RUU KIA: Peluang memperoleh cuti melahirkan selama 6 bulan
Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) baru selesai dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Kamis, 9 Juni lalu. Berdasarkan keputusan rapat tersebut, RUU KIA akan dibahas lebih lanjut untuk menjadi undang-undang dan masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.
Pasalnya, hampir semua fraksi DPR menyetujui RUU ini. Hanya fraksi Golongan Karya (Golkar) dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang meminta pendalaman terhadap RUU.
RUU KIA sudah dirancang sejak Desember 2019 oleh fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan tujuan mengurangi angka stunting dan meningkatkan keterlibatan perempuan dalam ruang publik. Dalam salah satu poin pertimbangan dalam RUU, dijelaskan, angka kematian terhadap ibu dan anak masih tinggi akibat kurangnya kesejahteraan dari masa persiapan kehamilan, masa kehamilan, pasca kelahiran, hingga saat anak mencapai usia tertentu.
Untuk mewujudkan tujuannya, RUU KIA membawa terobosan yang cukup menghebohkan masyarakat karena memberikan cuti melahirkan bagi ibu bekerja paling sedikit selama 6 bulan, di mana saat ini hanya 3 bulan. UU ini dinilai membawa dampak yang sangat positif.
Tidak hanya itu, RUU ini juga memberikan kesempatan cuti bagi ibu yang mengalami keguguran selama 1.5 bulan. Bahkan, bagi ibu yang sedang mengambil cuti hamil atau keguguran tak boleh diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai ketentuan UU.
Bagi ibu yang sedang mengambil cuti melahirkan, selama 3 bulan pertama memperoleh upah secara penuh dan pada bulan seterusnya memperoleh 70% upah.
Selain bagi ibu, RUU KIA juga memberikan kesempatan cuti bagi suami untuk melakukan pendampingan kepada istri yang melahirkan selama 40 hari atau yang keguguran selama 7 hari.
Hal baik lainnya, RUU ini juga memberikan hak kepada ibu bekerja untuk mendapat waktu istirahat untuk memerah ASI (air susu ibu) selama waktu bekerja.