Mengenal bentang alam minang lewat pameran tunggal "Darek #1: Bentang Alam"
Pelukis Erizal As menampilkan karya-karya terbarunya dalam pameran tunggal bertajuk “Darek #1: Bentang Alam” di Gajah Gallery Jakarta. Sejak 25 Agustus hingga 18 September mendatang, kita dapat menikmati lukisan hasil tangkapan Erizal terhadap keindahan bentang alam Sumatra Barat.
Pelukis asal Payakumbuh, Sumatera Barat yang telah menetap lama di Yogyakarta selama puluhan tahun ini dikenal atas lukisan abstraknya dengan warna berani dan sapuan kuas yang enerjik.
Berbeda dengan karya-karya abstrak murni non-representatif yang biasanya digarap Erizal, dalam seri lukisan terbarunya kita dapat melihat gambaran bentang alam Sumatra Barat dengan jelas.
“Abstrak bagi saya adalah esensinya. Jadi kita bicara tentang apapun, abstrak bagaimana merupakan esensi dari apa yang kita sampaikan. Jadi kembalinya ke naturalis itu kembali ke abstrak juga. Saya melukiskan esensi dari alam itu. Dan itu yang sedang saya proses,” ungkap Erizal kepada TFR.
Pasalnya bagi Erizal, melukiskan bentang alam Sumatra Barat menjadi awal mula dari eksplorasinya untuk mendalami dan membagikan kekayaan budaya tradisi Minangkabau, yakni kampung halamannya sendiri. Pasalnya, bentang alam memiliki posisi yang penting dalam sejarah Minangkabau.
Selain itu, pada hari pembukaan pameran (25/8), Erizal pun bilang, "Makanya sekarang saya bicarakan soal alamnya dulu, baru perlahan saya bicarakan soal kebudayaannya, sosial masyarakatnya."
Dalam menggarap seri terbaru, Erizal menggunakan metode melukis secara langsung di alam. Hal ini berbeda dengan proses berkarya Erizal sebelumnya, yang bekerja dalam studio lukisnya di Yogyakarta.
“Sebelumnya saya di studio terus. Kalau di studio kan kita memacu dan memeras imajinasi. Tapi ketika di alam itu adalah sebuah pengalaman yang berbeda. Jadi lebih merespons stimulasi dari alam yang kita serap,” terang Erizal.
Rupanya, judul “Darek #1: Bentang Alam” pun Erizal ambil dari istilah “darek” yang merupakan wilayah inti tempat nenek moyang Minangkabau bermukim di Gunung Merapi.
Erizal menjelaskan bahwa pemukiman asli masyarakat Minang kemudian menyebar ke tiga wilayah Luhak nan Tigo, dengan karakter alam dan sosial masyarakat yang unik satu-sama lain.
Ada Luhak Tanah Datar yang dikenal memiliki tanah nan subur, Luhak Agam sebagai tempat pendatang mencari pendapatan, dan terakhir Luhak 50 Koto, wilayah yang awalnya terdiri dari 50 suku keluarga.
“Pada akhirnya, lukisan-lukisan ini mengungkapkan seorang seniman yang berjuang untuk merengkuh harmoni di tengah liarnya belantara; yang memanfaatkan kekuatan emosional dari gaya abstrak khasnya untuk menangkap kompleksitas rasa keberasalan dan memiliki,” tulis Gajah Gallery tentang karya Erizal.