Ketika sisi gelap berkuasa
Read in English
‘Joker’, yang dirilis oleh DC Films dan Warner Bros pada 2019, saat ini adalah film buku komik paling menguntungkan sepanjang masa. Fakta bahwa film tersebut, dibintangi oleh Joaquin Phoenix sebagai karakter utama, adalah drama psikologi dengan rating R yang menampilkan seorang ‘penjahat’ utama bukanlah halangan untuk mendapatkan predikat tersebut.
Lebih baru lagi, di musim semi 2021, serial mini Marvel Cinematic Universe (MCU) “Loki” debut sebagai sebagai konten berperingkat tertinggi di Disney+ Hotstar Platform di minggu pertamanya, dengan sekitar 731 juta pemirsa per menit. Jumlah itu mengalahkan rekor yang sebelumnya dipegang oleh produksi MCU lainnya “The Falcon and The Winter Soldier”, yang mencatat 495 juta pemirsa per menit pada Maret 2021.
Sangat menarik menyaksikan dua karakter yang awalnya dikenal sebagai 'penjahat' menjadi begitu populer dan disukai publik. Apa yang terjadi dengan masa-masa mendukung pahlawan dan membenci penjahat? Era itu mungkin sudah berakhir, karena sekarang para pahlawan terlihat berbeda dan penjahat memiliki hati.
Gagasan ini ditampilkan dengan sempurna dalam dua contoh yang TFR berikan. Sebagai contoh, Joker bukan lagi seorang psikopat tak berakal; dia memiliki sisi gelap di dalam dirinya akibat trauma masa lalu (yang bukankah kita semua punya?). Joker mungkin tetap seorang penjahat, namun dia memiliki hati.
Sementara, Loki lebih merupakan anti-pahlawan dibandingkan orang jahat dalam mini seri itu; karakternya memiliki cela dan metodenya dipertanyakan, tapi niatnya baik.
Publik menyukai cerita-cerita dan perkembangan karakter semacam ini. Dunia ini sudah bukan lagi dunia yang hitam putih di mana orang jahat dibenci oleh semua orang.
Faktanya, penjahat laku. Tidak hanya dalam platform sinematik, tetapi juga di area lain. Merek kosmetik asal Amerika Serikat ColourPop pada 2019 meluncurkan koleksi penjahat Disney. Koleksi tersebut terinspirasi oleh karakter Cruella de Vil, Maleficent, Evil Queen, Hades, Dr. Facilier, dan Ursula.
Raksasa otomotif Inggris Jaguar juga memahami daya tarik para penjahat. Perusahaan itu melibatkan tiga aktor 'baddie' terkenal - Tom Hiddleston, Sir Ben Kingsley, dan Mark Strong - dalam iklan TV berdurasi 60 detik yang debut pada Super Bowl XLVIII tahun 2014. Pada saat itu, iklan tersebut merupakan kampanye pemasaran merek dan produk paling besar perusahaan itu, yang disebut “British Villains”.
Kita sudah melihat berbagai istilah yang berbeda sejauh ini, dari pahlawan, anti-pahlawan, sampai penjahat, jadi mari kita luruskan definisinya. Istilah ‘pahlawan’ merujuk pada protagonis klasik yang umumnya dikagumi karena keberanian, kekuatan, pesona, atau kecerdikannya. Di sisi lain, ‘anti-pahlawan’ adalah seorang pahlawan atau karakter utama yang tidak memiliki kualitas heroik konvensional.
Seorang anti-pahlawan adalah seorang pahlawan yang memiliki kekurangan dengan karakter moral yang tidak sempurna. Kompromi moral yang dibuat seorang anti-pahlawan kadang bisa dilihat sebagai cara yang tidak menyenangkan untuk mencapai tujuannya. Meskipun, terkadang, cacat moral hanyalah cacat moral, seperti alkoholisme, perselingkuhan, atau temperamen yang kasar. ‘Protagonis’ modern seperti Don Draper dari “Mad Men”, Jack Sparrow dari Disney, dan, ya, Loki dari MCU, semua sesuai dengan definisi anti-pahlawan.
Sementara itu, penjahat merujuk pada antagonis, atau karakter dengan niat jahat dan cacat karakter (seperti Hannibal Lecter dan Darth Vader). Bagaimanapun, budaya pop sedang menjauh dari karakter pahlawan klasik, meskipun perlahan. Para Captain America dan Superman tidak ditinggalkan, tapi ada indikasi bahwa dunia mulai semakin mencintai mereka yang lebih gelap dan memiliki kekurangan.
Ini bisa jadi karena karakter-karakter yang tidak sempurna ini menawarkan representasi yang lebih jujur dari manusia sesungguhnya. Kita benar-benar melihat diri kita dalam diri anti-pahlawan dan penjahat ini.
Cetak biru untuk protagonis fiksi sudah berubah. Sama seperti kita, anti-pahlawan masih berkembang, belajar, dan tumbuh. Anti-pahlawan membebaskan kita. Mereka menolak pembatasan dan harapan sosial yang dibebankan kepada kita. Anti-pahlawan menyuarakan keluhan kita.
Juga, ternyata, kita menikmati pahlawan dan anti-pahlawan dengan cara yang berbeda. Affective Disposition Theory (ADT), yang menggarisbawahi penilaian moral sebuah perilaku karakter, bisa paling baik menjelaskan ketertarikan kita terhadap karakter protagonis. Namun, ketertarikan terhadap anti-pahlawan tidak mengikuti formula ADT. Lebih tepatnya, identifikasi dengan karakter memprediksi ketertarikan terhadap film anti-pahlawan.
Kajian terbaru mengusulkan bahwa pemirsa dari waktu ke waktu mengembangkan skema cerita yang memungkinkan mereka menikmati karakter anti-pahlawan, terlepas dari amoralitas karakter tersebut. Secara khusus, kajian tersebut menemukan indikasi bahwa penilaian moral untuk menikmati karakter anti-pahlawan mungkin tidak sepenting yang diprediksi ADT, bahwa paparan sebelumnya terhadap narasi anti-pahlawan mengubah tanggapan terhadap narasi serupa, dan bahwa tanda-tanda pelepasan moral berdampak pada proses pemirsa menikmati karakter anti-pahlawan..
Pada akhirnya, semua adalah mengenai memanusiakan karakter fiksi. Dan hal itu berjalan dua arah. Dalam beberapa tahun terakhir, kita sudah melihat pahlawan dengan hati paling murni menunjukkan sisi mereka yang lebih gelap dan lebih manusiawi. Pada saat yang bersamaan, kita mengenal ‘penjahat’ lebih baik, dan mengerti kenapa mereka menjadi diri mereka.
Sebuah contoh dari yang pertama adalah karakter Professor X atau Charles Xavier dari “X-Men”. Selama bertahun-tahun, Patrick Stewart memerankan karakter itu sebagai sosok yang berbudi luhur dan tak tersentuh. Baru pada dekade terakhir ketika aktor muda James McAvoy memerankan Xavier yang lebih mudalah penonton melihat sedikit sisi Profesor yang sangat berbeda.
“Bagi Saya, Charles Xavier adalah seorang biksu. Dia seperti kekuatan tanpa pamrih, tanpa ego, hampir tanpa daya tarik seksual untuk kemajuan kemanusiaan dan mortalitas. Dan mulai berpikir, 'Baiklah, dia pasti berbeda dari itu.' Cukup menyenangkan karena karena kebalikannya adalah pria egois yang lebih atraktif secara seksual yang mementingkan diri sendiri. Dan tidak terlalu jauh dengan itu, tapi dia pasti punya ego dan dia pasti punya dorongan seksual juga,” kata McAvoy dalam sebuah wawancara pada 2011.
Sementara itu, beberapa penjahat ikonik juga memiliki momen kepahlawanan, termasuk salah satu penjahat terbaik sepanjang masa: Wicked Witch of the West. Kisah penyihir jahat yang pedih dan bisa dibilang heroik itu diceritakan dalam novel dan musikal hit Broadway, “Wicked”, di mana kita mengenalnya sebagai Elphaba muda yang baik, tapi disalahpahami. Pertunjukan itu, yang debut pada 2003, sejak itu menjadi salah satu musikal Broadway paling populer yang pernah ada.
Di Amerika Serikat, pergeseran moral dalam budaya pop - karakter televisi khususnya - difasilitasi oleh perkembangan jaringan TV kabel AS. Jaringan tersebut memberi kreator kebebasan untuk menciptakan konten yang tidak harus memiliki ketertarikan massal, dan membiarkan mereka untuk mendorong batasan akan apa yang bisa dipertunjukkan dan diciptakan. Ini lalu memulai perkembangan fleksibilitas dalam menunjukkan karakter yang lebih kompleks. Sekarang, ketika kita memiliki begitu banyak platform yang berbeda untuk menyampaikan konten, ada lebih banyak ruang untuk menjelajah. Oleh karena itu, muncullah anti-pahlawan dan penjahat.
Namun, tidak semua orang setuju dengan gerakan ‘baddie’. Beberapa pihak meyakini bahwa naiknya popularitas anti-pahlawan akan mengakibatkan konsekuensi yang luas dan tidak diinginkan, terutama terhadap anak-anak. Sebagai contoh, anak-anak biasanya kesulitan membedakan perilaku yang ambigu secara moral - dan saat ini banyak tindakan kekerasan (di televisi dan film) dilakukan oleh 'orang baik', yang diajarkan untuk dikagumi oleh anak-anak. Ini bisa berujung pada kebingungan ketika anak-anak mencoba untuk mengerti perbedaan antara benar dan salah.
Dalam hal ini, kita lebih baik memilih dengan cermat apa yang dapat ditonton oleh anak-anak kita, mengingat cetak biru pahlawan telah ditulis ulang. Dan pahlawan baru itu kompleks, tidak sempurna, dan bahkan terkadang menyerah kepada kecenderungan mereka yang lebih gelap. Kita tidak akan memandang mereka dengan kekaguman membabi buta, tetapi kita mungkin melihat diri kita sendiri di dalam diri mereka.