Nama “Jokowi” jadi nama spesies bambu baru
Nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadikan sebagai nama spesies bambu baru yang ditemukan seorang ahli taksonomi bambu di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Elizabeth Anita Widjaja.
Untuk diketahui, taksonomi merupakan cabang biologi yang menelaah penamaan, perincian, hingga pengelompokkan makhluk hidup berdasarkan persamaan dan perbedaan sifatnya.
Elizabeth menamai spesies bambu yang ditemukannya tahun lalu itu dengan Bambusa Jokowii Widjaja.
Ketiga kata tersebut memiliki penjelasan, yakni Bambusa sebagai marganya, Jokowii yang menandakan spesiesnya, kemudian Widjaja adalah nama sang penemu.
Baca juga: Pohon Hayat karya desainer grafis Bandung resmi menjadi logo IKN
Alasan spesies bambu baru diberi nama Jokowi
Menurut Elizabeth, nama Jokowi dipilih sebagai nama spesies bambu baru tersebut karena momen penemuannya bertepatan dengan kunjungan orang nomor satu di Indonesia itu ke Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pasalnya, tahun lalu, Jokowi memang sempat berkunjung ke NTT dalam rangka meninjau Kampus Bambu Turetogo di Ngada, NTT.
“Itu yang ketemu waktu sehari sebelum Pak Jokowi mendarat, jadi tanggal 31 Mei 2022. Saya berikan nama Bambusa Jokowii,” ujarnya dalam acara “Bambu Masa Lalu, Sekarang, dan Masa Depan” yang digelar oleh Yayasan KEHATI beberapa waktu lalu, dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (2/6).
Elizabeth juga menjelaskan bahwa pemilihan nama tersebut juga dilatarbelakangi oleh rasa bangga masyarakat Flores karena berkesempatan mendapat kunjungan presiden.
Betapa tidak, menurut peneliti ini, sejak presiden pertama Indonesia Soekarno dipenjara di Ende, belum ada lagi presiden yang datang berkunjung ke sana.
“Untuk bambu yang saya temukan di Flores, di daerah Sikka, kenapa kita memberikan nama Pak Jokowi karena masyarakat Flores waktu itu bangga sekali Pak Jokowi mau datang ke Flores,” lanjut Elizabeth.
Ya, Bambusa Jokowii Widjaja ditemukan di wilayah Larantuka, Flores Timur sampai dengan Sikka.
Sang penemu mengungkap, sebenarnya ia ingin mengumumkan temuan baru tersebut sebelum gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN.
Sayangnya, proses review publikasi yang belum juga selesai sampai saat ini menghambatnya.
“Ternyata bambu yang saya temukan di Sikka itu ada di perbatasan Larantuka juga. Itu ketemu di Balu, di Hewa, lokasinya. Jadi penyebarannya itu ternyata Flores Timur sampai Sikka. Sikkanya itu juga di ujung dekat Flores Timur. Di tempat lain sampai saat ini belum ditemukan,” terangnya.
Sekilas tentang Elizabeth, ia adalah peneliti utama senior taksonomi bambu di Herbarium Bogoriense, Divisi Botani, Pusat Penelitian Biologi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor.
Rupanya, dirinya memiliki ketertarikan khusus pada bambu Indonesia dan bambu Malesia pada umumnya, serta kerap mempromosikan pembudidayaan bambu untuk pencegahan erosi.