Tujuh film asal Jerman akan diputar dalam Festival Film “DEKADEN”
Akses untuk menyaksikan film asal Jerman boleh jadi tidak semudah itu di Indonesia. Namun, Goethe-Institut Indonesia menangkap kesempatan ini dengan menggelar festival film mini.
Dalam rangka merayakan 60 kehadirannya di Indonesia, lembaga kebudayaan untuk Jerman itu menghadirkan festival film mini “DEKADEN” yang akan berlangsung selama 3 kali Minggu berturut-turut pada bulan ini, tepatnya pada 16, 23, dan 30 Oktober 2022 mendatang.
Festival yang diselenggarakan di GoetheHaus Jakarta ini akan menampilkan tujuh film asal Jerman yang dirilis selama enam dekade terakhir, mulai dari 1966 hingga 2020.
“Film-film yang dikurasi untuk ditayangkan berupaya menangkap satu momen yang memberi kilas balik unik mengenai perkembangan di Jerman dalam kaitan dengan perkembangan di Indonesia,” ucap Dr. Ingo Schöningh, Kepala Program Budaya Goethe-Institut Indonesien.
Ia juga menambahkan bahwa “DEKADEN” akan menyajikan, “Beragam genre dari beberapa sutradara yang menonjol dan memutar film yang belum terlalu sering dipertontonkan. Lewat cara ini, kami memberi kesempatan kepada siapa pun untuk lebih mengenal film Jerman.”
Meski untuk memperkenalkan perkembangan di Jerman, seluruh film yang ditampilkan akan dilengkapi dengan bahasa Indonesia. Pihak Goethe-Institut juga menambahkan satu aturan khusus, yakni festival ini hanya dapat dihadiri oleh seseorang yang berusia 18 tahun ke atas.
Lantas, festival film yang tidak dipungut biaya ini akan dibuka dengan film dari dasawarsa terakhir, yakni “Toni Erdmann” (2016) dan “Undine” (2020). Kedua film tersebut menampilkan tokoh utama perempuan yang hidup dan bekerja secara mandiri di dunia kontemporer.
Pada minggu kedua, penonton akan disuguhi dengan sajian film dari “Der Junge Törless” (1966) dan “Angst essen Seele auf” (1974).
“Der Junge Törless” merupakan adaptasi dari “Kebingungan Pemuda Törless (Die Verwirrungen des Zöglings Törless)”, sebuah karya novel yang menceritakan tiga orang remaja yang memergoki teman sekelasnya mencuri, lalu main hakim sendiri.
Sedangkan “Angst Essen Seele auf”’ menceritakan kisah cinta dua pasangan kelas bawah yang ditentang oleh masyarakat, kolega, bahkan anaknya sendiri.
Hari terakhir program “DEKADEN” didedikasikan kepada kota yang menyaksikan konsekuensi Perang Dunia II lebih dari kota mana pun, yaitu Berlin. “Der Himmel über Berlin” (1987), yang melihat Berlin melalui mata malaikat yang tak terlihat atau didengar manusia. Malaikat itu jatuh cinta kepada seorang wanita di bumi dan mendatangkan perdebatan pribadi dengan dirinya. Jika ia ingin sesuatu yang lebih, maka harus melepaskan kehidupan sebagai seorang malaikat.
Selain film yang didedikasikan untuk Berlin, ada pula “Das Leben der Anderen” (2006) bercerita tentang polisi rahasia yang diminta untuk memata-matai seorang penyair dengan kekasihnya.
Pada penayangan hari terakhir, penonton juga akan dikejutkan dengan penayangan istimewa di antara kedua film itu. Nah, jika tertarik, tiket dapat diambil satu jam sebelum acara dimulai.