Demi mengedukasi, museum di London segera gelar pameran karya seni palsu
Courtauld Gallery, sebuah museum di London, segera menggelar pameran dengan karya seni palsu bertajuk “Art and Artifice: Fakes from the Collection”.
Akan dibuka mulai 17 Juni 2023, melansir dari Artnet (24/5), pameran ini bakal menampilkan beragam lukisan, gambar, dan patung yang ternyata adalah karya seni palsu.
Karya-karya itu termasuk lukisan panel abad ke-15 berisi gambar seorang perempuan dan anak, buatan Botticelli, yang dipalsukan pada 1920-an.
Oleh karena itu, pameran ini menitikberatkan pada fenomena pemalsuan yang ada di dalam dunia seni rupa, dibanding mengedukasi tentang nilai historis dan estetika dari karya-karya yang ditampilkan.
“Jika gambar ini dibuat oleh Michelangelo, ini menggambarkan evolusinya sebagai juru gambar,” terang Karen Serres dan Rachel Hapoienu, para kurator pameran, kepada Artnet.
Lantas, para kurator ini pun menambahkan, “Namun, jika gambar ini dibuat oleh orang lain (palsu), maka pesannya akan sepenuhnya berbeda, dan bisa menjadi bahan pembelajaran bagi para pelajar dan periset.”
Keduanya pun menyatakan, “Pemeriksaan detail garis pemalsu dan perbandingannya dengan garis Michelangelo mendorong kita mempertimbangkan keahlian gambar masing-masing seniman.”
Di luar itu, menurut kurator pameran “Art and Artifice: Fakes from the Collection”, pada masanya, beragam karya seni palsu tersebut memiliki pasarnya tersendiri dan begitu laku.
Meski, hal itu tak membuat seniman pemalsu menjadi populer, dan tidak begitu dikenal hari ini.
Selama pameran, bentuk dari puluhan karya yang ditampilkan begitu beragam dan berasal dari para maestro seni rupa seperti Sandro Botticelli dan Auguste Rodin.
Selain itu, Courtauld Gallery juga akan menyoroti karya dari para pemalsu terkenal seperti Han van Meegeren, Falsario del Guercino, dan Eric Hebborn.
Baca juga: Museum Inggris galang dana untuk akuisisi lukisan karya Joshua Reynolds senilai £50 juta
Pameran karya seni palsu digelar demi edukasi
Lantaran begitu banyak hal yang dapat dipelajari lewat fenomena pemalsuan karya seni, Courtauld Gallery menyebut pameran ini bertujuan utama edukasi.
Di luar itu, para Serres dan Hapoienu berharap, pameran karya seni palsu ini dapat memantik diskusi dan transparansi tentang pemalsuan karya.
Pasalnya, Courtauld Gallery sendiri ialah lembaga yang berdedikasi untuk mengajarkan sejarah dan konservasi seni.
Nah, dalam pameran “Art and Artifice: Fakes from the Collection”, pihak museum turut mendapat karya seni palsu dari hibah para kolektor, yang disebut tidak tahu bahwa karya itu hanyalah barang tiruan.
Meski begitu, menurut penyelenggara pameran, banyak juga karya palsu yang bahkan berhasil mengelabui museum besar dan para peneliti.
Salah satunya adalah fenomena karya pelukis John Constable yang sempat merajalela. Padahal karya seni tersebut dibuat oleh pemalsu.
“Jika Anda menemukan sebuah karya seni sebagai indah, menggerakkan, dan memantik pikiran, apakah penting nama senimannya?” ungkap kedua kolektor mengindikasi kompleksitas pemalsuan karya.
“Jika karya palsu saja bisa mengelabui para ahli, apakah keindahan estetikanya jadi tidak berarti? Apakah mengetahui identitas seniman lantas meningkatkan apresiasi sebuah karya?” tambah keduanya.
Lebih lanjut, sederet karya seni palsu yang berhasil menipu para ahli itu juga akan dipamerkan dalam pameran “Art and Artifice: Fakes from the Collection”.
“Kami harap (pameran) ini juga berfungsi sebagai pengingat kesalahan kita semua, dan bahwa kita harus menantang asumsi kita sendiri, (karena) sering kali kita hanya melihat apa yang ingin kita lihat, dan kita perlu mencoba melihat karya seni dengan kritis dan pikiran terbuka,” pungkas kedua kurator pameran.