Simak 3 contoh karya seni rupa modern dan kisah di baliknya

Seni rupa modern yang pertama berkembang di dunia bagian barat, telah menghasilkan berbagai aliran sejak pertengahan abad ke-19 dan tentunya selama abad ke-20.

Kala itu, para seniman berlomba-lomba mencari pendekatan baru dalam pola berkarya (art making). Tolok ukurnya adalah seberapa orisinal dan relevan karya seorang perupa terhadap zamannya. 

Mereka menuangkannya ke dalam berbagai medium karya seni, di mana medium ialah metode yang digunakan seniman untuk membuat karyanya. Mulai dari lukis, patung, keramik, pertunjukan, hingga seni instalasi. 

Menariknya, tiap karya yang dihasilkan para seniman modern menyimpan 1001 cerita dan makna. Simak artikel ini untuk ketahui 3 contoh karya seni rupa modern dan kisah yang tersimpan di dalamnya!

Baca juga: Lukisan terkenal Vermeer diklaim tak asli, undang perdebatan museum di dua negara

1.“Luncheon on the Grass” (1863) karya Édouard Manet

Foto: “Le Déjeuner sur l’herbe” (1863), Édouard Manet | Wikimedia Commons

Tokoh aliran seni rupa modern impresionis satu ini dikenal atas kemampuannya memberi nafas segar dalam gaya lukisan kala itu. Salah satu lukisan Édouard Manet yang menjadi revolusioner pada masanya ialah “Le Déjeuner sur l’herbe” atau yang ditranslasi menjadi “Luncheon on the Grass”.

Lukisan yang dibuat di Prancis pada 1863 itu menampilkan pemandangan sekumpulan orang di tengah lanskap menyerupai hutan. “Luncheon on the Grass” pun menjadi sangat terkenal karena menunjukkan sosok perempuan tanpa busana yang tengah berpiknik bersama dua lelaki, serta seorang perempuan di kejauhan.

Foto: Potret Édouard Manet, sebelum 1870 | Wikimedia Commons

Melansir ART IN CONTEXT, di akhir abad ke-19 itu, dunia seni rupa didominasi oleh akademi seni yang memiliki tolok ukur tentang mana seni yang dianggap ‘tinggi’ dan mana yang ‘rendah’, berdasarkan gagasan juga gaya karya. Hal itu kemudian membuat publik seni pada masanya berpandangan bahwa sebuah karya seni harus mengikuti sejumlah aturan sesuai dengan hierarkinya. 

Namun, yang Manet lakukan dalam “Luncheon on the Grass” adalah mencampuradukkan berbagai gaya seni, dan ‘membuat gayanya sendiri’, tanpa memedulikan hierarki tersebut. Alhasil, lukisan itu ditolak pameran bergengsi kala itu yang dikenal dengan nama ‘Salon’, yang diisi oleh seniman-seniman tersohor pada masanya.

Foto: Gambaran Salon lewat lukisan François Joseph Heim, “Charles V Distributing Awards to the Artists at the Close of the Salon of 1827” (1824 ) | Wikimedia Commons

Di luar itu, “Luncheon on the Grass” turut menjadi sorotan publik seni hingga hari ini akibat penggambaran perempuan telanjang yang duduk bersama dua lelaki dengan busana lengkap. ART IN CONTEXT menyebut Manet, “menggambarkan sosok perempuan penuh kepercayaan diri dan keyakinan.” Terlebih lagi, Ia menatap tajam ke audiens lukisan.

Sejumlah pengamat seni melihat hal itu menggambarkan ide prostitusi yang kerap diasosiasikan dengan persona Manet. Akibat latarnya yang dianggap mirip taman menyerupai Bois de Boulogne, tempat dimana biasanya orang-orang bertemu untuk berhubungan seksual, atau dengan kata lain, prostitusi.

Baca juga: Pameran satu dekade karya, Mella Jaarsma mempertanyakan objek

2. “Guernica” (1937) karya Pablo Picasso

Sosok pelukis ternama Pablo Picasso, menggarap “Guernica” atas reaksi dari pengeboman sebuah kota di Spanyol Utara, yaitu Kota Guernica, akibat perang saudara. Karya ini menggambarkan penderitaan yang disebabkan oleh kekacauan dan kekerasan. Mural ini ditampilkan di paviliun Spanyol dalam Pameran Internasional Paris pada 1937 silam, dan selanjutnya telah dipamerkan di berbagai tempat di seluruh dunia.

Mural ini ternyata merupakan pesanan dari Partai Nasionalis Spanyol pada awal 1937 yang bertujuan untuk meningkatkan kepekaan dunia terhadap peristiwa konflik di Spanyol, sembari mencari dana bantuan untuk mengatasinya. 

Foto: Pablo Picasso, “Guernica” (1937) | Wikimedia Commons

Pablo Picasso menggambarkan perang saudara Spanyol itu lewat mural berwarna hitam, putih, dan abu-abu. Ia menggambarkan seekor banteng, seekor kuda yang mengeluarkan isi perutnya, perempuan menjerit, perwira militer yang dimutilasi, bayi yang meninggal, dan api yang menyala-nyala. Lukisan itu dengan cepat menjadi populer dan mendapat sambutan luas, dan berhasil membawa Perang Saudara Spanyol menjadi perhatian dunia.

Mural “Guernica” dari Picasso lantas dianggap menghadirkan intensitas mendalam dari tema konflik yang terjadi, dan cara mereka Ia mengekspresikan kesedihan yang luar biasa dari kejadian pemboman itu, menjadi ikon bencana tragis bagi masyarakat kontemporer.

Baca juga: Tromarama bahas dampak dunia serba digital dalam pameran tunggal "PERSONALIA" 

3. “Christina’s World” (1948) karya Andrew Wyeth

“Christina’s World” yang dibuat oleh pelukis realisme Amerika Serikat (AS) Andrew Wyeth pada 1948 ini, berlatar pesisir Maine AS. Lukisan itu menggambarkan bagian belakang seorang perempuan muda dengan gaun merah muda, yang berbaring di lapangan rumput yang gersang dengan latar langit yang kusam.

Foto: Andrew Wyeth, “Christina’s World” (1948) | MoMA

Meski posisinya seakan menandakan perempuan itu tengah beristirahat, tubuhnya bertumpu pada lengan dalam posisi yang seakan tidak nyaman dan kaku. Bahkan, MoMA menyebutnya, “hampir membeku, memberi kesan bahwa Ia terpaku ke tanah.” Pandangannya pun seakan terarah ke bangunan rumah berwarna abu-abu. 

Menurut penjelasan Museum of Modern Art (MoMA) AS, sosok tetangga dan sahabat karib Wyeth bernama Anna Christina Olson adalah inspirasi di balik lukisannya. 

MoMa menjelaskan, ketika masih muda, Olson menemukan dirinya mengalami kondisi otot degeneratif yang diasumsikan sebagai polio, serta membuatnya kehilangan kemampuan berjalan. Namun, ia menolak untuk menggunakan bantuan kursi roda untuk bermobilisasi. ia lebih memilih untuk terus merangkak, seperti yang dilukiskan Wyeth.

Lukisan ini menjadi salah satu lukisan terpenting di era seni rupa modern mengundang pertanyaan tentang apa yang dicari sosok perempuan itu dengan menatap ke gambaran rumah di sudut lukisan.

Namun, bagi Wyeth lukisan ini menggambarkan kehidupan yang kadang dianggap banyak orang, “tidak ada lagi harapan.” Di sisi lain, ia juga berupaya menggambarkan dunia Christina yang, “mungkin terbatas secara fisik tetapi tidak demikian secara spiritual,” dikutip dari ART IN CONTEXT.