Pameran “Chiharu Shiota: The Soul Trembles” buka di Indonesia, satu-satunya di Asia Tenggara

Museum MACAN membuka pameran terbarunya bertajuk “The Soul Trembles”, sebuah pameran retrospektif 30 tahun kekaryaan perupa Jepang Chiharu Shiota, sejak 26 November kemarin.

Pasalnya, pameran “Chiharu Shiota: The Soul Trembles” tersebut adalah sebuah traveling exhibition (tur pameran) garapan Mori Art Museum Jepang, yang mengupas tuntas kekaryaan Shiota.

Museum MACAN yang berlokasi di Jakarta, Indonesia ialah lokasi keenam usai Tokyo, Taipei, Shanghai, Busan, dan Brisbane. Hal ini jadi satu-satunya rumah dari traveling exhibition Shiota di Asia Tenggara. 

Direktur Museum MACAN Aaron Seto pun ungkap bagaimana makna pameran tunggal terbesar pertama Shiota di Indonesia. Dalam diskusi pameran pada Rabu (22/11) kemarin, Aaron bilang, pameran itu akan memberikan, “ruang bagi pengunjung untuk merefleksikan kehidupannya sendiri, dan berkontemplasi.”

“Ketika kamu mengunjungi pameran di akhir pekan ini, kalian akan merasakan pengalaman yang spesial. Karya-karyanya sungguh mengagumkan,” lanjut Aaron. Menurutnya juga, akan ada pengalaman ketubuhan yang bertransformasi ke sebuah perasaan, “yang sulit dijelaskan lewat kata-kata.”

Shiota ialah perupa seni performans dan instalasi yang kini berbasis di Berlin, Jerman. Ia kerap mengekspresikan pandangannya atas pengalaman jiwa manusia, mulai dari mimpi, rasa khawatir, hingga memori. 

Tajuk “The Soul Trembles” (jiwa bergetar) yang dipilih traveling exhibition ini pun menggambarkan gagasan Shiota dengan kuat. Pameran itu pun merefleksikan kepiawaian artistik Shiota dalam merangkai karya yang menggugah jiwa pengunjung.

Beberapa mengenal Shiota lewat karya-karya instalasi berukuran masif dengan medium utama benang. Menurut Mami Kataoka selaku kurator pameran Shiota dan Mori Art Museum, rangkaian benang berwarna merah dan hitam itu menyimbolkan banyak hal.

Mulai dari benang merah yang menggambarkan keterhubungan antar manusia, garis keturunan, hingga aliran darah. Hingga benang hitam yang mencekam, merefleksikan alam semesta yang tanpa batas. 

Lebih lanjut, dalam diskusi pameran “The Soul Trembles”, Kataoka memberi sejumlah kata kunci untuk memahami karya-karya menghanyutkan dari perupa kelahiran 1972 tersebut.

“Kehadiran dalam ketiadaan, pertanyaan seputar siapa saya?, ketidakpastian, hingga hidup dan mati,” merupakan empat tema besar yang menjadi gerbang untuk memahami karya-karya Shiota yang simbolis. 

Lantaran banyak mengangkat kegelisahan rasa individu seperti identitas dan eksistensi manusia, tema dari karya-karya Shiota bersifat universal, tanpa batas. “Jiwa adalah tema untuk semua. Tidak ada (batas) negara, tidak ada batas wilayah,” ujar Shiota tentang karyanya.

Beberapa karya yang dipamerkan hingga 30 April tahun depan adalah, “In Silence” (2002/2019) berupa instalasi piano yang terbakar, “Accumulation — Searching for the Destination” (2014/2019) yang kerap diasosiasikan dengan fenomena pengungsi perang, hingga “Where Are We Going” (2017/2019), juga sejumlah karya drawing Shiota yang digarap selama pandemi COVID-19 melanda.

Art, PeopleHaiza PuttiComment