Prospek cerah, Indonesia jadi tujuan investasi digital terpopuler di ASEAN

Presiden Joko Widodo yang diwakilkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia telah menjadi salah satu negara yang paling dituju untuk investasi digital terpopuler di ASEAN. Bahkan, jadi penyumbang hampir setengah pangsa ekonomi digital di ASEAN.

Hal itu tampak dari ekonomi digital di Tanah Air yang terus melesat maju dalam beberapa tahun terakhir. Selain meningkatnya preferensi belanja online yang didukung canggihnya sistem pembayaran digital, hal ini juga bisa dilihat dari sejumlah perusahaan yang lahir dan membanjiri pasar ekonomi di Indonesia.

"Indonesia menjadi tujuan investasi digital terpopuler di Asia Tenggara, mewakili 40% digitalisasi di Asia Tenggara yang nilainya Rp300 triliun," jelas Airlangga dalam sambutannya di Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI), rangkaian menuju G20 Finance Track di Nusa Dua Bali, Senin (11/7).

Bahkan, melansir Kompas, per 2021 perdagangan digital telah mencapai Rp401 triliun seiring dengan peningkatan minat belanja secara online yang didukung oleh sistem pembayaran digital.

Hal ini disebut akan terus meningkat di masa depan. Tak tanggung-tanggung, diperkirakan potensi ekonomi digital bisa mencapai US$146 miliar pada 2025. Peningkatan sebesar delapan kali lipat juga mungkin dicapai pada 2030 menjadi Rp4.531 triliun, dan nilai uang elektronik naik 32,25%.

Tidak hanya itu, melansir Katadata, dalam festival yang ditujukan untuk mendorong integrasi ekosistem ekonomi dan keuangan digital tersebut, Menko Perekonomian juga mengatakan bahwa berdasarkan data, Indonesia telah memiliki total startup mencapai 2.391 perusahaan rintisan hingga saat ini.

Bahkan, melansir CNN Indonesia, dua dari seluruh perusahaan startup tersebut telah menyandang status decacorn dengan valuasi lebih dari US$10 miliar atau sekitar Rp150 triliun. Sedangkan, delapan lainnya menjadi perusahaan unicorn dengan valuasi mencapai US$1 miliar atau sekitar Rp15 triliun.

Namun, dari ribuan startup diproyeksi hanya 10% perusahaan yang bergerak di sektor energi baru terbarukan (EBT). Direktur Program New Energy Nexus (NEX) Diyanto Imam mengungkap proyeksi tersebut dihitung atas asumsi total startup yang ada di Indonesia berada di angka 1.000 perusahaan.

NEX sendiri ialah organisasi global yang berusaha membangun ekosistem dana bagi wirausaha sektor EBT melalui pendanaan, program akselerator, dan jaringan. Memulai sekitar tiga sampai empat tahun lalu, “Yang mendaftar masuk program inkubasi sekitar 200-225, dari 200-an, yang kami terima 69-70an. Kalau kami berasumsi ada 1.000 startup, berarti (startup EBT) kurang dari 10%," jelas Diyanto.

Minimnya informasi terkait kerja dan organisasi pendukung jadi alasan utama kecilnya jumlah startup dalam sektor tersebut. Alasan lain ialah kebijakan pemerintah yang masih belum mendorong sektor EBT.