Daftarkan kebaya ke UNESCO, Indonesia ikut joint nomination bersama empat negara lain
Indonesia resmi daftarkan kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) lewat sistem joint (multi-negara) nomination bersama Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand.
Kabar ini disampaikan langsung oleh Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Itje Chodidjah kepada sejumlah media termasuk Kompas.com, Selasa (14/2) kemarin.
“Sudah diputuskan bahwa Indonesia ikut joint nomination mendaftarkan ke UNESCO bersama empat negara ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara),” tutur Itje.
Ternyata, keputusan tersebut diperoleh setelah dilakukannya focus group discussion (FGD) beberapa waktu lalu oleh kelima negara di Asia Tenggara tersebut.
“Kesepakatan didapat melalui FGD yang dilakukan kelima negara pada minggu lalu di Jakarta, bersama Kementerian Luar Negeri, tim kami (UNESCO), dan Direktur Jenderal Kebudayaan Kemenristekdikbud (Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi),” jelas Itje soal proses pengambilan keputusan.
Baca juga: Pengajuan kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Unesco tuai pro dan kontra
Alasan memilih joint nomination dipilih
Lebih lanjut Itje mengujar bahwa keputusan kelima negara untuk bergabung dan mendaftarkan kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda merupakan langkah yang bijaksana.
Pasalnya, Itje berpendapat bahwa putusan itu dinilai sebagai bentuk, “soft diplomacy (langkah diplomatis halus) yang bagus, terlebih Indonesia sebagai ketua ASEAN akan menunjukkan kewibawaannya.”
Di sisi lain, Itje turut menekankan bahwa budaya memiliki sifat yang dinamis dan mungkin saja menjalar ke negara lain di luar tempat asalnya.
Selaras dengan itu, Itje mengujar bahwa meski kebaya memiliki sejarah awal di tanah air, perpindahan orang Indonesia ke negara lainnya membuat balutan pakaian itu mungkin ditemukan di luar negeri.
“Orang Indonesia menyebar ke mana-mana, jadi kebaya dipakai juga di Brunei dan negara-negara lain. Itu lah sebabnya, lebih bijak untuk mendaftarkannya lewat joint nomination,” tutur Itje.
Sebelumnya Indonesia tolak tawaran joint nomination kebaya
Itje mengujar, sistem joint nomination kini yang telah dipilih diharapkan akan mempercepat proses pendaftaran kebaya ke UNESCO, mengingat pengajuan negara tunggal (single nomination) berpotensi memakan waktu proses yang lama.
Di sisi lain, pada 23 November tahun lalu, sebenarnya Singapura, Malaysia, Thailand, dan Brunei telah mengajak Indonesia dan negara serumpun lainnya untuk membentuk joint nomination.
Ajakan itu bertujuan untuk mendaftar kebaya ke Intergovernmental Committee Intangible Cultural Heritage and Humanity (IGC ICH) UNESCO.
Namun, berdasarkan laporan Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) (28/11/22), Indonesia kala itu memilih menempuh prosedur single nomination, mengingat adanya satu berkas aktif yaitu Budaya Sehat Jamu yang akan dibahas di IGC ICH UNESCO di 2023.
Penetapan kebaya sebagai warisan budaya oleh UNESCO akan dilangsungkan akhir tahun
Bila sesuai dengan ajakan awal, bangsa-bangsa serumpun termasuk Indonesia ini akan mengajukan berkas soal kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO pada Maret mendatang.
Sedangkan menurut Itje, sidang putusan UNESCO terhadap penetapan Warisan Budaya Tak Benda kemungkinan besar akan dilakukan di penghujung 2023, tepatnya pada November atau Desember.
Di sisi lain, Itje juga mengingatkan bahwa enkripsi oleh UNESCO bukan bentuk pemberian hak atas warisan budaya, melainkan suatu pencatatan.
Menurutnya, “Saat ini semakin banyak kita dicatatkan di UNESCO, sebenarnya semakin bagus.”