Badan Bahasa luncurkan program revitalisasi bahasa daerah yang terancam punah
Melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), pemerintah telah mendorong praktik pelestarian yakni lewat program revitalisasi bahasa daerah yang ditujukan bagi wilayah-wilayah dengan bahasa yang terancam punah mulai dari Sumatera, Jawa, Maluku, hingga Papua.
Pasalnya, urgensi pelestarian bahasa daerah telah digaungkan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim sejak Februari 2022 lalu dalam peluncuran materi Revitalisasi Bahasa Daerah. Menurut Nadiem, revitalisasi bahasa daerah perlu dilakukan mengingat potensi punahnya bahasa daerah di Indonesia.
Melansir laman Kemdikbud, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Ristek, E. Aminudin Aziz (17/6) mengatakan, Indonesia memiliki 718 bahasa daerah, yang paling banyak dimiliki Provinsi Papua yaitu 428 bahasa. Namun, data 2019 menunjukkan bahwa sebelas bahasa daerah telah punah dan terjadi penurunan tingkat vitalitas bahasa, di mana 21 lainnya terancam punah.
Ancaman kepunahan bahasa daerah disebabkan oleh penuturnya yang tak lagi menggunakan dan/atau mewariskan bahasa kepada generasi selanjutnya. Maka itu, upaya dilakukan melalui berbagai kegiatan, mulai dari pengembangan dan pengayaan dalam lingkup pendidikan hingga festival bahasa daerah.
Melalui pernyataan resminya (7/7), Kemendikbud Ristek menyampaikan, dalam upaya revitalisasi bahasa daerah akan dilakukan sejumlah strategi. Sebut saja melibatkan setiap elemen pemangku kepentingan; melaksanakan revitalisasi bahasa daerah yang terintegrasi dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat; dan mengoptimalkan pemanfaatan media digital. Terakhir ialah membebaskan tiap daerah untuk mengimplementasikan program revitalisasi bahasa daerah sesuai karakteristik wilayahnya.
Di sisi lain, melansir Kemendikbud Ristek (8/7), Aminudin menyinggung pentingnya partisipasi dari maestro. “Perlu campur tangan para pakar dalam menjalankan konsep revitalisasi bahasa daerah ini supaya benar dan maksimal. Selain itu, kerja sama dengan instansi-instansi di daerah, dalam hal perumusan kebijakan juga penting untuk menyukseskan program ini,” ungkap Aminudin.
Dalam kesempatan itu, Aminudin juga menyoal terkait sekolah-sekolah di beberapa daerah Indonesia masih belum memasukan bahasa daerah sebagai pelajaran muatan lokal (mulok) bagi peserta didiknya.
Namun, sejauh ini dilaporkan bahwa hanya 12 provinsi di Indonesia yang mendapat program isi (Revitalisasi Bahasa Daerah), salah satunya adalah Maluku Utara.
Senafas dengan tujuan ini, sejumlah kegiatan mulai dilakukan. Pasalnya, dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Kue Raha Ternate Masayu Gay menekankan bahwa upaya pelestarian bahasa tidak dapat dilakukan sendiri. Harus ada kerjasama dengan pemangku kebijakan, seperti akademisi, instansi pemerintah, maupun instansi swasta hingga komunitas dan pegiat seni.
“Kami ada mata kuliah yang mendukung pembinaan mahasiswa melakukan penelitian terkait bahasa daerah berupa karya ilmiah yang dikembangkan lebih lanjut ke dalam film animasi agar dapat dinikmati oleh masyarakat luas,” ujar Masayu yang bangga pihaknya sudah menghasilkan tiga film animasi.
Sementara itu, tim ahli Budaya Takbenda (WBTb) Provinsi Maluku Utara Lusi Susanti Bahar menyatakan, usaha merevitalisasi Bahasa Daerah Maluku Utara memiliki tujuan menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra daerah, menciptakan ruang kreativitas dan kemerdekaan berbahasa daerah. Terakhir adalah adalah untuk menemukan fungsi dan ranah baru dari bahasa dan sastra daerah.