Dipandu Avip Priatna, lantunan nusantara meriahkan panggung musik klasik Singapura

Helaian-helaian kain batik nusantara milik ribuan penonton memenuhi ruangan orkestra di Singapura malam itu. Semua kompak senada demi menyaksikan konduktor Avip Priatna dalam konser orkestra Jakarta Concert Orchestra (JCO) bersama paduan suara Batavia Madrigal Singers (BMS).

Pasalnya, ribuan orang di panggung megah teater teluk Esplanade, Singapura itu hadir untuk “Vibes of Nusantara” yang menampilkan menampilkan aransemen lantunan nusantara yang dipandu konduktor maestro musik klasik Avip Priatna. Dan, TFR berkesempatan untuk menjadi salah satunya.

Kerumunan penonton yang penuh antusias itu langsung memenuhi bangku-bangku hijau temaram dalam ruang Esplanade tak lama setelah pintu dibuka usai menanti sekitar satu jam, pada Rabu (21/9) lalu.

Seluruh mata pun terfokus pada bangku dan penyangga partitur yang masih kosong, menunggu para pemain JCO mengisinya. Hingga, sesuai jadwal, tepat 19.30 waktu Singapura, pertunjukan dimulai.

Tepukan tangan memenuhi penjuru ruangan ketika para musisi memasuki panggung. Riuh semarak makin kencang saat Avip Priatna dibalut setelan beludru hitam dan pantofel mengilap berjalan sigap ke tengah panggung dan menyapa hormat seluruh penonton dengan membungkukkan tubuhnya.

Suasana cahaya ruangan pun kian berubah, terfokus pada JCO yang telah siap menerima aba-aba sang konduktor dan membaca partitur dengan teliti. Selang sepersekian detik, dentuman ritmik perkusi dan ketikan not piano, menjadi harmoni pertama yang menyambut penonton.

Lantunan bertajuk “Overture Fatahilah” pun membuka konser diiringi dentuman timpani sesekali yang membangun nuansa megah. “Sebuah komposisi musik imajinatif, tentang perjalanan Fatahillah dari satu tempat ke lainnya di dunia,” jelas pemilik karya aransemen itu, komponis Fero Aldiansyah Stefanus.

Setelah lagu pertama, pemain klarinet Nino Ario Wijaya memasuki panggung bersama Avip, menandakan lagu kedua “Variation on Tanah Air” akan segera dimainkan. Setelah adaptasi karya Ibu Sud selesai, lagu ketiga “Indonesia Jiwaku” bermain seraya diiringi suara merdu penyanyi tenor BMS Farman Purnama.

Selanjutnya, adaptasi maestro Ismail Marzuki “Variation on Theme of Sepasang Mata Bola” yang menjadi deretan musik keempat. Lagu ini pun diiringi lantunan pianis Jonathan Kuo yang memimpin harmoni.

Sepanjang babak pertama konser “Vibes of Nusantara”, seluruh penonton tampak hanyut menikmati dinamika suara konsonan dan disonan pimpinan Avip. Hampir seluruhnya tak bergeming dan terhanyut. Tim TFR pun tercengang mendengar jernihnya alunan menghanyutkan nan dramatis selama konser. 

Menariknya, usut punya usut, menurut sang konduktor, ternyata memang konstruksi menyerupai sirip di bagian langit-langit Esplanade yang ada di ujung selatan Semenanjung Malaya itu telah disesuaikan untuk menghadirkan suara terbaik dengan kerenyahan dan ketebalan yang dibayangkan.

Selang 10 menit selama rehat menuju babak kedua konser, JCO dan Avip kembali menggemparkan ruangan dengan lantunan orkestra dan paduan suara “Hentakan Jiwa”. Tak tanggung-tanggung, bukan hanya harmoni nyanyian BMS tetapi juga koreografi penampilan, memukau seluruh penonton.

Wajah sumringah mewarnai kursi penonton selama babak kedua berisi ragam lantunan ceria. Avip melanjutkan penampilannya dengan lagu "Rampak Melayu", "Zamrud Khatulistiwa", "Paris Barantai", "Tak tong tong", dan "Ayo Mama". Selama babak ini, bibir penonton yang hafal di luar kepala turut bernyanyi.

Salah satu yang paling mengesankan selama menonton “Vibes of Nusantara” adalah kemampuan Avip untuk membangun interaksi dengan penonton dari aransemen musik klasiknya. Sebelum lagu “Tokecang” bermain, Avip mengajak penonton untuk mengucap “Hey!” usai nada khas Sunda dari orkestra bermain.

Sehingga, ketika nada terdengar selama “Tokecang” bermain, serentak 1.071 penonton meneriakkan “Hey!” dengan wajah yang berseri-seri. Ini menjadi salah satu pengalaman menyegarkan dalam panggung musik klasik tersebut.

Meski bukan lagu terakhir, setelah “Tokecang” selesai, serentak penonton memberikan standing ovation ke arah panggung selama tiga menit penuh, mengapresiasi lagu yang dipimpin oleh duo flute Metta F. Ariono dan Marini Widyastari.

Tak terasa, dua jam lebih pertunjukan telah menemui akhirnya. JCO pun menutup konser dengan lagu terakhir pilihannya, lagu daerah Tapanuli “Lisoi”. Tak jauh dari tempat tim TFR, tampak dua penonton yang terus berdiri selama lagu terakhir bermain dengan raut wajah khusyuk ikut menyanyikan lirik lagu yang dipandu Farman Purnama dan penyanyi sopran BMC Jessica Januar.

Penonton pun kembali berdiri dan memberikan apresiasi meriah atas pertunjukan semalam suntuk itu. Tak jauh berbeda dari “Tokecang”, sekitar tiga menit standing ovation membanjiri ruangan Esplanade.

Sebuah pengalaman yang tak kan terlupakan, menyaksikan hasil eksplorasi konduktor Avip Priatna bersama komponis musik lain untuk memberikan pengalaman musik klasik dengan lagu-lagu Indonesia. 

Memang ternyata, salah satu impian terbesar sang konduktor adalah mengenalkan alunan nusantara di muka musik klasik dunia, karena rasa percayanya atas karya-karya Indonesia. 

“Sebetulnya ini keinginan kami untuk mengadakan sebuah pertunjukan di luar Indonesia, angan-angan dan mimpi dari JCO untuk membawakan karya komponis Indonesia dengan komposisi dan aransemen yang menghadirkan kekayaan Indonesia,” tutur Avip kepada media beberapa saat sebelum pertunjukan.