Merek kecantikan Olaplex digugat karena diduga sebabkan penyakit rambut
Olaplex, merek kecantikan yang banyak disukai oleh influencer di TikTok dan Instagram, digugat karena menjual produk perawatan rambut yang diduga dapat menyebabkan masalah serius.
Melansir CNN Business (15/2), hampir 30 perempuan bergabung untuk mengajukan gugatan terhadap Olaplex pada 9 Februari lalu di pengadilan federal California, Amerika Serikat, secara spesifik menargetkan produk No. 0 hingga No. 9.
Gugatan diajukan setelah 28 penggugat yang merupakan konsumen Olaplex bertemu di sebuah grup Facebook dengan keluhan yang mirip.
Dalam gugatan, mereka menuduh bahwa produk-produk dari Olaplex itu menyebabkan kerontokan, kerusakan, dan kerapuhan pada rambut. Bahkan, menyebabkan kebotakan dan iritasi di kulit kepala.
Olaplex sendiri memproduksi sejumlah rangkaian produk perawatan rambut dengan kisaran harga antara $30 sampai $90 atau Rp450.000 hingga Rp1,4 juta, yang dijual secara online serta offline di ritel populer seperti Sephora dan ULTA.
Pelanggan Olaplex mengatakan dalam gugatannya bahwa merek tersebut menggunakan bahan-bahan yang bisa menimbulkan reaksi alergi dan dilarang di Eropa.
Beberapa penggugat turut mengklaim bahwa setelah menggunakan produk perawatan rambut Olaplex, rambut mereka justru menjadi bercabang dan rusak, sehingga menyebabkannya terlihat tidak dirawat dan seperti telah dipotong menggunakan pemotong rumput.
Kemudian beberapa lainnya juga mengatakan rambutnya yang ikal dan bergelombang kini terlihat mengembang dan “lurus”.
Baca juga: L’Oréal hadapi hampir 60 gugatan atas tuduhan terkait produk hair relaxer
Olaplex membantah gugatan
Menanggapi hal itu, Olaplex membantah klaim dalam gugatan dan mengatakan bahwa hasil uji coba yang dilakukan pihaknya membuktikan bahwa tuduhan tersebut tidak benar.
Pihak merek tersebut mengatakan produk-produknya “tidak menyebabkan kerontokan atau kerusakan rambut” dan produk miliknya “aman serta efektif”.
“Kami telah merilis hasil uji coba dari laboratorium pihak ketiga, melalui standar industri, untuk membuktikan hal ini. Kami benar-benar percaya diri dan percaya pada keamanan dan efikasi produk kami,” ujar juru bicara Olaplex dalam keterangannya.
Ia kemudian melanjutkan, “Ada banyak alasan yang menyebabkan kerusakan atau kerontokan rambut, seperti diungkapkan oleh pakar medis dan ilmiah, termasuk gaya hidup, kondisi medis dan pengobatan, efek pasca Covid-19, kondisi kulit, dan sebagainya.”
Terakhir, Olaplex juga menambahkan pihaknya saat ini tengah mempersiapkan untuk membela perusahaan dan produk-produknya dari tuduhan “tidak berdasar”.
Pengacara sebut konsumen berhak mendapatkan kompensasi
Amy Davis, pengacara yang mewakili para penggugat, mengatakan kliennya berharap Olaplex dapat mengubah formula dalam produknya.
Di sisi lain, mengutip USA Today (15/2), ia turut mengkritisi studi yang dilakukan oleh Olaplex lantaran klaim yang diperoleh didapat dari penggunaan produk yang sedikit pada tahap uji coba.
“Ini seperti Anda menuangkan setetes produk di lautan. Tentu saja tidak akan ada yang memberikan respons,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Davis, para penggugat dan konsumen lainnya berhak untuk mendapatkan kompensasi, tak hanya karena kerusakan rambut yang mereka alami.
Adapun dikutip dari ABC News (15/2), para penggugat meminta lebih dari $75,000 atau Rp1,1 miliar atas kerusakan yang mereka alami.
“Ada banyak studi yang dilakukan untuk menunjukkan dampak psikologis akibat kerontokan rambut, terutama pada perempuan. Ini lebih dari sekadar rambut. Rambut adalah simbol kesehatan, seksualitas, kepribadian, dan kecantikan. Para perempuan ini mengalami kerusakan secara emosional,” tutur Davis.