Mengembangkan usaha: Kolaborasi antara mode dan game
Read in English
Sepintas, sepertinya ada kesenjangan yang lebar antara industri fesyen dan industri game. Tidak ada kesamaan di antara keduanya. Namun, kedua industri ini berbaur dengan cara yang tidak biasa; mereka sering mengeksplorasi ide-ide yang tidak lazim, eskapisme, dan memungkinkan karakterisasi.
Seiring dengan berlanjutnya pandemi dan meningkatnya penerapan pembatasan sosial, kebutuhan untuk membeli pakaian semakin berkurang, terutama untuk merek-merek fesyen kelas atas. Sebelum pandemi, konsinyasi fesyen mewah diproyeksikan berlipat ganda dari $24 miliar menjadi $51 miliar. Namun, pandemi telah sangat memengaruhi perilaku pasar. Pasar untuk penjualan kembali produk fesyen tumbuh secara eksponensial dan nilainya diproyeksikan tumbuh dari $36 miliar tahun ini menjadi $77 miliar pada 2025. Sebaliknya, industri fesyen kelas atas pada 2020 membukukan penurunan penjualan yang mengejutkan sebesar 23%.
Sementara itu, bahkan ketika vaksin mulai tersedia dan pembatasan sosial dilonggarkan, industri game terus berkembang. Pada kuartal pertama tahun 2020 saja, konsumen menghabiskan $14,9 miliar untuk video game, yang berarti pertumbuhan penjualan 30%. Hal ini juga didorong oleh peningkatan penjualan konsol sebesar 47% per Maret 2020. Secara total, penjualan perangkat keras game telah tumbuh sebesar 81% dibandingkan tahun sebelumnya. Industri game berhasil mengumpulkan $175 miliar dengan jumlah pemain yang diproyeksikan tumbuh menjadi 729 juta tahun ini.
Situasi ini mencerminkan kebutuhan industri fesyen mewah untuk beradaptasi lebih baik untuk bertahan. Eksklusivitas selalu menjadi nilai jual industri yang paling menonjol, tetapi karakteristik ini juga yang menjadi alasan mengapa industri ini terbilang lambat dalam mengikuti perkembangan teknologi terkini. Namun, beberapa perusahaan tampaknya meningkatkan permainan mereka dalam pemasaran dan membuka pintu baru. Faktanya, terlihat bahwa industri fesyen berupaya masuk ke pasar industri game dalam beberapa tahun terakhir ini.
Pada 2012, Prada mengambil bagian dalam ulang tahun ke-25 Final Fantasy. Karakter Final Fantasy XIII-2, seperti Lightning, Noel, dan Snow, tampil di majalah fesyen Jepang ARENA Homme dengan koleksi musim semi dari merek fesyen tersebut. Pada 2016, Louis Vuitton juga berkolaborasi dengan Final Fantasy. Dalam kolaborasi itu, Louis Vuitton menjadikan Lightning sebagai model dalam kampanye Musim Semi-Musim Panas “Seri 4.” Karakter dalam salah satu waralaba game Jepang paling sukses sepanjang masa itu muncul tidak hanya di foto, tapi juga video pendek.
Kedua contoh di atas mungkin merupakan beberapa kolaborasi paling awal dan paling penting di antara kedua industri tersebut, dan bukan yang terakhir. Perusahaan-perusahaan lain juga sepertinya belajar dari mereka, mengingat saat ini kita mulai melihat lebih banyak kolaborasi serupa di berbagai platform.
Pada 2019, Creative Director Moschino Jeremy Scott mencari inspirasi dari The Sims. Moschino Stuff, produk dari Moschino x The Sims, memberi kesempatan bagi para pemain game untuk mengakses koleksi Moschino tanpa menghabiskan banyak uang. Dengan strategi ini, Moschino juga berhasil memperkenalkan produknya ke demografi yang mungkin tidak terlalu akrab dengan merek tersebut. Tidak hanya menciptakan akses ke produk mewah dengan cara yang tidak berwujud, Scott juga berhasil menghidupkan game tersebut melalui koleksi siap pakai di dunia nyata pada tahun yang sama.
Juga pada 2019, Louis Vuitton memasuki industri game dengan mengambil bagian dalam League of Legends 2019 Championship. Rumah fesyen asal Perancis itu membuat kotak piala untuk kejuaraan ini. Pada 2020, Gucci menjajal ruang virtual dengan membuat sepatu visual di aplikasinya. Rumah fesyen berskala internasional itu bahkan memonetisasi sepatu tersebut melalui aplikasinya seharga $12. Ini merupakan langkah strategis yang dilakukan Gucci saat dunia memasuki pandemi pada awal tahun itu.
Pada tahun yang sama, game simulasi sosial Animal Crossing: New Horizons meraih kepopuleran besar dan memberikan wawasan yang lebih dalam tentang perilaku konsumen. Game ini, yang sebagian besar fokus pada mengumpulkan barang-barang, menjalani kehidupan pulau, dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Tom Nook – NPC rakun Jepang yang ikonik – mendapati bahwa konsumen peduli mengenai penampilan mereka tidak hanya dalam kehidupan nyata, tetapi juga di dunia digital. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya apresiasi terhadap kostumisasi pakaian di dalam game itu, seperti yang ditunjukkan oleh Nook Street Market (@nookstreetmarket).
Nook Street Market adalah proyek yang dikembangkan oleh tiga sekawan yang berbasis di New York: desainer grafis dan fotografer Vivian Loh, DJ dan desainer Michele Yue, dan model Fernanda Ly. Berawal dari menjelajahi aplikasi Pro Design yang disematkan dalam game tersebut, Nook Street Market berkembang menjadi platform bagi merek fesyen untuk menjangkau pasar mereka di dunia game.
Proyek ini fokus pada pembuatan panggung peragaan busana atau tampilan ikonik lainnya dari merek-merek fesyen mewah dan mengubahnya menjadi pakaian dalam game. Tampilan-tampilan tersebut kemudian diunggah ke cloud dan dapat diunduh menggunakan kode. Dengan demikian, pemain memiliki banyak pilihan pakaian untuk menyesuaikan tampilan karakter mereka.
Sebagai game Nintendo terlaris kedua pada 2021, Animal Crossing menarik nama-nama besar seperti FILA dan Coach. Bahkan rumah fesyen Marc Jacobs, bekerja sama dengan blog fesyen berbasis Animal Crossing @AnimalCrossingFashionArchive di Instagram, membuat ulang enam tampilan yang dapat diunduh untuk digunakan dalam game tersebut.
Michele Yue mengatakan bahwa meningkatnya kebutuhan masyarakat untuk melakukan pencitraan diri di ruang virtual, terutama saat kita berada dalam pandemi, adalah “perkembangan alami.” Hal yang juga membantu adalah kenyataan bahwa ruang digital mendemokratisasi individu dari pembatasan sosial dan keuangan dalam ekspresi diri. Ini menjadi pilihan yang lebih disukai dalam situasi ini - dan lebih berkelanjutan -, tetapi Nook Street Market sadar bahwa digital tidak akan pernah menggantikan kehidupan nyata. Vivian Loh berpendapat bahwa peluang yang ditawarkan dunia digital untuk mengeksplorasi fesyen adalah cara untuk mengembangkan ruang yang ada.
Perusahaan fesyen maupun waralaba game menuai manfaat dari kolaborasi seperti ini karena keduanya memperluas pasar mereka ke demografi yang mungkin sama sekali baru. Keduanya menjual visibilitas dan akses. Utamanya saat pembatasan sosial datang dan pergi, industri game menyediakan cara yang menguntungkan untuk menjangkau pasar baru dan mengeksplorasi kemungkinan yang belum diraih industri fesyen di dunia fisik.