TFR

View Original

Universitas di AS akan buka kelas tari K-pop pertama dengan Dr. Chuyun Oh

San Diego State University (SDSU) di Amerika Serikat (AS) segera membuka kelas tari K-pop pertamanya bersama Dr. Chuyun Oh mulai pertengahan tahun ini.

Melansir NEXTSHARK (9/6), Chuyun Oh merupakan seorang penari profesional dengan gelar doktor Performance Studies dari University of Texas di Austin.

Oh juga menjadi penulis dari buku “K-pop Dance: Fandoming Yourself on Social Media” yang menelusuri evolusi tari K-pop di era media sosial.

Berbekal ilmunya tentang budaya populer asal Korea Selatan tersebut, kelas tari Oh di SDSU perdana dibuka untuk program Summer Arts kampus AS tersebut pada Juli nanti.

Selama kelas itu, para mahasiswa akan dikenalkan dengan berbagai koreografi terkenal, termasuk tarian dari BLACKPINK, BTS, hingga Stray Kids.

Tak berhenti di situ, Oh juga akan mendatangkan sejumlah koreografer ternama, dance influencer, hingga idol group K-pop yang namanya masih dirahasiakan.

“Saya rasa ini akan menjadi hal yang sangat inspiratif bagi para mahasiswa untuk bertemu idol group di studio, karena K-pop bukan hanya tentang musik dan tarian. K-pop adalah sikap sosial dan bentuk kewirausahaan serta menjadi sumber pengembangan kreativitas bagi anak-anak muda,” jelas Oh kepada NEXTSHARK.

Sebagai informasi, kelas reguler yang diajarkan Dr. Oh juga akan dibuka mulai musim gugur tahun ini.

Baca juga: T.O.P konfirmasi dirinya resmi keluar dari BIGBANG

80% materi kelas Dr. Chuyun Oh berbasis teori dan dibuka bagi mahasiswa segala jurusan

Meski kelas tari K-pop Dr. Oh menuntut banyak aktivitas fisik, rupanya 80% dari materinya akan berbasis teori.

“K-pop bukan hanya sekadar gerakan fisik. Ia adalah gabungan dari rias wajah, rambut, ekspresi wajah, nyanyian, dan kostum, karena seluruh elemen visual itu harus sejalan dengan konsep lagunya. Jadi Ia mirip dengan trailer film atau musikal,” tutur Oh.

Di luar itu, demi membuka akses seluas-luasnya, kelas Oh juga dapat diikuti oleh seluruh mahasiswa dari segala jurusan di SDSU.

Menurut Oh, keputusan untuk membuka kesempatan mengikuti kelas yang tak hanya diberikan kepada mahasiswa jurusan tari itu, “dikarenakan K-pop adalah tarian populer, jadi kelasnya dapat diakses dan relevan bagi seluruh orang.”

Menurut Oh, selama ini K-pop masih belum diakui sebagai aliran tarian

Meski gelombang budaya populer Korea Selatan kian disambut di seluruh belahan dunia, menurut Oh K-pop sendiri masih dianggap sekadar kesukaan fandom (kelompok penggemar), bukan sebagai aliran tarian yang serius.

Lebih lanjut, Oh menerangkan bahwa berdasarkan risetnya, K-pop merupakan produk interkultural yang kerap meleburkan berbagai aliran tarian di seluruh dunia,

“Banyak sekali aliran tarian yang melebur dalam kategori tarian K-pop. Saya rasa, itu menjadi salah satu yang membuat K-pop begitu populer secara global karena kadang kita bisa menemukan sentuhan tango ala Amerika Latin, juga hip-hop, bahkan ballad,” imbuh Oh.

Meski begitu, Oh berharap lebih banyak orang dapat mengapresiasi dan mengakui K-pop sebagai aliran tarian yang mandiri.

Oleh karena itu, Oh membuka kelas terbaru di SDSU serta merilis buku “K-pop Dance: Fandoming Yourself on Social Media” yang menelusuri etnografi, aktivisme, ras, dan identitas gender dalam tarian K-pop yang populer tersebut.

Lantas, bagi Oh, pembukaan kelas tari K-pop di SDSU dapat, “menunjukkan sikap positif atas keberagaman. Soalnya, K-pop telah menjadi simbol aktivisme anak muda, termasuk minoritas etnis dan komunitas LGBTQ+.”

“Jadi, saya harap kelas ini bisa menjadi ruang bagi para mahasiswa untuk lebih mengenal dirinya,” pungkas Oh.