The Palace: Lebih dari Jualan Perhiasan, Bawa Misi Edukasi ke Tanah Papua

Memiliki misi sebagai national jewelry (perhiasan nasional), akhirnya The Palace mengukuhkan diri dengan resmi membuka tokonya di lima pulau utama Indonesia dan yang terbaru di Papua.

The Palace resmi membuka gerai ke-84 di Sorong, tepatnya di Paragon Mall Square, pada Sabtu (12/12). Peresmian itu dihadiri Petronella Rantedatu Soan, Chief Operating Officer Central Mega Kencana (CMK) yang membawahi The Palace, Frank and Co, dan Mondial.

Kehadiran gerai ini pun menjadi langkah The Palace untuk hadir lebih dekat dan perluas akses perhiasan berkualitas yang selama ini terbatas untuk masyarakat di ujung timur Indonesia.

Sebagai brand ritel perhiasan terbesar di Indonesia sekaligus pertama hadir di Papua, The Palace pun ingin menghadirkan hal lain, yakni pengalaman berbelanja yang berbeda.

The Palace terus berkomitmen melalui konsep Therlengkap, Therjangkau, dan Therjamin (3T). Koleksi perhiasan lengkap dari berlian, emas, hingga precious stone, dengan harga transparan, serta kualitas terstandar jadi fondasi pengalaman berbelanja yang sama di seluruh tokonya.

Baca juga: Kolaborasi dengan Disney bertema Tinker Bell, Aurum Lab buktikan emas bukan hanya untuk orang tua

Belanja Perhiasan di Mall & Transparansi Harga

Pengalaman berbelanja perhiasan emas di dalam mal ialah sesuatu yang baru bagi sebagian masyarakat. Bisa begitu karena, di beberapa lokasi pusat perbelanjaan seperti Paragon Mall Square Sorong, The Place jadi satu-satunya brand perhiasan emas di dalamnya.

Akan tetapi, anggapan bahwa membeli perhiasan di dalam mal lebih mahal pun menjadi tantangan The Palace. “Itulah kenapa kita punya info soal harga (emas & perhiasan yang update secara real-time) di toko,” ungkap Petronella Soan dalam pemaparannya.

Informasi tersebut pun diunggah berkala melalui media sosial The Palace bersama dengan desain, model, dan koleksi perhiasannya. Maka itu, selama ini banyak pelanggan yang berada di Papua hanya bisa melihat koleksi The Palace melalui jarak jauh lewat layar gadget.

“Sekarang masyarakat bisa langsung menyentuh, mencoba, dan merasakan pengalaman berbelanja yang sama seperti di kota besar lainnya,” ujar General Manager The Palace Jelita Setifa. 

Apalagi, desain toko The Palace memang dirancang untuk memberikan kesan hangat, di mana setiap orang bebas datang dan melihat-lihat lebih dekat tanpa takut harus membeli di tempat.

Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan Nella, sapaan akrab Petronella. “Ada beberapa toko yang harus membeli kalau mau mencoba, di tempat kami boleh mencoba, dan ada edukasi soal kadar perhiasan. Packaging juga bukan pakai dompet kecil merah, tapi boks bagus, ada brand-nya, ada kadar dan gramasinya, lengkap dengan harga setelah pajak,” ujarnya.

Baca juga: Apakah desain perhiasan mendapat tempat dalam hak kekayaan intelektual?


Edukasi soal Kadar, Karat, dan Perhiasan Preloved

Lebih dari sekadar jualan perhiasan, The Palace membawa misi edukasi. Nella berprinsip bahwa perusahaannya dilarang mengambil keuntungan atas ketidaktahuan pelanggan.

Di sisi lain, Jelita pun menyarankan setiap pelanggan yang ingin berbelanja perhiasan emas, memastikan tentang kadar dan karatnya. “Apakah kadar rendah, sedang, atau tinggi. Itu harus sesuai. Tanyakan juga bagaimana toko tersebut menjamin kadar yang diklaim” ujar Jelita.

Terkait hal ini, The Palace menjamin setiap produknya memiliki kadar emas ideal untuk perhiasan, minimal 18 karat dengan kadar 75,5% yang telah tersertifikasi SNI 8880:2020. 

Pasalnya, kadar dan karat adalah dua hal yang sangat berkaitan dalam mengukur emas, termasuk di perhiasan. Jika karat berkurang, maka kadarnya pun otomatis menurun.

Toko terpercaya biasanya memiliki alat seperti Karatimeter, seperti yang ada di The Palace, untuk menunjukkan kadar emas secara akurat dan transparan langsung di depan pelanggan.

Di samping itu, hal yang tidak kalah penting adalah kondisi barangnya, baru atau preloved. Sayangnya, toko emas pada umumnya tidak memberikan informasi ini. Praktik mencampur perhiasan bekas dan baru pada etalase yang sama di pasaran masih cukup umum.

“Mereka menjual produk preloved seakan itu produk baru. Kalau pakai kasat mata, second bisa kelihatan kalau sudah 5 kali putaran. Beda harganya bisa sampai 20 persen,” ujar Jelita.

Maka itu, The Palace punya etalase preloved terpisah dengan kurasi ketat dan harga di bawah yang baru, perhiasan preloved yang dijual di The Palace pun dipastikan hanya berpindah tangan sekali. Jika orang kedua menjual kembali, perhiasan itu akan langsung dilebur.

Meski saat pertama buka The Palace tidak menjual barang preloved, Nella mengakui, “Sekarang kita lihat preloved itu jadi tren karena sustainability. Kenapa kita nggak lihat ini sebagai opportunity?”

“Tapi kita disclaimer bahwa itu produk preloved. Itu menjadi value yang kita edukasi ke customer. Dan normalnya harga produk second lebih murah, itu juga yang kita terapkan,” pungkas Nella.