Lokakarya Open Arms hadirkan inklusivitas untuk seniman disabilitas
Yayasan Selasar Sunaryo (YSS) mengadakan program yang bertujuan mendorong penguatan inklusivitas di bidang seni rupa Indonesia bernama Open Arms/Lengan Terkembang.
Open Arms terdiri dari rangkaian kegiatan mulai dari riset, ceramah, dengar pendapat, diskusi terpumpun, hingga lokakarya dan pameran yang dilangsungkan sepanjang 2023.
Sebelumnya, YSS telah menggelar dengar pendapat dan diskusi terpumpun bertajuk “Seni di Mata Kami: Kesenian dalam perspektif disabilitas” pada 8-9 Maret 2023 lalu.
Dilanjutkan dengan agenda lain dari programnya yaitu lokakarya (workshop) yang diselenggarakan pada 9-10 Juni 2023 di Bale Tonggoh, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung.
Untuk meramaikan acara tersebut, YSS mengundang sederet praktisi seniman lokal (Bandung), seperti R.E. Hartanto (Tanto), Sukri Budi Dharma (Butong), Recycle Experience (Evan Driyananda dan Attina Nuraini), dan Gangga Saputra sebagai narasumber/fasilitator untuk memberikan materi seputar karya seni.
Tak hanya itu, YSS juga mengundang 10 seniman-seniman dan kolektif seniman disabilitas Bandung terpilih untuk hadir sebagai peserta lokakarya dalam program Open Arms.
Baca juga: Seni rupa minim inklusi bagi difabel, Open Arms gelar program gaet aktivis dan ruang seni
Mengusung tema “Kitchen Lithography”, “Recycle Experience”, dan “Collaborative Drawing”
Kegiatan lokakarya Open Arms berlangsung selama dua hari dimulai dari tanggal 9-10 Juni 2023. Pada hari pertama, terbagi dua sesi yang dibawakan oleh Gangga Saputra dan Recycle Experience (Evan Driyananda dan Attina Nuraini).
Sesi pertama oleh oleh fasilitator Gangga Saputra membawakan tema “Kitchen Lithography”, yaitu teknik cetak dengan material yang mudah didapat dan ramah lingkungan.
Kemudian, sesi kedua “Recycle Experience” yang dibawakan oleh Evan Driyananda dan Attina Nuraini bertujuan untuk membuat karya seni dari benda-benda temuan yang sudah tak lagi dipakai.
Contohnya seperti dus kotak susu, mainan bekas, kemasan sampo, bekas peralatan makan dan dapur, hingga bekas peralatan elektronik yang dapat mendukung ide peserta disajikan di sana.
Selanjutnya lokakarya Open Arms hari kedua membawakan tema “Collaborative Drawing” yang dibawakan oleh fasilitator R.E. Hartanto dan Sukri Budi Dharma.
Dibuka dengan R.E Hartanto yang memperlihatkan beberapa contoh karyanya selama ini dan menjelaskan pendekatan “realisme” yang ia gunakan dalam berkarya.
Setelah itu, Budi Sukri Dharma menjelaskan latar belakang hingga tujuan berdirinya Yayasan Jogja Art Disability dan memperlihatkan beberapa contoh karya serta kegiatan komunitas tersebut.
Aksesibilitas khusus sudah tersedia dengan baik
Menurut Kiki Rizky Soetisna P., salah satu participant observer yang datang di acara tersebut, lokakarya Open Arms telah memberikan perhatian aksesibilitas khusus yang sangat baik dengan menyediakan Juru Bahasa Isyarat (JBI), toilet khusus, dan ramp di area akses masuk.
“Setiap peserta juga didampingi oleh asisten, fasilitator pribadi atau keluarga masing-masing untuk membantu dalam keberlangsungan kegiatan,” tulisnya.
Participant observer lainnya, Danuh Tyas P. menuliskan bagaimana pemateri menyampaikan materi dengan bahasa sederhana sehingga memudahkan peserta untuk memahaminya.
“Penjelasan alur pengerjaan karya disampaikan secara jelas dan mudah dimengerti,” tambahnya.
Mereka berharap semoga kegiatan dan inisiatif serupa bisa lebih banyak diadakan di masa depan, sehingga akan ada lebih banyak lembaga seni yang terlibat dalam mempromosikan inklusivitas.