa visual yang kerap dipilih Taring Padi kerap menimbulkan kontroversi, ia meyakini bahwa tudingan tersebut berasal sebatas dari kesalahpahaman.
Wardani juga mempertanyakan bantuan diplomasi dari pemerintah Indonesia, melihat banjirnya berita yang telah membangun persepsi publik internasional ini. “Ini banyak sekali pertaruhannya, terutama di wilayah komunikasi publik. Beda persepsi, beda bahasa, beda budaya, dan segala macam. Selain dukungan dari crowd (publik) yang mengharapkan iklim argumentasi yang lebih kondusif, sebagai wakil budaya mungkin seharusnya ada bantuan dari pemerintah Indonesia untuk menengahi,” jelas Wardani.
“Cancel culture itu buat saya mengkhawatirkan. Seakan yang penting menghakimi dulu, tanpa adanya diskusi atau ruang untuk bisa berdebat,” ujarnya. Dirinya menyayangkan ketiadaan ruang diskusi atas tudingan yang beredar, sedangkan menurutnya seharusnya seni menghadirkan ruang diskusi.