Lima bahasa daerah di Provinsi Maluku telah punah
Setidaknya lima dari 62 bahasa daerah yang terdaftar di wilayah Provinsi Maluku telah punah karena tak ada lagi penuturnya. Hal itu sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Kantor Bahasa Maluku.
Menurut Sahril, kelima bahasa daerah Maluku yang dimaksud ialah bahasa Kayeli dan Masareta dari Buru, bahasa Lun dan Nila dari Maluku Tengah, serta bahasa Piru dari Seram bagian Barat.
Melansir CNN Indonesia (8/3), walaupun masih terdapat warga asli yang tinggal di wilayah Kecamatan Nila Sarua dan Kabupaten Maluku Tengah, namun bahasa Nila tak lagi banyak digunakan.
Ini disebabkan banyaknya masyarakat dari daerah tersebut yang berpencar ke wilayah lain. Alih-alih menggunakan bahasa aslinya, mereka lantas menggunakan bahasa yang dipakai di wilayah baru.
Sahril mengatakan, kondisi itulah yang menyebabkan penutur bahasa Nila kian berkurang. Sementara itu, bahasa Kayeli dan Masareta kini dapat dikatakan telah punah dan tak ada penuturnya.
“Sedangkan bahasa Kayeli dan Masareta memang tidak ada lagi penuturnya, tetapi kami sempat mendokumentasikan bahasa daerah dalam bentuk kamus kosakata,” ujarnya di Ambon, Rabu (8/3), kepada ANTARA.
Baca juga: Hiburan untuk semua (Bagian 1) : Musik bukan hanya untuk orang dengar
Kelima bahasa dikategorikan punah merujuk pada UNESCO
Sebagaimana menurut Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), bahasa dengan jumlah penutur di bawah satu juta maka dikategorikan punah.
Berdasarkan standar tersebut, maka bahasa-bahasa lainnya yang terdapat di wilayah Provinsi Maluku dengan penduduk kurang dari dua juta bisa dikatakan hampir punah.
“Dianggap punah karena terbatas jumlah penutur. Bahasa Melayu Ambon saat ini mencapai satu juta penutur, hal ini menyebabkan bahasa daerah lainnya hampir punah,” kata Sahril.
Daripada bahasa-bahasa lainnya, bahasa Indonesia dan Melayu Ambon tampaknya memang lebih banyak digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari jika dibandingkan dengan bahasa asli dari masing-masing daerah.
Ia mengatakan bagaimana ini merupakan ancaman bagi bahasa daerah yang menjadi sulit berkembang hingga jarang dituturkan.
“Di dalam keluarga keluarga sendiri orang bahasanya bercampur-campur, yakni bahasa Melayu Ambon dan bahasa daerah. Ini menjadi kendala, ancaman, mengapa bahasa daerah sulit berkembang dan lama kelamaan habis penutur dan punah bahasa,” tuturnya lagi.
Upaya mengatasi kepunahan bahasa daerah Maluku
Guna mengatasi ancaman tersebut, Kantor Bahasa Maluku berupaya untuk menghidupkan kembali bahasa-bahasa daerah di wilayah Maluku secara bertahap.
Pada 2022 misalnya, Kantor Bahasa Maluku telah mencoba merevitalisasi tiga bahasa daerah, termasuk di antaranya bahasa Kei dari Kabupaten Maluku Tenggara, bahasa Buru dari Kabupaten Buru, dan bahasa Yamdena dari Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Adapun pada 2023 ini, upaya tersebut akan melanjutkan program revitalisasi bahasa daerah Maluku dengan menambahkan bahasa Seram dari Kabupaten Seram bagian Timur dan bahasa Tarangan dari Kabupaten Kepulauan Aru sebagai sasaran.