Koalisi Seni kembangkan mekanisme pantauan pelanggaran kebebasan berkesenian
Koalisi Seni kembangkan “Mekanisme Pantauan Pelanggaran Kebebasan Berkesenian” demi mendukung hak-hak dalam lingkup kesenian di Indonesia. Inisiasi ini mendasar pada kasus yang selama ini hanya bisa dipantau dari pemberitaan media dan dokumentasi sejumlah organisasi HAM.
Maka dari itu, mekanisme yang diinisiasi Koalisi Seni ini bertujuan untuk memusatkan data kasus agar dapat ditindaklanjuti. Sehingga setiap orang bisa mendapatkan kebebasan berkesenian dengan aman.
“Karena itu Koalisi Seni berupaya mengembangkan mekanisme lebih baik. Harapannya, orang dapat melaporkan kejadian pelanggaran kebebasan berkesenian, dan kami pun dapat memverifikasi laporan tersebut,” jelas Ketua Pengurus Koalisi Seni Kusen Alipah Hadi, Jumat (29/7) lalu.
Kebebasan berkesenian ialah keleluasaan membayangkan, menciptakan, dan mendistribusikan beragam ekspresi budaya. Bebas dari sensor pemerintah, intervensi publik, hingga tekanan aktor non-negara. Tak hanya bagi seniman, kebebasan ini pun mencakup hak warga umum untuk mengakses karya-karya seni.
Melansir lama Koalisi Seni, adapun komponen utama hak-hak berkesenian yang perlu diketahui mencakup berkarya tanpa sensor, kebebasan berserikat, hingga perlindungan sosial dan ekonomi.
Pengamatan Koalisi Seni menunjukkan bahwa masih banyak kasus pelanggaran kebebasan berkesenian di Indonesia. Bahkan, selama 2010 hingga 2020, terjadi 57 kasus akibat sensor atau intimidasi, minimnya jalur distribusi dan upah karya, serta hak untuk ikut serta dalam kehidupan kebudayaan.
Terlebih lagi, pada 2021 sendiri terjadi 48 kasus dan 39 di antaranya pelanggaran jaminan sosial ekonomi akibat COVID-19. “Ini karena negara tidak bisa memberikan alternatif maupun solusi bagi pelaku seni pertunjukan yang terdampak pandemi. Padahal, sebagian dari mereka, hajat hidupnya disokong praktik keseniannya," ujar Koordinator Peneliti Kebijakan Seni dan Budaya Koalisi Seni Ratri Ninditya kepada TFR, Kamis (4/8).
Dalam upaya meningkatkan kesadaran tentang isu itu, Koalisi Seni juga akan melakukan sosialisasi dan kampanye. Tidak hanya itu, lembaga ini pun menerbitkan buku panduan bagi seniman agar memahami hak berkesenian, mitigasi potensi pelanggaran, serta langkah yang perlu ditempuh bila haknya dilanggar.
“Dengan begitu, seniman dapat menuntut perlindungan hak-haknya kepada negara, yang berkewajiban memenuhinya,” tulis pernyataan resmi Koalisi Seni dalam rilis yang diterima TFR.
Sejak 2020, Koalisi Seni telah meluncurkan Studi Pustaka Kebebasan Berkesenian di Indonesia 2010-2020. “Kajian tersebut menemukan, semangat reformasi justru menajamkan politik identitas, yang sering dijadikan alat negara mengontrol warganya. Alih-alih melindungi minoritas, proses hukum digunakan untuk menghambat gagasan yang berseberangan dengan pendapat mayoritas. Isu utama untuk melarang berbagai kegiatan seni adalah komunisme, agama, dan LGBT,” bunyi penjelasannya.
Pasalnya, kebebasan berkesenian di dunia pun telah dilindungi UNESCO lewat Quadrennial Periodic Report tentang Perlindungan dan Promosi Keragaman Ekspresi Budaya. Sehingga, lewat dukungan UNESCO, lembaga nirlaba Koalisi Seni berharap untuk memajukan ekosistem seni jangka panjang.