Tromarama bahas dampak dunia serba digital dalam pameran tunggal "PERSONALIA"
Tumpang tindih antara waktu kerja dan santai kian terjadi di dunia digital dan boleh jadi dialami sebagian besar dari kita. Tromarama pun mengangkat isu ini sebagai tema dalam pameran tunggal perdana kolektif seni media baru asal Bandung ini dengan ROH yang bertajuk “PERSONALIA”.
Melalui pameran tunggal yang dibuka sejak Sabtu (20/8) lalu ini, kolektif beranggotakan Febie Babyrose, Herbert Hans, dan Ruddy Hatumena melihat adanya pengaburan interaksi dan kegiatan manusia.
Selain fenomena between labor and leisure, pameran yang berlangsung di rumah ROH Projects, Jakarta Pusat ini, juga mengangkat isu penggunaan data di dunia siber, yang pengoleksian, pemakaian, dan rekayasa data pengguna kerap terjadi baik dengan ataupun tanpa konsensual pengguna.
Secara menyeluruh, pameran ini menampilkan pengamatan Tromarama terkait perubahan perilaku hingga perkembangan norma akibat percepatan dunia digital. Di mana dunia tersebut bak telah menjadi rumah utama interaksi manusia dalam jumlah data dan enkripsi pesan yang tak terhingga.
"Hadirnya teknologi sebagai perantara dunia nyata dan maya kemudian memengaruhi kesadaran dan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan," tulis penjelasan ROH Projects kepada media.
Kesadaran itu dapat kita lihat dalam karya pertama yang menyambut pengunjung di ruang pameran. Pasalnya, sebagai pembukanya, instalasi Tromarama yang bertajuk “Bonding” itu menghadirkan tumpukan pengeras suara yang mengeluarkan bunyi detak jantung bayi hasil USG.
Herbert Hans menjelaskan, karya pembuka itu jadi pengantar tentang bukti kemampuan teknologi sebagai perantara antara manusia dengan hal yang sebelumnya tak dapat dialami.
“Saya terinspirasi dari pengalaman saya ketika istri mengandung anak pertama kami. Saya sadar bahwa teknologi (USG) telah mengantarkan pertemuan pertama kami bersama anak sebelum akhirnya Ia lahir ke dunia,” jelas Herbert.
Tak hanya itu, beberapa di antara karya instalasi media baru yang ada di “PERSONALIA”, mengeluarkan beragam suara yang dipantik oleh siaran di media sosial. Rupanya, Tromarama menggunakan teknologi konversi sistem bilangan biner (binary code), 16 kode yang membuat keluarnya bunyi.
Seperti karya “Bonding” yang bersuara setiap ada cuitan “#asset” di Twitter. Hal yang sama juga akan terjadi pada karya “Debit” bila ada cuitan “#force”. Instalasi yang terdiri dari kumpulan kaleng minuman energi Red Bull ini membahas kenyataan bahwa tenaga kita sejak lama telah menjadi alat tukar.
Selain karya-karya instalatif bersuara, Tromarama turut menampilkan beberapa karya dua dimensi berisi kumpulan kartu absensi kerja konvensional. Bahkan, beberapa di antara karya tersebut dilapisi kertas emas dan perak, yakni karya “You're My Sunshine" dan "Currency".
Kedua karya itu merefleksikan bayangan buram penonton ketika berdiri di depannya. Lewat bayangan tersebut, Ebet menjelaskan bahwa kolektifnya mengangkat kenyataan bagaimana persona kita di sosial media adalah “cerminan kabur” diri kita, proyeksi harapan yang tak mencerminkan diri sebenar-benarnya.
Nah, jika ingin melihat karya Tromarama lainnya, pameran ini terbuka untuk umum hingga 2 Oktober 2022 dan tak dipungut biaya. Ketika berkunjung, bersiap cermati tiap detil kecil dari karya Tromarama, ya!