Gerakan #KitaBerkebaya rayakan kebaya sebagai wadah ekspresi diri

Bakti Budaya Djarum Foundation menginisiasi gerakan #KitaBerkebaya dalam rangka Hari Kebaya Nasional pada Kamis (24/7) lalu.

Gerakan ini mengingatkan kembali bahwa kebaya lebih dari sekadar busana tradisional dan simbol nostalgia, melainkan merupakan wujud sikap, perlawanan, dan kebanggaan perempuan Indonesia.

Oleh sebab itu, dalam kesempatan sama, turut diluncurkan film pendek “#KitaBerkebaya” yang dapat disaksikan melalui kanal YouTube Indonesia Kaya.

Pada Sabtu (26/7), untuk menampilkan semangat perayaan kebaya, Bakti Budaya Djarum Foundation juga menggandeng Narasi menggelar program #KitaBerkebaya di Posco Bandung, menghadirkan sesi diskusi yang menyorot pemberdayaan perempuan lewat kebaya.

Acara yang mengundang Andien, Ketua Komunitas Kebaya Menari Yanti Moeljono, dan Tara Basro itu membuka ruang bagi kebaya untuk terus hidup dalam berbagai bentuk.

“Gerakan #KitaBerkebaya mencoba menghadirkan kebaya bukan sebagai sesuatu yang kaku atau eksklusif, tapi wadah ekspresi diri. Harapan kami untuk masa depan kebaya adalah agar ia bisa menjadi bagian dari identitas sehari-hari perempuan Indonesia,” ujar Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian, melansir siaran pers, Senin (28/7).

Baca juga: Denny Wirawan X Bakti Budaya Djarum Foundation hadirkan koleksi Batik Kudus

Kebaya bukan hanya sebuah simbol budaya 

Adapun acara #KitaBerkebaya terbagi menjadi dua sesi, diawali dengan sesi perbincangan bertajuk “Berdaya Lewat Kebaya: Perempuan, Identitas, dan Inspirasi Generasi” bersama penyanyi Andien dan Yanti Moeljono.

Sesi ini membahas akar budaya kebaya dalam sejarah Indonesia, yang hadir sebagai simbol keanggunan, martabat, serta jati diri perempuan Indonesia dari berbagai latar sosial dan daerah.

Kebaya menyimpan nilai filosofis yang merepresentasikan kelembutan, keteguhan, serta peran perempuan dalam menjaga nilai-nilai budaya.

Berakar dari hal tersebut, keduanya juga membahas bagaimana perempuan muda melalui perjalanan kompleks dan personal dalam mencari jati diri.

“Aku percaya setiap perempuan punya perjalanan unik dalam menemukan dirinya, dan proses itu nggak pernah instan. Justru di tengah pencarian itu, penting banget punya pegangan dan kebaya bisa jadi salah satunya,” jelas Andien.

Ia juga membagikan arti kebaya menurutnya, “Buatku, kebaya bukan cuma tentang tradisi, tapi tentang mengenal siapa kita, dari mana kita berasal, dan apa yang ingin kita wariskan. Melalui gerakan #KitaBerkebaya, kita ingin bilang bahwa mengenal budaya bukan berarti kembali ke masa lalu, tapi membawanya ke masa depan dengan versi kita sendiri.”

Sementara itu, diskusi selanjutnya bersama Tara Basro mengangkat tema “Berdaya Lewat Kebaya: Menjadi Sosok Otentik Perempuan Berkebaya”. 

Pada sesi ini, Tara berbagi pengalamannya menjadi seorang perempuan otentik yang tetap berpegang pada nilai budaya di tengah spotlight sebagai seorang aktris sekaligus aktivis.

Menurutnya, kebaya merupakan media ekspresi yang personal, di mana kita bebas menghidupkan kembali kebaya dengan cara kita sendiri, sehingga membuat kebaya tetap relevan dan powerful.

“Buat aku, kebaya itu punya ruang tersendiri di hati, karena dia bukan sekadar baju, tapi punya cerita. Di dunia yang serba cepat dan serba instan, justru kebaya mengajarkan kita sadar sama akar kita. Anak muda sekarang itu kreatif banget, dan menurutku kebaya bisa banget jadi media ekspresi,” pungkas Tara.

Selain berdiskusi mengenai kebaya, acara #KitaBerkebaya juga dimeriahkan oleh penampilan menghibur dari Skeletale dan suara merdu Rahmania Astrini.

Melalui gerakan #KitaBerkebaya, harapannya kebaya bisa terus hadir dalam aktivitas sehari-hari perempuan Indonesia, bukan hanya sebagai simbol budaya.

Apalagi, kebaya juga memiliki kekuatan ekonomi yang memberdayakan, melibatkan mulai dari penjual kain, penjahit, pembatik, perancang busana, hingga pelaku industri kreatif lainnya di seluruh Indonesia.

“Kami ingin melihat kebaya dikenakan bukan hanya di acara formal, tapi juga dalam kehidupan yang dinamis, penuh warna, dan autentik, seperti perempuan-perempuan hebat yang mengenakannya. Kebaya itu tidak hanya hidup, tapi juga menghidupi,” tutup Renitasari.