Setelah 121 tahun berdiri, perdana Gereja Katedral Jakarta adakan pagelaran wayang kulit klasik

Gereja Katedral Jakarta yang telah berdiri selama 121 di bilangan Jakarta Pusat, adakan pagelaran wayang kulit klasik pertamanya pada Sabtu (20/8) lalu. Pagelaran lakon Wiratha Parwa ini berjalan semalam suntuk dengan panduan dalang Ki Radyo Harsono dan berlokasi di halaman gereja.

Tak hanya dapat disaksikan secara tatap muka, pagelaran juga disiarkan langsung lewat kanal YouTube Komsos Katedral Jakarta dan HidupTV, mulai pukul delapan malam hingga empat dini hari.

Menurut penjelasan Katedral Jakarta dalam akun Instagram resminya, pagelaran ini merupakan bentuk ekspresi rasa syukur atas pandemi COVID-19 yang kian terkendalikan. Maka itu, Katedral Jakarta menyelenggarakan pagelaran syukuran yang disebut 'Nanggap Wayang' tersebut.

Tak hanya itu, pagelaran dibuat sebagai bentuk pelestarian budaya leluhur Indonesia. Pasalnya, hal ini juga dilangsungkan dalam rangka perayaan 25 tahun tahbisan Uskup Ignatius Kardinal Suharyo dan HUT ke-77 Kemerdekaan RI yang jatuh pada 17 Agustus lalu.

“Dalam rangka 'Nguri-uri' budaya luhur, melestarikan dan mengembangkan wayang sebagai warisan dunia yang diakui oleh UNESCO, juga untuk mendukung seni tradisional agar bangkit/hidup kembali,” tulis akun Instagram resmi Katedral Jakarta pada Minggu (21/8).

Dalang Ki Radyo Harsono pun dipilih karena sikapnya yang menjunjung pluralisme dan toleransi dalam perbedaan. Ia pun telah mendapat gelar dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yakni Ki Mas Lurah Cerma Radyo Harsono. Pasalnya, Ki Radyo ialah keturunan Tionghoa yang dulu bernama Tee Yhiam Wauw.Nah, wayang kulit oleh dalang Ki Radyo Harsono ini mengangkat cerita Wiratha Parwa yang mengisahkan tentang pembuangan Pandawa selama 12 tahun di dalam hutan, dari kerajaan Astina. 

Akibat Pandawa yang tak kunjung muncul setelah satu tahun pengasingan selesai, Kerajaan Astina mencurigai Kerajaan Wiratha. Akhirnya Kurawa dan tentara Astina mencari ke Wiratha sekaligus melakukan penyerangan, dipimpin oleh Prabu Susarma. 

Pertunjukkan pun diisi lika-liku dua kerajaan, terutama Wiratha yang hadapi bahaya akibat kudeta dari adik ipar raja dan juga pencarian Astina terhadap Pandawa yang ternyata menyamar jadi abdi di Wiratha.