Pendiri Instagram buat aplikasi Artifact, mirip TikTok berformat teks

Pendiri Instagram buat aplikasi Artifact.

Dua pendiri Instagram, Kevin Systrom dan Mike Krieger, yang hengkang dari Facebook pada 2018, telah menciptakan sebuah aplikasi sosial untuk generasi selanjutnya.

Adalah Artifact, sebuah aplikasi membaca berita terpersonalisasi yang memanfaatkan pembelajaran mesin (machine learning) untuk memahami minat penggunanya dan memungkinkannya untuk mendiskusikan artikel tersebut dengan teman-teman.

Dikutip dari The Verge, nama Artifact merupakan gabungan dari kata artikel, fakta, dan artificial intelligence (AI). Aplikasi tersebut sudah membuka waiting list untuk mendaftar per akhir Januari lalu.

Saat ini, pengguna sudah bisa melakukan pendaftaran di aplikasi yang tersedia bagi Android dan iOS ini. Cara paling mudah untuk memahami Artifact adalah bahwasanya aplikasi ini mirip seperti TikTok, hanya saja berbentuk teks.

Artifact juga mirip dengan Google Reader dalam bentuk aplikasi seluler. Aplikasi tersebut akan menghadirkan artikel-artikel populer yang dipilih dari daftar penerbit terkurasi, mulai dari The New York Times sampai blog kecil dengan topik niche.

Pengguna dapat mengetuk artikel yang menarik minatnya dan Artifact akan menyediakan unggahan serta cerita serupa, mirip seperti algoritma di halaman For You Page (FYP) pada aplikasi TikTok.

Pengguna beta Artifact saat ini dapat mencoba dua fitur yang disebut Systrom sebagai pilar inti dari aplikasinya. Salah satunya adalah feed berisi artikel yang diunggah pengguna yang diikuti, lengkap dengan komentar pada unggahannya.

Kemudian yang kedua ialah inbox untuk mengirim pesan yang memungkinkan mereka untuk berdiskusi mengenai artikel tersebut dengan teman-teman.

Sekilas memang mirip seperti jaringan sosial di awal tahun 2000-an, namun para pendirinya berharap dengan adanya dukungan teknologi canggih seperti AI, aplikasi tersebut bisa menyasar audiens yang lebih besar.

Baca juga: Setelah dua tahun berjalan, aplikasi Facebook Gaming ditutup

Ide untuk membuat Artifact sudah ada sejak beberapa tahun lalu

Systrom dan Krieger pertama kali berdiskusi mengenai ide ini sejak beberapa tahun yang lalu. Systrom sempat merasa skeptis dengan kemampuan sistem pembelajaran mesin untuk memberikan rekomendasi, namun Instagram nyatanya berhasil membuktikan kemampuan sistem tersebut.

“Selama bertahun-tahun, apa yang saya lihat setiap kali kami menggunakan pembelajaran mesin untuk meningkatkan pengalaman pengguna, banyak hal yang berubah menjadi lebih baik secara cepat,” ujarnya.

Secara teknis, Artifact merupakan proyek pertama keduanya setelah Instagram, meskipun sebelumnya pada 2020, mereka sempat bekerja sama untuk menciptakan situs Rt.live untuk melacak penyebaran COVID-19.

Artifact berkomitmen menyediakan berita dan informasi berkualitas bagi pembaca

Sama seperti startup lainnya, Artifact akan memanfaatkan iklan untuk mendapatkan penghasilan. Selain itu, Systrom mengatakan ia juga tertarik untuk menerapkan kesepakatan bagi hasil dengan para penerbit.

Apabila Artifact berhasil, aplikasi tersebut dapat membantu pembaca menemukan publikasi terbaru dan mendorong mereka untuk berlangganan.

Systrom turut mengungkapkan bahwa Artifact akan berkomitmen untuk menyediakan berita dan informasi berkualitas bagi pembacanya. Oleh karena itu, pihaknya hanya akan menghadirkan berita dengan standar editorial yang berkualitas.

Adapun sebelumnya, Systrom dan Krieger menjual aplikasi besutannya, yakni Instagram, ke Meta senilai $1 miliar atau Rp14,9 triliun di tahun 2012 setelah meluncurkan aplikasi tersebut pada 2010 silam.