“The Theater of Me”, mengenal peran seni rupa melalui 30 tahun kekaryaan Agus Suwage
Museum MACAN menghadirkan rangkaian pameran dan program publik “The Theater Of Me”, sebuah pameran survei Agus Suwage. Menampilkan lebih dari 80 karya Agus Suwage sepanjang perjalanan artistiknya selama lebih dari 30 tahun. Sejak 1990-an, Agus Suwage telah menyuarakan suara masyarakat melalui karya seninya dalam ajang seni rupa berskala nasional maupun internasional.
Agus Suwage dikenal dengan karyanya yang berisi narasi intim dan personal yang berkisar pada tema budaya dan politik secara luas. Medium berkaryanya pun beragam, mulai dari lukisan hingga instalasi, patung, dan gambar. Panasnya situasi politik pada era 1990-an di Indonesia berdampak nyata terhadap perkembangan wacana dan praktik artistik Agus Suwage. Balutan satir dalam bahasa visual maupun tekstual yang dituangkan Suwage dalam karyanya menyuarakan komentar sosial yang berkelindan akan memori, rasa takut, keterasingan, mimpi, identitas manusia, dan humor.
Aaron Seeto, direktur Museum MACAN sekaligus kurator pameran, menyampaikan bahwa karya-karya Suwage mencerminkan harapan dan ketakutan generasi yang terseret arus momentum perubahan politik dan sosial menjelang Reformasi. Hingga hari ini, Suwage terus menunjukkan komitmen dalam mengeksplorasi individu dan hubungannya yang rumit dengan masyarakat dan politik, melalui simbol-simbol populer, mitologi, dan juga potret diri.
“Terlepas dari analogi dan observasi sederhana terhadap dunia yang berubah di sekitarnya, karya Agus Suwage menjadi lebih kompleks lewat interogasi diri yang terus menerus, menyelidiki mitos dan simbol yang membingkai kerumitan hubungan manusia dan kekuasaan politik nasional, menguraikan pandangan-pandangan ideal dan korupsi yang menyengsarakan,” ujarnya.
Suwage menyampaikan bahwa “The Theater Of Me” menjadi ajang untuk mengunjungi kembali ingatan-ingatan akan perjalanannya sebagai seniman. “Senang sekali rasanya dapat bertemu kembali dengan sejumlah karya yang lama telah ‘hilang,’” ujar Suwage. Baginya, pesan yang berusaha disampaikan dalam karya seninya berkaitan antara keseharian, norma, juga agama.
“The Theater Of Me” merefleksikan dua konteks sejarah yang saling berkelindan. Pertama adalah identitas Suwage sebagai perupa yang ditempa sepanjang pertengahan hingga akhir 1990-an; selama terjadinya perubahan fundamental di Indonesia, saat negara menyerukan kemungkinan pembaruan politik dan sosial, kemudian muncul sebagai bangsa yang diperbarui saat memasuki era Reformasi setelah tumbangnya rezim Orde Baru pada 1998. Kedua adalah konteks globalisasi yang berakibat pada percepatan arus informasi, budaya dan ekonomi, dan manusia dalam lintas wilayah. Kedua konteks tersebut membentuk identitas artistik sang seniman.
Agus Suwage lahir pada 1959 di Purworejo, Jawa Tengah. Suwage belajar desain grafis di Institut Teknologi Bandung dari 1979 hingga 1986. Ia bekerja sebagai desainer grafis di Jakarta mulai 1986 hingga 1999. Selama rentang waktu tersebut, Suwage terus membagi fokus antara seni dan desain hingga akhirnya menjadi seniman penuh waktu pada 1995.
Pada 1991, Suwage diundang untuk mengikuti pameran di Galeri YASRI Yogyakarta oleh kritikus dan kurator seni terkemuka Jim Supangkat. Kesempatan ini menjadi pencapaian penting bagi Suwage yang membuka gerbang bagi dirinya untuk berpartisipasi dalam lebih banyak pameran pada tahun-tahun berikutnya, seperti “Biennale Seni Rupa Jakarta IX” di TIM Jakarta yang menjadi momen penting bagi perkembangan perbincangan praktik seni rupa kontemporer Indonesia. Begitu juga “Pameran Seni Kontemporer Negara Non-Blok” (1995), di Gedung Pameran Seni Rupa yang kini menjadi Galeri Nasional.
Menjelang Reformasi Indonesia, pada 1996 Suwage memenangkan Philip Morris Indonesia Art Award dengan karyanya yang berjudul “Daughter of Democrazy” sehubungan dengan kelahiran anak pertamanya, Cakultera Wage Sae. Karya ini juga turut ditampilkan di ruang pameran Museum MACAN.
Suwage juga turut berpartisipasi dalam pameran “Awas! Recent Art from Indonesia” (1999) yang menjadi salah satu pameran penting yang menunjukkan internasionalisasi seni rupa Indonesia. Karyanya, “Pressure and Pleasure”, juga turut dihadirkan dalam pameran.
Karya “Maka Lahirlah Angkatan ‘90an” (2001) juga menjadi bagian pameran. Karya tersebut pertama ditampilkan dalam pameran tunggalnya bertajuk “I & I & I” pada 2001 yang mengangkat gagasan mengenai situasi pasca-Reformasi, serta menandai munculnya seri potret diri Suwage.
Dalam teks kuratorialnya, Aaron Seeto menyampaikan bahwa potret diri Suwage sebenarnya adalah sebuah sikap, untuk mengkritik diri sendiri sebelum akhirnya mengkritik orang lain. Menyelidiki posisi dirinya sebagai subjek terkait konteks sosial di sekelilingnya.
Melalui “The Theater Of Me”, Museum MACAN menyampaikan bahwa kesempatan ini menjadi ajang untuk melihat keterkaitan seni dengan politik dan masyarakat. Melalui Suwage, mimpi perupa dan rasa tanggung jawab sosial yang diembannya terlihat secara nyata, melalui keterlibatannya dalam proses refleksi berkelanjutan dan eksplorasi yang dilakukan. Serta bagaimana seni memainkan peran penting dalam merefleksikan perubahan sosial dan politik.
Pameran “The Theater Of Me” masih berlangsung di Museum MACAN hingga 15 Oktober 2022.