DJ perempuan asal Indonesia tampil memukau di Alex Blake Charlie Session Singapura

Selama pekan lalu, tepatnya 21 hingga 25 Februari, Alex Blake Charlie Session yang didedikasikan bagi para perempuan musisi, digelar di Pasir Panjang Power Station, Singapura.

Selama lima hari penuh, festival musik di Singapura tersebut diwarnai berbagai kegiatan mulai dari pameran seni, petualangan kuliner unik, dan tentunya, penampilan musisi nan ciamik.

Para musisi perempuan mewarnai kemeriahan festival lintas generasi tersebut lewat penampilan di atas panggung utama dan panggung yang didedikasikan bagi para Disk Jockey (DJ) terkini.

Salah satu di antaranya ialah Kindergarchy, seorang perempuan asal Indonesia yang tampil pada Sabtu (25/2) kemarin, sekaligus menjadi satu-satunya DJ dari tanah air.

Bernama asli Amanda Rizkita, Kindergarchy menampilkan lantunan musik atmosfer yang menjadi kepiawaiannya, di mana TFR berkesempatan untuk menyaksikannya langsung.

Baca juga: Festival musik Alex Blake Charlie Session digelar, soroti potensi musisi perempuan

Persiapan Kindergarchy menuju Alex Blake Charlie Session

Ditemui di sela-sela keseruan festival musik Alex Blake Charlie Session, kepada TFR Kindergarchy mengaku telah mempersiapkan penampilannya sejak dua minggu sebelum penampilannya, Sabtu (25/2).

Namun, sembari terkekeh ia mengaku, “Sebenarnya baru benar-benar siap-siap semalam, setelah kerja.”

Pasalnya, selain menjadi seorang disjoki, hingga hari ini Amanda Rizkita masih bekerja purna waktu di sebuah perusahaan IT (Information Technology) di Singapura. 

Berkenaan dengan penampilannya, Kindergarchy mengaku tampil di Alex Blake Charlie Session (ABCS) terasa cukup menantang. 

Pasalnya, berbeda dengan penampilannya yang kerap menghabiskan satu jam penuh, di festival musik pekan lalu, ia tampil dalam dua sesi sepanjang 30 menit. 

Karier bermusik Kindergarchy dimulai sejak pembatasan sosial pandemi

Kepada TFR, Kindergarchy yang kini telah menetap di Singapura itu, turut menceritakan perjalanan karier bermusik sebagai DJ yang dimulai ketika pandemi COVID-19 melanda.

Sebagai penggemar musik alternatif dan media rekaman klasik, piringan hitam, Kindergarchy mengaku, “Selama ini selalu ingin mengoleksi rekaman (vinyl).”

Alhasil, ketika pandemi melanda dan memberi banyak waktu luang baginya. “Saya rasa ini adalah waktu yang tepat untuk membangun koleksi dan belajar menjadi DJ.” ujarnya lagi.

Selanjutnya, berbekal jejaring di industri musik terutama dengan DJ lainnya, Kindergarchy memulai kariernya dan telah bermain di berbagai panggung Singapura, juga tanah air.

Beberapa tempat di Indonesia yang pernah dicicipi Kindergarchy untuk membagikan alunan musik membiusnya ialah Norrm di Bandung, serta Potato Head di Bali. 

Lebih lanjut Amanda turut menceritakan alasan memilih ‘Kindergarchy’ sebagai nama panggungnya. 

Ternyata, nama itu merupakan perpaduan dari dua kata, ‘kindergarten’ (Taman Kanak Kanak) dan ‘anarchy’ (anarko), yang telah digunakan Amanda sejak lama.

Inspirasi dan pandangan Kindergarchy tentang skena musik bagi perempuan

Dalam bermusik, kepada TFR Kindergarchy menyampaikan bahwa inspirasi terbesarnya datang dari racikan alunan para DJ independen di skena musik alternatif.

Selain itu, berkaitan dengan pengalaman di industri, Kindergarchy merasa skena musik banyak diisi oleh sosok-sosok suportif yang terbuka atas kebaruan-kebaruan karya.

Namun, ada perbedaan yang Ia lihat antara industri musik di Singapura dan tanah air, yakni soal kesediaan membayar tiket dalam rangka mengapresiasi musisi.

“(Orang) Singapura lebih suka investasi (untuk menikmati musik) jadi banyak yang bisa dilakukan (musisi),” jelasnya. 

Di lain sisi, Ia juga sempat menyentuh bahasan soal stigma masyarakat terhadap perempuan DJ. 

“Stigma tentang DJ perempuan (sebagai) party animal (binatang pesta) dan pertanyaan soal pakaian seperti apa yang dikenakan, walau saya suka fesyen tapi musik saya lebih penting,” tuturnya.