Street artist asal Magelang Gindring Waste, gelar pameran tunggal di Korea Selatan

Seniman Tanah Air kembali buktikan diri di mata dunia. Kali ini, Gindring Waste, seniman jalanan asal Jawa Tengah, menggelar pameran tunggal di Seoul, Korea Selatan. Pameran dengan tajuk "Waste 'Em All!" akan dibuka mulai hari ini pada 15 hingga 30 Juli di pop-up area gerai SUPY, Hong-Dae. 

Tak hanya tampilkan karya-karyanya dalam ruang pameran, Gindring Waste juga luncurkan koleksi pakaian dengan jumlah terbatas hasil kolaborasi bersama FLEF Seoul. Menariknya lagi, pameran ini merupakan hasil kerjasama Gindring bersama jenama LoCarpet Craft asal Magelang.

Melansir laman organisasi Visual Jalanan, Gindring telah berkarya sejak 2007 dengan karakter khas yang menyerupai bentuk tengkorak. Karya dengan garis tegas dan warna mencolok dari Gindring berisikan kegelisahan akan isu sosial dan urban yang kerap disandingkan dengan berbagai pesan teks. 

"Tema yang saya gambar dari kehidupan sehari-hari. Dari apa yang saya rasakan. Ketika saya tidak merasakan sesuatu, ya tidak menggambar," ungkap Gindring kepada Suara Jawa Tengah. 

Melalui sumber yang sama, diketahui bahwa Gindring bekerja sebagai perancang grafis buku yasin dan tahlil, hal yang menghidupi diri dan karyanya untuk tetap konsisten berkesenian di jalanan hingga 2018. 

Disinyalir bahwa simbol tengkorak yang ada dalam karya-karya Gindring merupakan pengaruh atas kegemarannya terhadap musik punk, yang kebanyakan menjadikan tengkorang sebagai ikonnya.

Metode vandal yang dilakukan Giring, sempat membuatnya menjadi buronan Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) Magelang karena dianggap mengotori sejumlah tembok. Namun, melansir Suara Jawa Tengah, setelahnya Gindring justru mendapat dukungan dan pujian dari banyak Satpol PP atas kreasi dan kritik yang membangun. Gindring dan rekannya bahkan diminta melukis di pojok kantor Satpol PP.

Di samping itu, sosok Gindring Waste juga dikenal atas kedekatannya dengan komunitas skateboard. Karyanya telah menjadi langganan sejumlah jenama skateboard seperti Scratch dan Etaks. 

"Dicap vandalisme itu kan karena tanpa izin. Kalau diberi izin atau ruang khusus, karya-karya kami jadi tersalurkan. Kami punya potensi besar. Sayang kalau disia-siakan," harap Giring, melansir Suara.