Respon limbah industri ikan, mahasiswi ciptakan pakaian dari kulit ikan
Industri pangan kerap menghasilkan limbah dari bagian-bagian hewan yang tak terpakai, salah satunya kulit ikan. Seorang mahasiswi perancangan busana Nottingham Trent University merespons hal tersebut dengan mentransformasi limbah kulit ikan salmon menjadi kulit imitasi untuk berbagai produk fesyen.
Beatrice Hill, mahasiswi yang melakukan penemuan ini, mengolah kulit ikan dengan bahan natural seperti gliserin dan air. Menariknya, Hill memastikan bahwa aroma tengik ikan tidak dapat lagi tercium dengan menggunakan cairan lemon pembersih sehingga bajunya bisa dipakai dengan nyaman.
Meskipun, koleksi pakaian yang diluncurkan Hill, masih menggunakan kulit domba pada bagian dasar dan permukaannya dilapisi olahan kulit ikan salmon yang telah diberi warna hitam. Melansir Fashion United, penelitian yang ditemukan Hill menunjukkan, penggunaan kulit asli masih lebih baik bagi lingkungan, dibanding dengan imitasi yang mengeluarkan lebih banyak gas emisi karbon.
Tidak hanya itu, Hill juga menunjukkan bahwa penemuannya ini bertujuan untuk mengurangi limbah kulit ikan hasil industri. Pasalnya, berdasarkan data dari 1961 hingga 2016, ditemukan bahwa konsumsi ikan telah meningkat lebih dari dua kali lipat, menghasilkan lebih banyak limbah yang terbuang.
"Banyak sekali kulit ikan berkualitas, yang diolah dengan kesadaran keberlanjutan, dibuang begitu saja, tapi sebenarnya bisa dipergunakan," ujar Hill. Hill percaya, setidaknya dalam waktu dekat industri pangan yang mengolah ikan masih akan terus berjalan. Merespons hal tersebut, dirinya membuat temuan ini.
Di samping itu, seorang dosen senior dari Nottingham Trent University Lee Mattocks menambahkan, karya Hill mengomunikasikan pesan penting bagi industri pakaian dan paham keberlanjutan (sustainability). Terlebih, Hill adalah seorang vegetarian yang memiliki perhatian khusus terhadap hewan.
"Dengan membuat korset kulit ikan, yang dibuat dari peternakan ikan yang etikal dan berkeberlanjutan, Hill menguak bagaimana keindahan garmen dapat diraih dengan menggunakan limbah industri pangan, dengan memberikan dampak yang minim bagi lingkungan," tambah Mattocks.
Menariknya, melansir laman Fish Skin Lab, ternyata penggunaan kulit ikan sebagai bahan dasar pakaian sebenarnya sudah dilakukan oleh masyarakat sekitar Kutub Utara, mengingat ekosistem perairan menjadi sumber daya utamanya. Selain itu, juga digunakan oleh sejumlah suku lainnya yang berasal dari Siberia, seperti Nivkh dan Nanai; Suku Ainu dari Hokkaido Jepang; dan Hezhe dari China Timur Laut.
Bahkan, kerajinan kulit ikan masyarakat Arktik kini tak lagi sebatas kebutuhan. Pasalnya, perubahan iklim mengurangi sumber daya dan kapitalisasi pakaian, alhasil banyak yang mulai beralih ke pakaian dengan material industri. Praktek pengolahan kulit ikan pun jadi simbol untuk mempertahankan budaya tradisinya.
Di sisi lain, apa yang dilakukan Hill sebenarnya sudah dicoba sebelumnya. Penelitian terkait penggunaan kulit ikan dalam industri fesyen juga dilakukan Elisa Palomino, yang sebelumnya telah mengembangkan praktek garmen dan aksesoris dari kulit ikan untuk John Galliano dan Christian Dior pada 2002.