Mengenal crowd crush dan stampede dalam crowd control
Pada 2022 lalu, tak sedikit berita duka diselimuti oleh tragedi yang menimpa kerumunan. Salah satu kejadian yang menimpa kerumunan yaitu tragedi di Itaewon, Korea Selatan pada malam halloween. Tragedi yang dinamakan ‘Tragedi Itaewon’ ini menjadi sorotan publik karena merenggut hingga ratusan nyawa. Akibatnya, banyak yang tertarik untuk membahas crowd control di perayaan Halloween malam itu.
Apa yang terjadi di Itaewon disebabkan oleh crowd control yang kurang teratur, sehingga menyebabkan orang-orang saling mendorong hingga terjatuh, terinjak, dan kehilangan nyawanya. Kesulitan bernapas juga menjadi alasan banyak orang yang berjatuhan pingsan di tengah kerumunan yang padat.
Banyak yang mengatakan bahwa tragedi malam itu termasuk dalam crowd crush, namun ada pula yang mengatakan bahwa itu merupakan stampede. Memangnya apa, sih, arti dari dua istilah tersebut? Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan crowd control?
Kita bahas bersama dengan lebih detail, yuk!
Apa itu crowd control?
Crowd control adalah aturan yang dilakukan untuk mengelola kondisi crowd atau kerumunan agar lebih aman dan terorganisir. Istilah crowd control mungkin sudah tak asing ditemukan di berbagai gim, contohnya seperti gim Mobile Legends. Crowd control dalam gim artinya seorang player harus bisa membatasi, menghambat, menahan, hingga mengunci pergerakan lawannya.
Baca Juga: Panggung festival musik Spanyol roboh, satu orang tewas dan puluhan terluka
Crowd control dalam kehidupan sehari-hari sangat erat hubungannya dengan sebuah event yang melibatkan banyak orang dalam satu tempat secara bersamaan. Maka dari itu, secara umum, crowd control dilakukan untuk menjaga agar semua orang terkendali, lebih teratur, dan tidak berbahaya untuk orang lain di sekitarnya.
Crowd crush dan stampede dalam crowd control
Berangkat dari crowd control, kemudian muncul dua istilah lainnya yaitu crowd crush dan stampede. Dua hal ini seringkali dianggap dua kondisi yang sama, walaupun sebenarnya dua kondisi ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
Melansir dari The Guardian, pakar perilaku kerumunan di University of Greenwich, Profesor Edwin Galea mengatakan crowd crush merupakan kondisi kerumunan yang semakin padat dan tidak terkelola dengan baik, di mana kerumunan berada di jalur lebar yang menuju ke jalur yang lebih sempit, dan dapat mengakibatkan bencana.
Crowd crush dapat terjadi ketika terlalu banyak orang mendorong ke satu titik dalam area yang terbatas, sehingga tak ada lagi jalan yang membedakan kerumunan masuk dan keluar. Akibatnya, orang-orang terjepit di tengah dan mengalami kesulitan bernapas akibat tekanan yang diberikan dari berbagai sisi.
Baca Juga: Westlife konser gelap-gelapan di Prambanan, promotor siap refund 100%
Dalam kasus crowd crush, seringkali korban yang meninggal dunia adalah mereka yang terdorong dan terkunci ke dinding. Sampai akhirnya kehabisan napas dan tidak sadarkan diri. Seorang ahli psikologi sosial manajemen kerumunan di University of Sussex, John Drury mengatakan mengatakan bencana crowd crush biasanya melibatkan tiga faktor yang saling berkaitan, yaitu: kepadatan penduduk, gelombang atau gerakan dalam kerumunan yang sudah sangat padat, dan kerumunan yang runtuh hingga menyebabkan efek domino yang tak lagi bisa dikendalikan.
Contoh dari crowd crush yaitu Tragedi Halloween di Itaewon, Korea Selatan yang telah di-mention sebelumnya. Tragedi yang terjadi pada 29 Oktober lalu merenggut nyawa 154 jiwa, 33 orang mengalami kondisi kritis, dan 116 orang luka ringan menurut data terkini per 31 Oktober.
Sementara itu, masih menurut Profesor Edwin Galea, stampede diartikan sebagai kata yang lebih memberatkan kepada korban yang mulai berperilaku tidak rasional, merusak, dan tidak peduli dengan sekitar. Kata ini memberi kesan bahwa orang-orang yang terjebak dalam kerumunan hanya peduli pada diri mereka sendiri agar bisa selamat.
Contohnya seperti Tragedi Kanjuruhan yang terjadi di Indonesia pada 1 Oktober lalu. Pendukung grup sepak bola Arema mengalami kerusuhan dengan pihak berwajib hingga tragedi ini merenggut ratusan nyawa.
Saat itu, pihak aparat menembakkan gas air mata yang membuat kerumunan panik karena kesulitan melihat dan bernapas. Akibatnya, mereka berlari dan saling mendorong untuk bisa keluar dari stadion.
Profesor Edwin Galea menambahkan, ketika stampede terjadi, kerumunan akan merasakan panik. “Orang-orang (di kerumunan) tidak kehilangan nyawa karena mereka panik, tetapi mereka panik karena mereka sekarat.”, ujarnya.
Contoh peristiwa crowd crush dan stampede yang berakhir buruk
Selain tragedi Itaewon Halloween dan Kanjuruhan, ternyata ada kasus crowd crush dan stampede yang juga berakhir buruk hingga merenggut banyak nyawa. Beberapa di antaranya, yaitu:
Tragedi ancaman bom bunuh diri di Baghdad
Pada tahun 2005, lebih dari 800 orang meninggal dengan 400 lainnya luka-luka ketika mengalami stampede di Baghdad. Saat itu, para peziarah Syiah panik ketika mendapatkan laporan bahwa ada seorang pembom bunuh diri di tengah-tengah mereka.
Baca Juga: The Chainsmokers akan konser di luar angkasa pada 2024
Kepanikan pecah ketika ratusan ribu peziarah Syiah berkumpul dari gang-gang yang menuju ke jembatan al-Aima. Mereka saling mendorong dan memaksa kerumunan ke sungai Tigris, yaitu tempat di mana ratusan jiwa kemudian tenggelam.
Sementara itu, banyak orang tua, anak-anak, dan perempuan yang berjatuhan, terinjak oleh kerumunan. Mereka sempat meminta tolong namun kepanikan yang menyebar membuat kerumunan sibuk untuk menyelamatkan diri mereka sendiri.
Tragedi Astroworld Festival di Texas
November 2021 lalu, netizen dihebohkan dengan apa yang terjadi di Astroworld Festival, yaitu sebuah acara musik yang didirikan oleh Travis Scott di Houston, Texas. Festival tersebut berujung maut dan merenggut nyawa.
Hampir 50 ribu orang menghadiri festival musik itu. Sekitar pukul jam 9 malam, kerumunan mulai tidak terkendali dan saling mendorong ke arah depan panggung. Alhasil, crowd crush terjadi yang menyebabkan banyak orang kesulitan bernapas hingga cedera.
Kurang lebih 17 orang langsung dilarikan ke rumah sakit dan 10 di antaranya meninggal dunia.
Tragedi Kiss Nightclub di Brazil
Tahun 2013, ada peristiwa stampede yang merenggut lebih dari 200 nyawa di Kiss Nightclub, Brazil. Peristiwa dimulai ketika anggota band yang mengisi acara pada malam itu menyalakan suar untuk menerangi langit-langit. Setelah itu, kobaran api tak lagi bisa dibendung dan mengakibatkan kepanikan di dalam klub.
Kerumunan panik dan mencoba menyelamatkan diri. Banyak dari mereka yang kesulitan bernapas akibat menghirup asap dan terjatuh lemas, kemudian terinjak hingga tak sadarkan diri. Akibatnya, 2 pemilik klub dan 2 anggota band dinyatakan bersalah atas pembunuhan dan percobaan pembunuhan.
Apalagi ditambah dengan temuan polisi di mana klub tersebut tidak memiliki alat pemadam kebakaran dan tanda darurat ketika hal buruk terjadi, dengan hanya ada 2 pintu keluar darurat. Selain merenggut nyawa lebih dari 200 jiwa, tragedi tersebut juga menyebabkan lebih dari 600 orang luka-luka.