Seni rupa modern dari barat, simak 5 fakta penting dan sejarahnya!
Seni rupa modern yang lahir di dunia bagian barat, menjadi salah satu periode paling berpengaruh bagi kesenian di seluruh dunia. Hal ini berhasil menggantikan kedudukan gerakan seni neoklasik, rococo, baroque, dan renaisans, yang sebelumnya dikuasai oleh permintaan penguasa, seperti gereja.
Meski istilah ‘modern’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai suatu hal yang paling baru, paling mutakhir, seni rupa modern adalah babak perkembangan dunia seni yang dimulai di akhir abad ke-19. Sedangkan seni masa kini, dikenal dengan sebutan ‘seni kontemporer’.
Karya-karya yang diproduksi para pemikir dan seniman era modern didorong oleh keinginan untuk menampilkan subjektivitas, kemampuan berpikir, serta kemutakhiran gaya dan material berkarya. Selain perupa, ide itu juga dilakukan oleh para penulis, penari, hingga pematung.
Lantas, bagaimana perkembangan era kesenian ini? Apa saja nilai yang terkandung di dalamnya, serta mengapa era itu bisa berakhir? Simak lima fakta tentang era penting seni rupa modern dunia barat dalam artikel ini!
Baca juga: Memahami perkembangan sejarah seni rupa modern Indonesia - Bagian 1
1. Didorong revolusi industri Eropa Barat di abad ke-19
Melansir THE ART STORY, sebelum masuk ke era modern awal, seni rupa barat dikuasai oleh gerakan neoklasik yang melawan gaya rococo dan baroque yang dianggap terlalu dekoratif. Gaya neoklasik terinspirasi oleh kesederhanaan, keseimbangan, dan matematika Masa Yunani dan Romawi Kuno.
Akan tetapi, kepopulerannya tergusur setelah seni modern lahir pertama di Eropa Barat sekitar 1860-an silam. Lantas, seperti bidang ilmu lainnya, perkembangan awal seni rupa modern barat dipengaruhi oleh revolusi industri yang ditandai dengan perkembangan penemuan dan kemampuan teknologi. Atas industrialisasi yang terjadi, banyak orang dari pinggiran kota Eropa berlomba-lomba bermigrasi ke kota untuk mencari kerja.
Perubahan hidup masyarakat Eropa lantas membuat pergulatan antar kelas semakin nyata, alhasil semakin banyak pemikiran tentang kehidupan modern yang muncul di benak seniman. Ketimbang melukis sekadar lanskap alam yang indah, mereka mulai menangkap realita kehidupan sehari-hari dalam lukisan-lukisannya.
2. ‘Seni untuk seni’ (art for art’s sake) jadi jargon utamanya
Lantaran sarat akan subjektivitas, individualitas, dan kemampuan seniman menjadi pelopor gaya berkarya, gerakan seni rupa modern barat memiliki suatu slogan utama yang populer di era awal kemunculannya. Jargon itu ialah “l’a pour l’art” yang berarti ‘seni untuk seni’ (art for art’s sake).
Istilah itu memanifestasikan ide tentang seni yang seharusnya independen, tidak dapat diasosiasikan dengan kepentingan lainnya. Semisal, ketika memandang sebuah lukisan, seseorang harus menilainya dari kualitas formal karya, termasuk garis, warna, motif, dan lain sebagainya.
Menurut THE ART STORY, salah satu karya seni modern yang merefleksikan nilai itu ialah karya pelukis Rusia Wassily Kandinsky dan karya-karya abstrak ekspresionis, gaya yang akan dibahas di bagian selanjutnya.
3. ‘Realisme’ dianggap sebagai pelopor aliran seni rupa modern barat
Pada dekade awal abad ke-19 sejumlah pelukis Eropa mulai bereksperimen dengan melakukan sebuah kegiatan sederhana, yakni mengobservasi. Tujuannya adalah untuk menelaah kondisi aktual di sekitarnya, mulai dari orang-orang hingga lingkungannya.
Pelukis Perancis Gustave Courbet dan Henri Fantin-Latour, menjadi dua nama yang sering terdengar ketika membicarakan gaya realisme. Mereka terkenal atas lukisan berisi wajah orang-orang serta situasi dunia sekitar dengan pandangan yang objektif.
Karya-karya realisme menelanjangi berbagai masalah sosial, ekonomi, politik, serta budaya Eropa di masa itu. Tanpa ada yang dipoles, karya mereka menjadi tangkapan senyata-nyatanya dari gejolak kehidupan masyarakat. Lantas, pendekatan Courbet dan Fantin-Latour dianggap sebagai langkah revolusioner dalam seni.
Salah satu contoh karya seni rupa modern bergaya realisme dari Courbet ialah lukisan “The Stone Breakers” yang dibuatnya pada 1849. Karya ini menangkap kejujuran hidup di bagian rural Perancis, lewat dua pemecah batu yang tengah sibuk menyelesaikan pekerjaannya.
Contoh lainnya, nampak jelas pada karya seni grafis Honoré Daumier berjudul “The Third-Class Carriage” yang diproduksi selama dua tahun sejak 1862. Meskipun menggambarkan kejadian nyata, Daumier memiliki gaya gambar yang lebih dramatis, berbeda dengan Courbet.
Baca juga: Ekspresi seni rupa modern Indonesia pasca-kemerdekaan hingga reformasi 1998 - Bagian 2
4. Diwarnai banyak aliran gaya lukisan
Tak terbatas di seni lukis, fotografi juga menjadi satu bidang yang berkembang pesat pada era ini. Hanya beberapa dekade sejak revolusi industri memuncak, fotografi berhasil memproduksi gambar yang akurat dengan nyatanya. Alhasil, para pelukis dan pematung mulai merasa terancam atas kepopuleran fotografi, seakan kepiawaian mereka dalam melukis realis terancam olehnya.
Kesadaran itu kemudian membuat para seniman memutar otak demi menemukan berbagai cara lain untuk berekspresi lewat karya seni. Itulah yang mengantarkan seni rupa ke dalam beragam gaya mulai dari yang masih menyerupai bentuk asli, hingga yang berasal dari mimpi, bahkan bergaya abstrak.
Beberapa diantara aliran seni rupa modern yang paling penting ialah impresionisme, post-impresionisme, fauvisme, ekspresionisme, kubisme, dan surealisme. Meski kebanyakan gaya ini berasal dari negara-negara Eropa, puncak seni rupa modern ialah abstrak ekspresionis, sebuah gerakan yang diinisiasi kelompok seniman Amerika Serikat.
Baca juga: Penjelasan singkat tentang seni kripto: NFT
5. Seni rupa modern berakhir setelah Andy Warhol muncul
Meski hingga kini masih banyak perdebatan tentang waktu spesifik berakhirnya era modern dan masuknya dunia seni ke masa posmodernisme terlebih lagi kontemporer, kelahiran karya-karya Andy Warhol di pertengahan 1950-an menjadi awal perubahan pemikiran dan pola berkarya dunia seni rupa.
Warhol menjadi sosok yang dikenal atas karya-karya bergaya pop art buatannya, sebuah aliran yang lahir di Inggris dan Amerika pasca Perang Dunia ke-II. Gaya ini dikenal dengan gambar dan warna mencolok, serta topik yang berkisar pada konsumerisme hasil dari kapitalisme.
Akan tetapi, karena dianggap terlalu individual, eksklusif, dan institutionalized, para pemikir posmodern yang meningkat di akhir 1960-an mulai menyuarakan perlawanannya terhadap seni rupa modern yang telah berjaya selama lebih kurang dua abad.
Selanjutnya, para seniman posmodern berusaha membedah metanarasi dari modernisme ke dalam bahasan yang berpijak pada isu sosial-budaya kala itu. Mereka melakukannya dengan karya-karya seni konseptual, seni feminis, seni instalasi, hingga seni pertunjukan.