Jakarta Doodle Fest 2025 Hadirkan Perpaduan Seni Visual, Musik, dan Teater dalam Musikal Absurd: Hidup Segan But I’m Not Done
Jakarta Doodle Fest (JDF), sebuah ajang selebrasi seni visual yang digawangi oleh media TFR News sukses digelar tahun ini dengan tema baru: “Welcome Home, Doodlers!” di Mall Senayan City, 9-12 Oktober 2025. Tema baru ini bertujuan menyorot turunan karya seni visual berupa home goods seperti sarung bantal, lampu, hingga peralatan makan, dari kreator lokal dan mancanegara.
“Harapannya, karya tidak hanya bisa dinikmati secara visual tapi fungsional, di mana produk dari ilustrator dan desainer bisa menghiasi rumah-rumah dan digunakan juga, karena karakter dan visual pada produk akan memberikan sentuhan khusus,” ujar Co-founder JDF dan TFR News, Christine Laifa.
Puncak acara rangkaian JDF 2025, pertunjukan Musikal Absurd: Hidup Segan But I’m Not Done, pun sukses digelar. Berlangsung pada 2 November 2025, penonton yang antusias dengan musikal ini memenuhi Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia West Mall lantai 8. Pertunjukan ini diproduksi Jakarta Art House bekerja sama dengan JDF & didukung oleh Indonesia Kaya. Musikal ini menghadirkan visual panggung yang terinspirasi ilustrasi karya Sherchle, salah satu participating artist JDF 2025 sekaligus kolaborator dalam desain exclusive merchandise “For The Win(d)” antara JDF dengan Tolak Angin.
Pementasan ini berkisah tentang seorang bernama Vina, pekerja ibukota yang mulai kehilangan makna ketika hidupnya terasa datar, dan menemukan dirinya berbincang dengan makhluk alam khayalan. Melalui perpaduan musik, seni visual, dan emosi, pertunjukan musikal ini akan mengajak penonton menelusuri memori demi menemukan kembali semangat yang hilang dan alasan untuk bertahan.
Michelle Sherrina, seniman di balik nama Sherchle, menuturkan bahwa inspirasi dari ilustrasi yang menjadi judul musikal ini berawal dari masa-masa lelahnya menanggapi kehidupan dan segala permintaan yang datang tak berhenti, “Waktu itu aku lagi suka mendengarkan lagu-lagunya Joji, terus pas kulihat mukanya sempat terpikir, “Gila capek banget muka ini orang, but he keeps going”. Dari situ aku jadi ingat pepatah “hidup segan, mati tak mau”, terus aku plesetin aja,” terang Michelle.
Saat tahu karyanya akan menjadi musikal, Michelle mengatakan, “Rasanya kaget sih, soalnya ini sesuatu yang aku nggak terbayang sama sekali bisa terjadi. Terima kasih sekali untuk Jakarta Doodle Fest, Galeri Indonesia Kaya, dan Jakarta Art House yang mau repot bareng-bareng mewujudkan pentas musikal ini.”
“Dipilihnya karya “Hidup Segan but I’m Not Done” sebagai tema utama ini aku rasa juga karena orang-orang bisa relate dengan sentimennya, berhubung dalam hidup ada saja nggak sih momen di mana rasanya susah, tapi manusia menolak menyerah. Menarik juga menjalani prosesnya, dari duduk bareng para manusia teater ini ketika mereka berproses dan melihat bagaimana karya-karyaku bisa dijahit di musikal ini. Aku ikut memantau skrip, set design, dan juga visual design visual,” jelas Michelle.
Pertunjukan musikal ini disutradarai oleh Aulion, kreator visual yang kini bereksperimen di ranah teater musikal sebagai sutradara dengan ciri khas gaya penceritaan visual energik dan penuh warna. Diproduksi dan dimainkan oleh talenta-talenta muda di dunia seni pertunjukan Indonesia dari Jakarta Art House (JAH), pertunjukan ini memadukan beragam disiplin seni dalam satu panggung yang hidup dan unik.
Menariknya, bagi JAH & JDF, sejak awal Aulion sudah menjadi kandidat paling tepat untuk menjadi sutradara musikal ini. “Karena pas tahu IP-nya Sherchle, aku dan Christine udah bilang, “Wah ini nggak ada lagi selain Aulion yang cocok buat nge-direct ini. Udah match-lah keabsurdannya dengan Aulion. Jadi aku bilang ke Aulion, Ayo ikut nge-direct ini,” terang Fadli Hafizan, Founder Jakarta Art House.
Selaras dengan itu, Aulion pun mengatakan, “Seru banget ngeliat ilustrasi Sherchle yang tadinya 2D bisa hidup di atas panggung. Proses kreatif dan latihan musikal ini tuh ngakak mulu, karena musikal ini tuh kayak lagi ngetawain hidup, tapi diam-diam juga menyentuh sisi paling manusiawi dari diri kita.”
Naskah dan liriknya ditulis oleh Palka Kojansow, sementara koreografi yang menari di antara kegelisahan dan kelucuan digarap oleh Andita Mardhiaputri. Kolaborasi ini melahirkan Musikal Absurd: Hidup Segan But I’m Not Done sebagai pertunjukan satir penuh gelak tawa yang diam-diam menyentuh hati siapa pun yang pernah merasa terjebak dalam rutinitas hidup dan mencari alasan untuk terus melangkah.
Selama 60 menit, para penonton dihibur dengan 5 lagu seperti, “Sumpah Palapa” dan “Pelan tapi Party”. Semua lagu diciptakan, diaransemen, diproduksi, dan dimainkan oleh Ammir Gita sebagai music composer, kecuali lagu “Ragam Ulahnya, Ragam Lezatnya” yang diciptakan dan diaransemen oleh Achi Hardjakusumah. Seluruhnya dengan arahan vokal dari Maruf Andi sebagai vocal director. Para pemain yang dihadirkan merupakan pelaku seni muda yang sudah akrab di pentas teater musikal, seperti Made Aurellia, Uyo, Pila, Mike Frans, Arsy Fadillah, Nadhira Nasution, Medina Anzani, Devina, Ghatfaan, dan Janitra Diva.
Menariknya, pementasan ini adalah rangkaian dari kelas Musical Roadshow 2.0 kerja sama TFR News, Jakarta Art House, dan Indonesia Kaya pada 15-16 Oktober 2025 di Auditorium Galeri Indonesia Kaya. Dalam kelas tersebut, para mahasiswa diajak untuk hadir, bertemu, berdiskusi, hingga mendapat pembelajaran dan pengalaman mengenai seni pertunjukan. Tidak hanya itu, mahasiswa yang hadir terjun langsung dan belajar untuk merencanakan, membuat, dan menangani seluruh aspek dari seni pertunjukan melalui beragam kelas seperti Sound Engineering, Directing, dan Lighting. Bahkan, beberapa mahasiswa terpilih diikutsertakan untuk terjun langsung dan menjadi pendukung di belakang layar pementasannya.
“Indonesia Kaya senantiasa berkomitmen untuk mendukung berbagai karya kreatif yang menginspirasi dan memperluas apresiasi terhadap seni dan budaya. Melalui kolaborasi bersama Jakarta Doodle Fest, kami ingin memberikan ruang dan akses yang lebih luas bagi generasi muda untuk belajar, berproses, dan berkarya, baik dalam bidang seni visual maupun seni pertunjukan. Kami percaya bahwa bentuk kolaborasi seperti ini membuka ruang baru bagi pelaku seni muda untuk bereksperimen dan mengekspresikan diri sehingga semakin banyak talenta muda yang terdorong untuk mengenal, mencintai, dan berkontribusi pada perkembangan dunia seni di Indonesia,” ungkap Renitasari Adrian, Program Director Indonesia Kaya.
Materi Sound Engineering dibawakan Christian Edo, seorang sound engineer yang berkecimpung dalam berbagai produksi pertunjukan, termasuk Musikal Petualangan Sherina, Sister Act, hingga Mamma Mia! The Musical Re-Run. Kelas ini dirancang sebagai pengenalan bagaimana tata suara bekerja sebagai elemen pertunjukan live. Mahasiswa diajak memahami bagaimana tata suara bisa memandu emosi penonton, mempertegas perubahan suasana, memperkaya narasi, hingga membantu ritme pergerakan pemain di panggung.
Setelah memahami pentingnya tata suara, mahasiswa juga dipertemukan dengan Directing Class yang dipandu Pasha Prakasa, seorang sutradara dan koreografer yang pernah terlibat dalam musikal Keluarga Cemara, film Petualangan Sherina 2, serta aktif sebagai pengajar di Ruang Kreatif Intensif Musikal Budaya oleh Indonesia Kaya. Kelas ini membahas peran sutradara sebagai ‘arsitek’ keputusan artistik, bagaimana menyatukan musik, akting, koreografi, serta visual menjadi narasi utuh di atas panggung.
Selain itu, pencahayaan dalam musikal bukan sekadar ‘terang dan gelap’, melainkan bahasa visual yang menegaskan mood, memperhalus transisi adegan, dan memperkuat adegan tanpa mengucapkan satu kata pun. Maka itu, tahun ini diadakan juga Lighting Class bersama Alim Jeni, seorang lighting designer yang telah menggarap produksi musikal besar seperti Keluarga Cemara, Ken Dedes, dan GIE untuk memperkuat pemahaman mahasiswa tentang elemen visual, terutama cahaya, dalam musikal.
Co-founder Jakarta Doodle Fest dan TFR News, Christine Laifa, pun menyampaikan, “Pilar utama kami adalah program yang mengadaptasikan visual atau IP (Intellectual Property) ke dalam wadah baru selain merchandise. Pertunjukan musikal menarik banget karena kita bisa menggali lebih dalam inspirasi dan cerita di balik visual tersebut. Gambarnya jadi hidup lewat skrip, koreografi, dan pemeran.
Ini menjadi tahun ketiga penyelenggaraan JDF setelah pertama dilaksanakan pada 2023 di M Bloc Space, 2024 di Taman Ismail Marzuki (TIM) sekaligus menjadi tahun kedua diadakannya pertunjukan musikal. JDF pertama kali menggelar pertunjukan musikal pada 2024 lalu, bertajuk “Moonboy & His Starguide: Inspired by Varsam Kurnia’s Illustrations” di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki.
Dengan terselenggaranya rangkaian program edukatif dan pertunjukan lintas medium ini, Jakarta Doodle Fest terus memperkuat komitmennya untuk menghadirkan ruang berekspresi bagi kreator muda serta membuka kesempatan kolaborasi antar disiplin seni. Harapannya, JDF dapat terus menjadi wadah yang tidak hanya merayakan karya visual, tetapi juga memperluas ekosistem seni pertunjukan Indonesia melalui pengalaman artistik yang inklusif, segar, dan relevan bagi generasi hari ini.