Order industri garmen dan sepatu Indonesia menurun, puluhan ribu pekerja pabrik di PHK

Dua lini bisnis Indonesia, garmen dan sepatu, hadapi penurunan permintaan. Alhasil, badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mengancam para pekerja pabrik kedua industri dalam beberapa bulan ini.

Betapa tidak, melansir detikFinance (25/10), dua lini bisnis tersebut telah mengalami penurunan order atau pesanan secara drastis, bahkan mencapai 50%. Hal itu pun disampaikan langsung oleh Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton J. Supit. 

Pasalnya, disinyalir penurunan permintaan itu merupakan akibat dari penurunan ekonomi dua tujuan ekspor utama industri garmen dan sepatu Indonesia, yakni Eropa dan Amerika Serikat (AS).

Anton pun mengungkap, “Ada komoditas garmen dan sepatu itu karena permintaan dunia khususnya pasar Eropa dan Amerika menurun sekali, sehingga sepatu itu ordernya menurun sekali rata-rata 50%, garmen 30%. Jadi pabrik-pabrik ini mengalami masalah sekarang dan ada ancaman PHK juga.”

Penurunan order yang tidak kecil itu ditambah beberapa pemesan yang membatalkan pesanannya secara tiba-tiba membuat para pengusaha garmen dan sepatu terpaksa melakukan PHK karyawan. 

Bahkan, melansir CNN Indonesia (26/10), menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, setidaknya 45.000 karyawan telah dirumahkan sepanjang tahun 2022. 

Di sisi lain, Anton mengungkap, badai PHK ini mungkin akan berlangsung hingga 2023 mendatang. 

Namun, baik Anton maupun Jemmy mengatakan bahwa badai PHK dapat ditanggulangi dengan kebijakan pemerintah yang telah diajukan oleh para pengusaha untuk menangani masalah tersebut. 

“Untuk mengurangi masalah PHK, kepada pemerintah kita meminta ada satu kebijakan untuk mengurangi jam kerja (karyawan) ada payung hukum untuk itulah. Tapi sistemnya no work no pay (tidak bekerja tak ada bayaran). Pilihannya hanya ada PHK atau kebijakan yang bisa menahan laju,” ujar Anton.

Di sisi lain, Jemmy dari API mengungkap bahwa pemerintah dapat melindungi pasar dalam negeri dengan mengurangi produk impor sehingga pasar dapat diisi oleh produsen tanah air.