Residensi seni “Seeking Tuan Guru” pertemukan seniman Indonesia dan Afrika Selatan
Organisasi independen asal Pekanbaru, Konstelasi Artistik Indonesia, gelar residensi seni bagi seniman dan komposer musik Indonesia dan Afrika Selatan bertajuk “Seeking Tuan Guru”.
Proyek inkubasi seni ini diikuti empat seniman tradisional dan satu komposer dari Indonesia, serta dua lainnya dari Afrika Selatan.
Mereka adalah Suhada (Lawe Samagaha) dari Banten, Maskur Daeng Ngesa dari Makassar, Angga Satria dari Riau, Hasal Ali dari Ternate, Agus Eko Triyono asal Solo, serta Thania Petersen yang berasal dari Cape Town, Afrika Selatan.
Menurut Aristofani Fahmi, direktur program residensi “Seeking Tuan Guru”, para seniman itu akan, “berkolaborasi untuk menampilkan pandangan sosial, ekonomi, hukum, dan budaya hari ini, dari perjuangan mereka semua.”
Pasalnya, tema yang diusung residensi seni ini ialah soal keterkaitan sejarah Indonesia dan Afrika Selatan yang sama-sama melalui era kedudukan kolonial yang memengaruhi kondisinya hingga hari ini.
Residensi “Seeking Tuan Guru” telah dimulai sejak Selasa (7/2) kemarin, di mana seluruh seniman bertemu di Cape Town, Afrika Selatan, dan berproses hingga akhir bulan ini.
Setelah Cape Town, residensi tahap kedua Konstelasi Artistik Indonesia ini akan digelar di Indonesia, meski lokasinya belum diumumkan.
Baca juga: 5 sorotan Art Jakarta Gardens 2023 yang kembali dibuka di taman hutan kota
Residensi yang terinspirasi dari perjuangan dua Tuan Guru
“Seeking Tuan Guru” merupakan sebuah program garapan Konstelasi Artistik Indonesia bersama Bertha House Foundation, serta direpresentasikan oleh penerima Ford Global Fellowship bernama Nkosikhona Swartbooi asal Afrika Selatan.
Namun, mengapa Afrika Selatan dan Indonesia? Menurut keterangan resmi residensi ini, ada keterkaitan sejarah yang kuat antara kedua negara ini, yakni soal perjuangan melawan rezim kolonial yang berdampak hingga hari ini.
Di sisi lain, dua figur Tuan Guru yakni Sheik Yusuf Al-Makassari dan Sheik Imam Abdullah Al-Tidore, merupakan figur pahlawan Indonesia, Sri Lanka, dan Afrika Selatan yang berjuang lewat cara damai.
Menurut keterangan resmi “Seeking Tuan Guru”, keduanya kemudian menginspirasi Nelson Mandela untuk menerapkan metode yang damai dalam memperjuangkan keadilan di Afrika Selatan.
Alhasil, proyek “Seeking Tuan Guru” yang menemukan seniman Indonesia dan Afrika Selatan yang berasal dari latar belakang seni rupa dan musik, diharapkan akan “menghasilkan karya yang menyoroti peperangan ketidakadilan dan masalah sosial dengan cara damai dan penuh kesenian.”
“Seeking Tuan Guru” akan hasilkan karya dan program untuk masyarakat
Dalam program residensi yang telah dimulai pekan ini, Konstelasi Artistik Indonesia bertujuan untuk memberi wadah bagi para seniman untuk berkarya, dengan menyoroti identitas para seniman yang merupakan penduduk asli dan pegiat seni tradisional dari kedua negara.
Di sisi lain, program ini juga berupaya menjalin keterhubungan antara karya para seniman dengan masyarakat.
Pasalnya, “Seeking Tuan Guru” berambisi untuk memicu keterlibatan masyarakat luas lewat diskusi terbuka dan apresiasi seni oleh masyarakat lewat sejumlah acara, seperti pentas seni yang digarap para seniman.
Keterlibatan itu diharapkan akan meningkatkan kesadaran soal betapa signifikan seni tradisional dan nilai-nilai kemanusiaan yang tertanam dalam produk kesenian tradisional maupun kesenian hari ini.
Lebih lanjut, “Seeking Tuan Guru” juga menyoroti soal pentingnya pengetahuan terkait kearifan leluhur, yang terus berguna untuk dapat menyelesaikan berbagai masalah sosial di hari ini, juga untuk masa depan.
Sekilas tentang inisiasi Konstelasi Artistik Indonesia
Konstelasi Artistik Indonesia merupakan organisasi mandiri yang berdiri di Pekanbaru, Riau. Inisiasi ini didirikan dengan tujuan meneruskan nilai-nilai tradisional indonesia lewat subjek-subjek kesenian.
Pasalnya, Konstelasi Artistik Indonesia melihat bahwa tanah air memiliki khazanah seni dan budaya yang sangat luas, dengan nilai tradisional yang penting untuk dipertahankan dan diwariskan kepada generasi berikutnya.
Lantas, inisiasi ini berharap kepekaan terhadap nilai tradisional itu dapat berguna untuk menghadirkan solusi atas segala masalah dan keprihatinan kondisi global hari ini.