Trik konten media sosial Sonia Basil, selalu terinspirasi dari cerita konsumen
Punya latar belakang sebagai seorang introvert, membuat konten media sosial tidak pernah benar-benar terasa amat mudah bagi Sonia Basil. Bahkan, pembuat kue sekaligus pendiri toko kue Cakeology dan Keku ini awalnya melakukan semua prosesnya sendiri dalam membuat konten untuk bisnisnya.
Mulai dari menerima pesanan kue, membuat konten, hingga membalas komentar di sosial media, semua hal tersebut dilakukan Sonia untuk lebih mengenal apa yang disukai audiens dan konsumennya.
“Setelah menemukan pattern-nya, aku baru mulai ngebentuk tim dan sekarang tim aku juga udah punya guideline-nya. Jadi, ketika mereka bantu bikin story or script, ngedit, itu udah ada patokan dari apa yang udah pernah aku buat dulu,” ungkap Sonia saat berbincang dengan TFR dan Google baru-baru ini.
Tidak hanya itu, Sonia juga selalu menggabungkan cerita dari pelanggannya dan kisah ketika dirinya membuat kue untuk pelanggan saat membuat konten media sosial yang bersifat storytelling. Lantas, gimana proses Sonia dalam membuat konten yang sesuai dengan bisnis, audiens, hingga dirinya?
“Biasanya aku dig down dulu story dari customer aku, apa yang bikin kue itu bener-bener spesial dan kenapa desainnya harus seperti itu? Akhirnya, aku adaptasi cerita-cerita mereka di konten aku. Tapi, aku pengen kasih nggak cuma sudut pandang customer, tapi dari aku juga sebagai pembuatnya. Meskipun a bit tricky proses pembuatan kontennya, tapi inspirasi aku selalu datang dari mereka,” kata Sonia.
Sonia juga banyak meluangkan waktu untuk belajar membuat naskah video dan mengembangkan cara bercerita. Menurutnya, cara mengemas sebuah cerita itu sangat penting sehingga dapat membuat kisah pelanggan dan proses pembuatan kue yang tadinya tampak biasa saja, jadi lebih menarik.
Nah, soal ini, ternyata drama Korea (drakor) menjadi salah satu inspirasi Sonia untuk belajar. Bisa begitu karena menurutnya, pengemasan cerita drakor bagus banget. Meski awal ceritanya tampak sama atau bahkan mirip dengan drakor lain, cara mengemasnya bikin dirinya mau melanjutkan ke episode lain.
“Terus ketika mau melanjutkan dari part 1 ke part 2, ceritanya bisa ngegantung bener-bener bikin orang penasaran. Aku pengen mempelajari gimana caranya mereka creating cerita sampai orang bener-bener terbawa dan penasaran. Menurut aku, kita harus punya awareness untuk mempelajari segala hal, khususnya dari hal-hal sepele yang terjadi di kehidupan sehari-hari,” kata Sonia.
Meski, kontennya tak selalu viral, Sonia dan tim selalu mencari tahu serta mempelajari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hal tersebut. Sonia menyatakan bahwa mereka tidak menyalahkan algoritma sosial media yang tidak menentu, melainkan mengevaluasi diri mereka sendiri ketika membuat konten.
“Ketika kontennya flop, kita mempelajari lagi kenapa bisa sampai down. Aku biasa sama tim selalu review setiap abis nge-post. Apa faktor yang memengaruhi konten itu kurang viral dan sebaliknya apa yang menarik buat audiens sehingga bisa viral. Selain itu, apakah terlalu hard selling atau apa,” ujar Sonia.
Bagi Sonia, di samping mempermasalahkan algoritma media sosial yang kerap berubah, dirinya memilih untuk introspeksi diri jika ada konten yang turun sekali. Boleh jadi ada faktor lain yang bikin kurang naik.
“Jadi, kita nggak akan nyalahin algorithm karena kalau videonya menarik pun akan tetap naik. Walaupun gak langsung viral, tapi at least feedback-nya bakal bagus dari audiens. Jadi di situ aku seneng ada tantangan untuk bisa terus belajar,” pungkas Sonia.