Museum MACAN tampilkan karya-karya finalis penghargaan seni media baru Asia

Museum MACAN menampilkan karya pemenang dan finalis dari penghargaan karya seni media baru, VH AWARD ke-4 mulai dari 10 September besok. Pasalnya, selama pameran, pengunjung dapat menikmati berbagai karya seni berbasis teknologi dalam ruang-ruang yang intim bagi setiap karyanya.

Pameran ini adalah bagian dari presentasi global para finalis VH AWARD ke-4. Mereka adalah Lawrence Lek (London), Doreen Chan (Chicago), Paribartana Mohanty (New Delhi), Jungwon Seo (Seoul) dan Syaura Qotrunadha (Yogyakarta). Selain di Jakarta, pameran dilangsungkan di New York dan Kanada.

“Karya-karya yang dipresentasikan pemenang utama dan para finalis sangat beragam, dari sinematik dan performatif, hingga penggunaan perangkat lunak dan pemrograman yang sangat kompleks,” terang Aaron Seeto, direktur dan kurator Museum MACAN sekaligus dewan juri VH AWARD ke-4.

Meski tak ada tema khusus yang mesti diikuti, kemutakhiran teknologi menyatukan tiap karya. Pasalnya, Aaron berpendapat bahwa tiap menampilkan berbagai isu penting yang unik satu sama lain. 

Tidak hanya itu, menurut Aaron, gagasan para perupa finalis berkisar pada hubungan manusia dengan kecerdasan artifisial hingga masalah sosial dan ekologi yang mendesak di zaman ini.

“Perubahan iklim adalah topik penting dan banyak dibicarakan oleh para perupa, kita bisa melihatnya dalam sejumlah karya karya. Hal tersebut dihadapi oleh para perupa dan menjadi sumber penelitian dan gagasan perupa,” jelas Aaron kepada TFR.

Hal tersebut terlihat jelas dalam karya Paribartana Mohanty berjudul “Rice Hunger Sorrow” (Duka Kelaparan Nasi). Mohanty, tergerak dari masalah ekologis di kampung halamannya, Odisha, India Timur. 

Ia merekam dirinya berjalan sejauh 10.000 kilometer sambil terus bertanya siapa yang paling kuat. Meski tak terucap, jawabannya, menjadi sebuah refleksi atas betapa kecilnya kuasa kita di hadapan alam.

Selain itu, finalis asal Yogyakarta Syaura Qotrunadha menampilkan “Fluidity of Future Machines” (Ketidakstabilan Mesin Masa Depan). Karya video satu-satunya finalis asal Indonesia ini mengeksplorasi hubungan antara air dan migrasi makhluk hidup dan berusaha membaca masa depan alam manusia.

Selanjutnya, karya finalis Doreen Chan “Half Dream” (Setengah Mimpi) digerakkan oleh AI platform buatannya, halfdream.org. Karya akhirnya ditampilkan berupa video kompilasi potongan-potongan objek yang keseluruhannya terasa abstrak dan terasa absurd, dengan teks bergerak yang bergonta-ganti.

Finalis lain, Jungwon Seo menampilkan “We Maketh God” (Kami Menciptakan Tuhan) berupa video slow motion hitam-putih tentang sebab akibat tindakan manusia bagi sejarah, hari ini, dan masa depan. 

Sedangkan, sang pemenang utama Lawrence Lek mengangkat isu produksi realitas virtual. Dalam karya “Black Cloud” (Awan Hitam), perupa asal Malaysia yang menetap di London ini menggunakan CGI dan menggabungkan ruang-ruang nyata dengan virtual dan melihat interaksi manusia menggunakan AI. 

Lewat karyanya tersebut, salah satu pesan paling menonjol yang ingin dibawa Lek adalah bagaimana sikap manusia terhadap AI mengendalikan nilai-nilai, gaya hidup, dan moda beroperasi di seluruh dunia.

Sekadar informasi, rupanya VH AWARD telah berlangsung sejak 2016 oleh Hyundai Motor Group demi mendukung pencarian perupa media baru muda dari beragam konteks di Asia dan pameran karya mereka. Menariknya, VH AWARD ke-4 ini kali pertama perupa di luar Korea Selatan dapat kesempatan.

Tidak hanya itu, para perupa terpilih telah menjalankan program residensi daring bersama institusi seni dan teknologi Eyebeam New York Amerika Serikat. Selama residensi itu, produksi karya para perupa didanai sebesar USD$25.000 (Rp372 juta). Lawrence Lek, Pemenang Utama yang diumumkan pada November 2021 lalu, menerima tambahan hadiah sebanyak USD$25.000 (Rp372 juta).