Karya seni AI memenangkan kontes kesenian, tuai protes dari para seniman

Karya seni digital “Théâtre D'opéra Spatial” atau “French for Space Opera Theatre” yang dibuat Jason M. Allen pada Agustus lalu berhasil menduduki posisi pertama dalam Colorado State Fine Arts Competition.

Berhasil menang untuk kategori digital arts/digitally manipulated category, karya ini mendapatkan hadiah sebesar US$300. Pasalnya, karya seni digital ini dibuat berdasarkan Midjourney, sebuah teknologi kecerdasan buatan yang mampu menghasilkan gambar detail saat diberikan petunjuk tertulis. 

“Saya terpesona oleh citra ini. Saya menyukainya. Dan menurut saya semua orang harus melihatnya," ungkap Allen bahagia dengan pencapaiannya, sebagaimana melansir dari CNN Business (3/9).

Sayangnya, karya Allen tersebut justru menuai kontroversi di kalangan seniman terkait apakah seni dapat dihasilkan komputer dan apa artinya menjadi seorang seniman. Tidak hanya itu, unggahan Allen dalam akun Discord Midjourney ternyata viral dalam Twitter dan juga memperoleh tanggapan negatif.

“Kami menyaksikan kematian seni terungkap di depan mata kami. Jika pekerjaan kreatif tidak aman dari mesin, maka pekerjaan dengan keterampilan tinggi pun dalam bahaya menjadi usang. Lalu apa yang akan kita miliki?” cuit salah satu pengguna Twitter yang mendapat lebih dari 6.000 likes dan 200 retweets.

Di sisi lain, melansir Vice (31/8), Allen menyadari karyanya akan mengundang kontroversi. Baginya menarik bagaimana orang di Twitter tampak menentang seni yang dihasilkan AI (artificial intelligence).

Rupanya, penulis dari Atlantic Writer Charlie Wazel pernah membahas bagaimana teknologi makin digunakan untuk membuat pekerjaan seni dan pertunjukkan yang tampak tak menguntungkan publik.

“Seni oleh AI (art AI) adalah bagian dari itu. Bagi pengembang dan orang-orang yang berpikiran teknis, ini adalah hal yang keren, tetapi bagi ilustrator hal ini sangat mengecewakan karena rasanya Anda telah menghilangkan kebutuhan untuk mempekerjakan ilustrator,” ungkap Charlie memberikan pandangannya.

Toh, Allen sendiri punya latar belakang sebagai game designer. Kategori yang dimenangkannya juga karyanya mengacu pada penggunaan teknologi digital sebagai bagian dari proses kreatif atau presentasi.

Bagi Allen, proses yang dilakukannya tak sesederhana memecahkan kata-kata bersama lalu bisa memenangkan kompetisi. Betapa tidak, untuk mendapatkan tiga gambar terakhir yang Allen ikuti dalam kompetisi itu, meski dibuat berdasarkan Midjourney, dirinya tetap menghabiskan waktu lebih dari 80 jam.

Pertama, dirinya harus “bermain-main” dengan frasa hingga Midjourney menghasilkan gambar wanita dengan gaun berenda dan helm luar angkasa. Lalu, ada penyesuaian pada pencahayaan dan harmoni warna. Allen kemudian menciptakan 900 iterasi dari apa yang menghasilkan tiga gambar terakhirnya.

Tak hanya tu, Allen juga menggunakan Photoshop untuk menyempurnakan ketiga gambarnya. Bahkan, menggunakan Gigapixel AI untuk meningkatkan resolusi dan mencetak gambar di atas kanvas.

Mengingat proses panjang yang dilaluinya, Allen berpendapat, “Daripada membenci teknologi atau orang-orang di baliknya, kita perlu menyadari bahwa itu adalah alat yang kuat dan menggunakannya untuk kebaikan sehingga kita semua dapat bergerak maju daripada merajuk tentangnya.”

Menariknya, Cal Duran, salah satu juri dalam kompetisi itu tidak menyadari jika karya Allen menggunakan bantuan kecerdasan buatan. Selaras dengan itu, dirinya pun menilai kecerdasan buatan bisa menjadi jalan bagi seseorang untuk menjadi seniman dengan cara yang tidak biasa pada umumnya.

Allen sendiri tidak akan berhenti. Menurutnya, “Kemenangan ini memperkuat misi saya.”